Lampiran 2 Hasil uji normalitas data curah hujan dan jumlah hari hujan
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error
Beta 1
Constant -4,531
6,645 -,682
,503 Curah_hujan
,016 ,023
,185 ,695
,494 Hari_hujan
,262 ,428
,163 ,613
,547 a. Dependent Variable: Jumlah_labi
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
169,084 2
84,542 1,152
,335
a
Residual 1541,416
21 73,401
Total 1710,500
23 a. Predictors: Constant, Hari_hujan, Curah_hujan
b. Dependent Variable: Jumlah_labi
Lampiran 3 Peta lokasi pengambilan data habitat labi-labi
Lanjutan lampiran 3
Lampiran 4 Hasil uji korelasi antara jumlah panenan labi-labi dengan jumlah curah hujan di satu pedagang besar di Kota Jambi
Correlations
Jumlah_labi Curah_hujan
Spearmans rho Jumlah_labi Correlation Coefficient
1,000 ,361
Sig. 2-tailed .
,084 N
24 24
Curah_hujan Correlation Coefficient
,361 1,000
Sig. 2-tailed ,084 .
N 24
24
Lampiran 5 Hasil uji Kruskal Wallis untuk morfometri labi-labi di pedagang besar
Test Statistics
a,b
PLK LLK
Massa Chi-Square
86,619 77,145
81,668 Df
6 6
6 Asymp. Sig.
,000 ,000
,000 a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Pengumpul
Lampiran 6 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada sembilan peubah biofisik habitat labi-labi di Provinsi Jambi untuk kategori lokasi ditebarkan pancing
Test Statistics
a
ketinggian suhu_air
pH_air kedalaman
kec_arus kecerahan
warna_air tipe_substrat penutupan_lahan
Most Extreme Differences Absolute
,277 ,182
,170 ,292
,265 ,189
,057 ,068
,076 Positive
,004 ,182
,072 ,038
,265 ,148
,008 ,027
,076 Negative
-,277 -,114
-,170 -,292
,000 -,189
-,057 -,068
-,004 Kolmogorov-Smirnov Z
1,160 ,763
,715 1,224
1,112 ,795
,238 ,286
,318 Asymp. Sig. 2-tailed
,136 ,606
,686 ,100
,168 ,553
1,000 1,000
1,000 a. Grouping Variable: keberadaan
Lampiran 7 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada sembilan peubah biofisik habitat labi-labi di Provinsi Jambi untuk kategori lokasi ditemukannya labi-labi
Test Statistics
a
ketinggian suhu_air
pH_air kedalaman
kec_arus Kecerahan
warna_air tipe_substrat
penutupan_lahan Most Extreme Differences Absolute
,440 ,381
,369 ,333
,262 ,333
,262 ,036
,119 Positive
,440 ,107
,369 ,333
,024 ,333
,000 ,036
,000 Negative
-,119 -,381
,000 -,071
-,262 -,238
-,262 -,036
-,119 Kolmogorov-Smirnov Z
1,042 ,901
,873 ,789
,620 ,789
,620 ,085
,282 Asymp. Sig. 2-tailed
,227 ,391
,431 ,562
,837 ,562
,837 1,000
1,000 a. Grouping Variable: keberadaan
ABSTRACT
SRI MINA GINTING . Trading System, Demographic Parameters of Harvested
Population and Habitat Characteristics of Asian soft-shell turtle Amyda cartilaginea Boddaert, 1770 in Jambi Province. Under the supervision of
YANTO SANTOSA and MIRZA DIKARI KUSRINI.
Asian soft-shell turtle Amyda cartilaginea Boddaert, 1770 has been recorded as the most harvested turtle species in Indonesia, mainly for
consumption purpose in oriental countries. In order to prevent over-exploitation and the declining of the population, harvesting has been limited by quota. In
practice, the harvesting still showed an enormous number and the determination of the quota itself was not yet based on the data of Amyda population. This
research was aimed to identify mortality rate through identification of the trading system since for highly-valued species harvesting was the major cause of
mortality. The demographyc and morphometric parameters were measured to characterize the harvested population by its size, sex ratio, age-class and range of
bodymass and carapace length. Twenty dissected speciments were observed to study the reproduction condition of different size of Amyda, thus used to estimate
potential lost caused by harvesting. Amyda‟s habitat was characterized by measuring 9 biophysical variables of each of 90 fishing plots in 16 rivers and 3
lakes. The result showed that the size of harvested population of Amyda at the trader level was different from one to another, but showed similar trends of
domination in sex and age class which were adult females and reaching the number of 58.28. The people dealing with the harvesting activities of Amyda
had no preference for size and sex of the harvested animal. Reproduction condition of the observed Amyda showed that at the size of five kilograms, the
females were at the age of maturity. Kolmogorov-Smirnov test on the habitat biophysical variable on stream showed that Amyda had no habitat preference.
Keywords : Amyda cartilaginea, harvested population, trading system, demographic parameters, morphometric parameters, habitat
characteristics.
RINGKASAN
SRI MINA GINTING . Tata Niaga, Parameter Demografi Populasi Panenan dan
Karakteristik Habitat Labi-labi Amyda cartilaginea Boddaert 1770 di Provinsi Jambi. Dibawah bimbingan YANTO SANTOSA dan MIRZA DIKARI
KUSRINI.
Suku labi-labi merupakan bagian dari kelompok kura-kura yang mempunyai
penyebaran paling luas di dunia dan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang memiliki khasiat obat dimana hampir seluruh bagian tubuhnya daging,
telur, darah, jeroan, lemak, karapasbatok tidak luput dari pemanfaatan dan hasil olahannya pun tergolong jenis makanan mewah. Negara Cina merupakan negara
tujuan ekspor terbesar untuk hampir seluruh spesies penyu dan kura-kura dari negara-negara lain di wilayah Asia dan pemanfaatan domestik kura-kura dan
bulus diyakini jauh lebih rendah dibandingkan tingkat ekspor ke luar negeri, meskipun belum ada hasil penelitian yang menggambarkan tingkat pemanfaatan
domestik.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi tata niaga, menduga beberapa parameter demografi, peubah morfometri dan biologi reproduksi
populasi panenan labi-labi di Provinsi Jambi melalui pengamatan, penghitungan, dan pengukuran terhadap karakteristik morfometri populasi panenan labi-labi di
tingkat pedagang, pengumpul dan penangkap yang ditunjang dengan data hasil wawancara dengan para pelaku pemanenanperdagangan tersebut. Karakteristik
habitat labi-labi di Provinsi Jambi juga menjadi bagian dari penelitian ini untuk mengetahui apakah labi-labi memiliki preferensi terhadap habitat yang dihuninya.
Data yang dibutuhkan untuk melakukan karakterisasi habitat diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran sejumlah peubah biofisik di setiap lokasi
pemancingan, sementara untuk sebarannya dilakukan wawancara dengan para penangkap labi-labi.
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jambi mencakup wilayah studi Kota Jambi dan Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin,
Kabupaten Bungo, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian dilakukan selama bulan April s.d. Juni 2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1 mengidentifikasi tata niaga, 2 menganalisis beberapa parameter demografi 3 mengukur parameter morfometri populasi
panenan labi-labi dan 4 mengidentifikasi karakteristik habitat labi-labi di Provinsi Jambi. Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan wawancara,
keikutsertaan, pengamatan, penghitungan dan pengukuran terhadap seluruh unit contoh yang telah ditentukan dengan sengaja untuk dapat menjawab tujuan
penelitian ini.
Para pelaku tata niaga labi-labi dalam penelitian ini terdiri dari 8 pedagang besar, 20 pengumpul dan 25 penangkap yang tersebar di Kota Jambi dan 7
kabupaten lainnya dalam Provinsi Jambi, bahkan di provinsi tetangga yaitu Sumatera Selatan. Transaksi yang terjadi antara pedagang besar dengan
eksportirpembeli lokal maupun antara pengumpul dengan pembeli lokal
berlangsung dengan sistem cash and carry, namun sistem transaksi yang berbeda terjadi antara pedagang besar dengan pengumpulpenangkap dan antara
pengumpul dengan penangkap dimana berlaku peminjaman modal, pembiayaan alatbahan pancing maupun pola menabung. Ikatan kerjasama antara pedagang
besar dengan para pelaku pada tingkat dibawahnya dikendalikan oleh harga beli labi-labi dari masing-masing pedagang besar. Harga labi-labi di berbagai provinsi
di Indonesia dibedakan berdasarkan kelas ukuran dan di Jambi labi-labi dengan harga beli tertinggi adalah labi-labi berukuran 7
–20 kilogram. Kelimpahan panenan di satu pedagang besar selama satu tahun dengan
asumsi jumlah panenan yang diterima pedagang setiap bulannya tetap adalah 1.476 ekor. Tidak ada preferensi jenis kelamin pada tindakan pemanenan labi-labi
di Jambi maupun daerah lainnya di Indonesia, sehingga proporsi jenis kelamin hasil tangkapan sepenuhnya tergantung pada keberhasilan penangkapan. Populasi
panenan didominasi oleh labi-labi betina pada kelas umur dewasa. Angka kematian pada saat dilakukan penelitian hanya terjadi di satu pedagang besar di
Kabupaten Sarolangun. Kematian 24 ekor labi-labi terjadi pada bulan Juni 2012 saat populasi panenan berjumlah 106 ekor, sehingga angka kematian pada
pedagang tersebut adalah 22,6. Uji korelasi Spearman antara jumlah labi-labi dengan curah hujan menghasilkan angka koefisien korelasi 0,361 dan probabilitas
0,084 yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kedua variabel tersebut. Ukuran populasi panenan kemungkinan lebih dipengaruhi oleh jumlah usaha
penangkapan jumlah penangkap danatau hari tangkap yang dicurahkan.
Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan yang pernah dilakukan bahwa berdasarkan ukuran PLK labi-labi yang dipanen didominasi oleh kelas
umur dewasa dan dewasa muda dan hanya sedikit dari kelas umur remaja. Pada populasi panenan yang terkumpul di tujuh pengumpul di Jambi ditemukan labi-
labi dengan ukuran berat minimal 2 kilogram dan maksimal mencapai 53 kilogram. Berdasarkan hasil uji terhadap parameter morfometri populasi panenan
labi-labi di Provinsi Jambi tidak ada preferensi penangkap terhadap ukuran ataupun jenis kelamin labi-labi yang dipanen, atau individu labi-labi yang berhasil
ditangkap akan disetorkan ke pedagang tanpa memilih ukuran tertentu.
Ukurannilai peubah biofisik habitat labi-labi di Provinsi Jambi baik menurut lokasi pemancingan maupun lokasi ditemukannya labi-labi ternyata
memiliki kisaran yang lebih luas dibandingkan dengan kondisi habitat yang dibutuhkan untuk tujuan budidaya labi-labi. Pengujian dengan kriteria lokasi
ditemukannya labi-labi, peubah biofisik habitat lokasi dimana ditemukan labi-labi tidak berbeda secara signifikan dengan lokasi yang tidak ditemukan labi-labi.
Kesimpulan yang sama juga terbentuk pada pengujian dengan kriteria lokasi pemancingan, dimana peubah biofisik habitat antara titik pancing yang ditebarkan
dan tidak ditebarkan mata pancing juga tidak berbeda secara signifikan. Hasil uji dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa labi-labi
tidak memiliki preferensi habitat. Pengamatan dan pengukuran selama pelaksanaan penelitian memberikan gambaran mengenai habitat yang disukai oleh
pemancing sekaligus ditemukan labi-labi, yaitu pada lubuk yang terletak di tikungan sungai, dengan kecepatan arus air sangat lambat, ternaungi, dengan
substrat dasar berupa pasir atau lumpur. Faktor ketinggian, derajat keasaman,
warna air, tingkat kecerahan dan kedalaman sungai tidak mempengaruhi pemilihan lokasi pemancingan ataupun tempat ditemukannya labi-labi.
Tata niaga labi-labi melibatkan sejumlah pelaku pemanenan dalam bentuk rantai perdagangan yang berimplikasi terhadap tinggi-rendahnya pendapatan
setiap pelaku. Semakin panjang rantai perdagangan maka semakin rendah pula pendapatan setiap pelaku dan mengakibatkan akan semakin besar jumlah labi-labi
yang harus dipanen dari alam. Penentuan kebijakan tata niaga labi-labi perlu mempertimbangkan kemungkinan memperpendek rantai perdagangan labi-labi.
Jumlah pemanenan labi-labi dipengaruhi oleh harga, sehingga ketika harga diturunkan maka para pelaku pemanenan akan mengurangi upaya penangkapan
labi-labi dan beralih mencari pekerjaan lain atas dasar perhitungan opportunity cost yang rendah. Kondisi ini akan memberikan kesempatan bagi populasi labi-
labi untuk berkembang kembali mencapai ukuran yang aman untuk kembali dilakukan pemanenan. Populasi panenan yang diperoleh berdasarkan usaha
penangkapan dan bukan berdasarkan preferensi tertentu dapat digunakan untuk menduga kondisi populasi alaminya, sehingga dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa populasi labi-labi di alam didominasi oleh betina pada kelas umur dewasa dengan kisaran bobot tubuh 1,0
– 5,0 kg. Tingkat keterancaman populasi labi-labi akibat pemanenan dengan karakteristik tersebut belum dapat
ditentukan karena belum tersedianya hasil penelitian yang menyebutkan nisbah kelamin ideal antara labi-labi jantan dan betina sehingga dapat disimpulkan
apakah pemanenan pada kelas umur atau jenis kelamin tertentu akan berimplikasi terhadap kelestarian populasi labi-labi di alam. Labi-labi ditemukan di habitat
perairan dengan kualitas bervariasi dan dekat dengan daerah urban. Hasil penelitian ini menyediakan data dan informasi tentang tata niaga, demografi
populasi, morfometri dan karakteristik habitat labi-labi. Bersama-sama dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya maka dapat dilakukan kompilasi data dan
informasi untuk menunjang pelaksanaan NDF assessment untuk labi-labi. Penelitian ini dilakukan pada saat musim penghujan, sehingga perlu dilakukan
penelitian sejenis pada saat musim kemarau dimana diduga merupakan masa puncak pemanenan labi-labi di alam. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran kondisi labi-labi pada saat puncak pemanenan.
Kata kunci : Labi-labi, tata niaga, parameter demografi, peubah morfometri, karakteristik habitat
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelompok kura-kura adalah bagian dari ekosistem air tawar yang termasuk dalam golongan reptilia dan menurut Iskandar 2000 suku labi-labi merupakan
bagian dari kelompok kura-kura yang mempunyai penyebaran paling luas di dunia. Kura-kura dan bulus banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang
memiliki khasiat obat dimana hampir seluruh bagian tubuhnya daging, telur, darah, jeroan, lemak, karapasbatok tidak luput dari pemanfaatan Suwelo 1999;
Samedi Iskandar 2000 dan hasil olahannya pun tergolong jenis makanan mewah Traffic 1999. Negara Cina merupakan negara tujuan ekspor terbesar
untuk hampir seluruh spesies penyu dan kura-kura dari negara-negara lain di wilayah Asia Dijk et al. 2000 dalam Stuart Thorbjarnarson 2003; Mardiastuti
2008; Traffic 2008, dan pemanfaatan domestik kura-kura dan bulus diyakini jauh lebih rendah dibandingkan tingkat ekspor ke luar negeri Traffic 1999; Samedi
Iskandar 2000, meskipun belum ada hasil penelitian yang menggambarkan tingkat pemanfaatan domestik Mardiastuti 2008.
Pemanfaatan labi-labi di Indonesia baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor pada awalnya dikelola oleh Direktorat Jenderal Ditjen
Perikanan, dan spesies yang dikelola antara lain Trionyx spineter sekarang Dogania subplana dan Trionyx cartilagineous sekarang Amyda cartilaginea
Ditjen Perikanan 1993. Selama tahun 2001–2004 tercatat kuota ekspor pada tiga tahun pertama berkisar 40.000-an ekor dan mengalami penurunan pada tahun
keempat menjadi 26.000 ekor untuk kedua spesies tersebut Departemen Kelautan dan Perikanan 2004. Pengelolaan dibawah Ditjen Perikanan menimbulkan
kekhawatiran terjadinya eksploitasi berlebihan Samedi Iskandar 2000 serta didukung tingkat keterancaman dan dokumentasi perdagangan Rhodin 2003
maka CITES merekomendasikan agar labi-labi Amyda cartilaginea dimasukkan setidaknya dalam Daftar Appendiks II CITES. Pemanfaatan labi-labi setelah
dikelola Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA selaku Management Authority yang baru tetap diatur melalui penetapan kuota tangkap.
Mardiastuti 2008 menyebutkan bahwa untuk menjamin kelestarian perdagangan
2 labi-labi, pihak manajemen CITES menerapkan pola alternate cyclical quota
melalui penentuan jumlah kuota tangkap yang rendah pada satu periode tertentu diawali tahun 2008 dan kuota yang lebih tinggi pada periode berikutnya, dengan
pertimbangan pada saat kuota ditetapkan rendah maka populasi labi-labi di alam diberi kesempatan berkembang melalui aktivitas reproduksi. Realisasi ekspor labi-
labi yang dilaporkan selama dikelola oleh kedua Ditjen tersebut tidak melebihi rekomendasikuota yang ditetapkan.
CITES menyebutkan bahwa penentuan kuota tangkap kura-kura memerlukan data demografi, ekologi dan biologi untuk memastikan pemanenan
jangka panjang dapat dilakukan dan tidak menyebabkan kepunahan Sriyadi et al. 2008, sementara data tentang struktur populasi serta dampak dari pemanenan
terhadap kelompok kura-kura sulit dikumpulkan serta dibutuhkan waktu lama dan data time series Congdon et al. 1994; Gibbons et al. 2001. Meskipun data dan
informasi demografi populasi, biologi reproduksi, morfometri dan tata niaga labi- labi untuk beberapa provinsi di Indonesia telah dihasilkan melalui beberapa
penelitian sebelumnya Elviana 2000; Oktaviani Samedi 2008; Oktaviani 2009; Kusrini et al. 2009; Mumpuni Riyanto 2010; Lilly 2010; Mumpuni et al. 2011
namun belum pernah dilakukan penelitian yang meliputi seluruh aspek tersebut di satu lokasi penelitian, sementara data dan informasi tentang karakteristik habitat
alaminya juga masih kurang Elviana 2000; Mumpuni Riyanto 2010. Seluruh data tersebut merupakan informasi penting untuk melakukan Non-detriment
Findings NDF assessment, suatu persyaratan yang ditetapkan CITES dan harus dipenuhi sebagai dasar dalam penentuan kuota tangkap bagi seluruh hidupan liar
yang terdaftar dalam Appendiks II CITES. NDF assessment ini penting dilakukan untuk menilai apakah pemanenan suatu spesies dari habitat alaminya di satu area
tidak akan mengganggu kelestarian spesies tersebut Sheperd Nijman 2007; Oktaviani 2009.
1.2 Perumusan Masalah
Indikator keseimbangan dari populasi satwaliar di alam adalah selisih antara angka kelahiran dengan angka kematian, dimana selisih positif menunjukkan
bahwa kelahiran lebih besar dari kematian sementara hasil selisih negatif