Teknik Penggalian Data Metode Pengumpulan Data

Tabel 4.7. Perbandingan Dan Perkembangan Struktur Ekonomi Serta Sektor-Sektor Ekonomi Kabupaten Garut Terhadap Jawa Barat periode 2000-2007 persen Sektor Struktur Ekonomi Struktur Ekonomi Kontribusi Garut Terhadap Jawa Barat Garut Jawa Barat 2000 2007 2000 2007 2000 2007 1 2 3 4 5 6 7

I. Primer 50,62

48,03 20,59 15,10 9,18 10,66 1 Pertanian 50,48 47,90 15,95 12,72 11,86 12,63 2 Pertambangan 0,14 0,13 4,63 2,39 0,11 0,19

II. Sekunder 8,98

9,86 47,19 50,31 0,71 0,66 1 Industri 5,74 6,90 42,35 44,38 0,51 0,52 2 Listrik, Gas Air 0,45 0,45 2,16 2,92 0,78 0,52 3 Konstruksi 2,79 2,51 2,68 3,01 3,66 2,80

III. Tersier 40,40

42,11 32,22 34,58 4,68 4,08 1 Perdagangan 24,65 25,96 19,65 19,05 4,68 4,57 2 Angkutan 2,72 3,54 3,81 5,83 2,66 2,04 3 Lembaga Keuangan 3,55 3,29 2,73 2,89 4,86 3,82 4 Jasa-Jasa 9,48 9,32 6,03 6,82 5,87 4,53 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 3,73 3,35 Sumber : PDRB Kabupaten Garut Tahun 2008 Pada Tabel 4.7 diatas tampak struktur ekonomi Kabupaten Garut sangat berbeda dengan Jawa Barat. Tiga sektor penyumbang terbesar terhadap perekonomian di Kabupaten Garut berturut-turut adalah pertanian, perdagangan, dan jasa, sedangkan untuk di Jawa Barat berturut-turut adalah industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian. Secara umum, pola pergeseran struktur ekonomi yang terjadi baik di kabupaten Garut maupun Jawa Barat adalah pergeseran dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Hal ini terlihat dari kontribusi kelompok sektor primer yang mengalami penurunan, sedangkan sektor sekunder dan tersier mengalami peningkatan. Jika diamati kontribusi share penciptaan nilai tambah sektoral kabupaten Garut terhadap Jawa Barat pada periode 2000-2007, tiga sektor yang mengalami peningkatan, yakni sektor pertanian dari 11,82 menjadi 12,63 persen, sektor penggalian dari 0,11 menjadi 0,19 persen, dan sektor industri pengolahan dari 0,51 menjadi 0,52 persen. Adapun distribusi pendapatan yakni dilihat dari pencapaian angka indeks gini selama periode tahun 2004-2006 menunjukan angka relatif merata, pada tahun 2006 sebesar 0,208 sedikit menurun dibanding tahun 2005 yang mencapai 0,209 dan tahun 2004 sebesar 0,212. 14 4.5. Struktur Agro-Ekologi dan Pola Produksi Lokal 4.5.1. Struktur Agraria Lokal Dalam memahami kondisi kemiskinan dan marginalisasi petani di daerah dataran tinggi di Kabupaten Garut, penelitian ini memilih dua desa kasus yang mewakili dua hamparan dataran tinggi yang berbeda yakni desa Dangiang, Kecamatan Cilawu yang berada di hamparan gunung Cikuray dan desa Sukatani, Kecamatan Cisurupan yang terletak di hamparan gunung Papandayan Gambar 4.4 . Di dua lokasi tersebut menunjukkan sumber penghidupan yang berbeda yakni, jenis komoditas utama yang diusahakan warga desa Dangiang adalah tanaman semusim akar wangi, tembakau dan hortikultura. Sementara di desa Sukatani komoditas pertanian utama yang diusahakan warga adalah tanaman hortikutura. 15 Desa Dangiang merupakan salahsatu desa yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Cilawu dengan luas wilayah mencapai 412,6 Ha. Secara topografi, desa Dangiang terletak di hamparan gunung Cikuray dengan posisi ketinggian mencapai 900 meter diatas permukaan laut mdpl. Desa Dangiang memiliki batas wilayah yakni, sebelah Utara berbatasan dengan desa Sukamukti dan desa Dawung Sari, sebelah Timur berbatasan dengan desa Dawung Sari, sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN VIII Dayeuh Manggung dan di sebelah Barat berbatasan dengan desa Sukamukti. Berdasarkan data profil desa Podes Tahun 2008, jumlah penduduk desa Dangiang mencapai 3.528 jiwa dengan komposisi 1.735 jiwa penduduk laki-laki dan 1.793 jiwa merupakan penduduk perempuan. Di desa Dangiang, mayoritas penduduk baik perempuan maupun laki-laki bekerja sebagai petani. Hingga tahun 14 Bilamana angka indeks gini berada pada kisaran 0,20-0,35, maka distribusi pendapatan dapat dikatakan relatif merata, sedangkan apabila angka tersebut berada diatas 0,5-0,7 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan sangat timpang. 15 Berdasarkan pengamatan saat di lokasi penelitian.