13
2.2.3 Kelas Umur
Struktur populasi satwaliar dapat ditampilkan juga dalam bentuk pengkelasan umur yang umumnya dibagi menjadi kelas umur anak, muda dan dewasa bahkan
untuk beberapa spesies dapat dikategorikan kedalam kelas umur yang lebih detil. Pengelompokan kelas umur dapat dilakukan berdasarkan pendekatan morfologi
ataupun morfometri dari spesies satwaliar tersebut. Pendekatan morfometri menggunakan ukuran atau massa bagian tubuh tertentu sementara pendekatan
morfologi berdasarkan penciri seperti warna tubuh, bentuk bagian tubuh tertentu atau perilaku satwaliar yang kemudian diproyeksikan menjadi kelas umur individu
spesies satwaliar tersebut. Sebagai contoh untuk kelompok mamalia besar dengan penciri tubuh seperti tanduk, ranggah dan warna kulit.
Tujuan dari identifikasi jenis kelamin dan kelas umur adalah untuk mempermudah upaya mempelajari sifat-sifat biologi maupun perilaku satwaliar
yang berbeda pada jenis kelamin dan kelas umur tertentu. Data yang valid mengenai struktur jenis kelamin dan umur dari suatu populasi satwaliar dapat digunakan
dalam perencanaan pengelolaan termasuk untuk pemanenan, khususnya dalam hal penentuan jumlah, kelas umur maupun jenis kelamin yang dapat dipanen agar tidak
menimbulkan ketidakseimbangan terhadap populasi tersebut.
2.2.4 Angka Kematian
Ukuran populasi makhluk hidup akan mengalami fluktuasi karena pengaruh kematian, kelahiran maupun perpindahan dari dan kedalam populasi tersebut.
Alikodra 2002 membagi angka kematian menjadi angka kematian kasar dan angka kematian pada umur spesifik. Angka kematian kasar merupakan perbandingan
antara jumlah kematian dari semua sebab dengan total populasi selama satu periode waktu, sementara angka kematian pada umur spesifik merupakan perbandingan
antara jumlah kematian pada kelas umur tertentu dari semua sebab dengan total populasi kelas umur yang sama selama satu periode waktu.
Tindakan pemanenan merupakan faktor utama penyebab kematian pada populasi satwaliar yang memiliki nilai manfaat bagi manusia dan dengan
mengasumsikan jumlah pemanenan sebagai angka kematian pada populasi labi-labi di alam maka pada tahun 1998 dan 1999 saja individu yang diperdagangkan di tiga
kota di Sumatera mencapai angka 200 000–450 000 Nijman et al. 2012. Angka ini
14 belum mencakup jumlah labi-labi yang dipanen untuk dikonsumsi langsung oleh
para penangkapnya. Ini merupakan sebuah angka kematian yang sangat besar pada suatu populasi meskipun ukuran populasi labi-labi secara keseluruhan di alam
belum diketahui.
2.3 Peubah Morfometri dan Biologi Reproduksi 2.3.1 Taksonomi
Di Indonesia labi-labi dikenal juga dengan sebutan bulus Jawa dan bidawang Kalimantan. Ernst dan Barbour 1989 menuliskan taksonomi labi-
labi sebagai berikut : Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata Kelas
: Reptilia Laurentie 1768 Ordo
: Testudines Linnaeus 1758 Famili
: Tryonichidae Fitzinger 1826 Genus
: Amyda Geoffroy Saint-Hilaire 1809 Spesies
: cartilaginea Boddaert, 1770 Labi-labi dikenal juga dengan nama umum Asiatic softshell turtle atau Common
softshell turtle atau lack-rayed softshell turtle Inggris, Trionyx cartilagineux Perancis, Knorpel weichschildkröte Belanda Ernst Barbour 1989. IUCN
Redlist 2011 menyebutkan labi-labi memiliki sinonim penamaan sebagai : Testudo cartilaginea Boddaert, 1770, Trionyx cartilagineus Boddaert, 1770,
Trionyx ephippium Theobald, 1875, Trionyx nakornsrithammarajensis Nutaphand, 1979, Trionyx ornatus Gray, 1861 dan Trionyx phayrei Theobald,
1868.
2.3.2 Morfologi
Iskandar 2000 menuliskan bahwa suku labi-labi dapat dengan mudah dibedakan dari kelompok kura-kura lainnya dari perisainya yang ditutupi oleh
kulit dan sebagian besar terdiri dari tulang rawan. Labi-labi termasuk jenis yang mempunyai leher relatif panjang karena dapat mencapai paling sedikit