Ikhtisar STRUKTUR SUMBERDAYA DAN SETTING AGRO-

upah ril buruh tani. Gejala umum yang tampak dari penelusuran di lapangan, umumnya para petani lapisan tengah menggunakan kombinasi antara tenaga kerja keluarga dan buruh upahan. Tabel 5.3. Indikator Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Desa Dangiang Indikator Klasifikasi Kemiskinan Mampu 3 Sedang 2 Tidak Mampu 1 Tanah 5 2 ha 15 500 tumbak luas 2 ha 10 0 - 500 tumbak 5 Pendidikan 4 Perguruan Tinggi 12 SMP 8 Tamat SD 4 Kesehatan 3 Dokter 9 Dokter 6 Puskesmas, Dukun 3 Organisasi 2 Anggota SPP 6 Anggota SPP 4 Non SPP, Tidak Berogranisasi 2 Tenaga Kerja 1 Punya buruh tetap 3 Menggunakan buruh, tenaga kerja sendiri keluarga 2 Tenaga kerja sendiri keluarga 1 Jumlah 45 30 15 Range 45-36 26 - 35 15 - 25 Tingkat upah buruh yang berlaku di desa dihitung berdasarkan jarak dan gender. Untuk jumlah jam kerja 5 jam per hari, upah buruh perempuan bisa mencapai 10 ribu untuk jarak dekat masih dalam kampung dan 15 ribu untuk jarak jauh. Sementara untuk laki-laki, upah buruh jarak dekat bersihnya bisa mencapai 15 ribu sementara untuk jarak jauh bisa mencapai 20-25 ribu. Sebagaimana yang dituturkan oleh beberapa orang warga. “Yang meningkatkan upah buruh sebetulnya, waktu itu orang pada ga mau karena upahnya 4-5 ribu. Dikarenakan sesama anggota SPP susah tenaga kerja karena anggota semuanya punya lahan garapan, kita akhirnya ambil buruh dari luar kampung khususnya pada musim tanam. Karena disana upahnya hanya 4000 akhirnya kita naikkan 1000. Malah tiap tahun naik. Tenaga kerja itu berasal dari desa Pacoro. Kebetulan, di desa dangiang sendiri, ada sebagian warga yang masuk SPP, ada juga yang tidak. Warga yang non SPP biasanya menjadi buruh upahan. Di SPP sulit mencari tenaga kerja dari sesama anggota karena umumnya pada bulan Desember atau Januari, semua anggota SPP sedang melakukan penanama Usar Akar Wangi. Pada bulan 3 pada tanam bakau tembakau atau ada yang tanam lain tapi waktunya hampir sama. Upah buruh perempuan, ada dua tahapan. Yang masih dalam kampung dekat bersihnya sampai 10 ribu. Kalo laki-laki, upah buruh jarak dekat bersihnya bisa mencapai 15 ribu, kalo jarak jauh, bisa mencapai 20-25 ribu. Di akar wangi, dengan sistem borong, upah buruh laki-laki yang untuk ekspor ke Jawa bisa mencapai 1000kilo karena proses pengerjaannya agak lain, tapi kalo hanya untuk dibawa ke pabrik tempat penyulingan upahnya 400-500 per kilo.” 23 Tingkat kemiskinan petani juga ditentukan oleh pola pemanfaatan lahan dan pilihan komoditas yang diusahakan. Umumnya pola pemanfaatan lahan di areal perkebunan menggunakan sistem tumpang sari dan mengenal tiga musim panen. Komoditas utama yang ditanam adalah Akar Wangi sebagai tanaman tahunan, sementara tanaman tumpang sari yang dipilih adalah sayuran seperti kentang atau kol serta tembakau. Alasan pemilihan komoditas akar wangi menurut warga karena tidak membutuhkan banyak biaya bila dibandingkan budidaya sayuran dan mudah dalam perawatannya. 24 Kehadiran dan keterlibatan warga di organisasi tani tingkat lokal turut menentukan tingkat keberdayaan ekonomi di tingkat rumah tangga petani. Kehadiran organisasi tani lokal ditengah-tengah aktivitas warga merupakan suatu sarana memperjuangkan dan memastikan penguasaan lahan oleh warga yang selama ini terpinggirkan akibat masuknya sistem perkebunan besar negara. Pada gilirannya, kepastian dan keamanan dalam mengarap merupakan faktor utama dalam peningkatan taraf hidup anggota. “Dulu sebelum ada organisasi, profesi saya jual golok. Pas kejadian trisakti tahun 98’ saya kembali ke kampung.... Ekonomi yang paling menonjol di keluarga SPP adalah di Dangiang. Dahulu yang punya motor sangat jarang paling hanya pegawai negeri yang punya. Sekarang sudah mulai banyak yang punya motor, ekonominya sudah mulai cukup, tidak ada yang miskin total. Sebelum ada SPP, yang mau mengeluarkan zakat fitrah boleh dikatakan sangat susah, sekarang banyak warga sudah bisa mulai bisa bayar zakat fitrah. 25 23 Hasil diskusi kelompok saat Rapat Anggota Tahunan Koperasi Simpan Pinjam Peremmpua Mitra Harapan SPP Dangiang pada tanggal 10 September 2009. 24 Menurut penuturan salah seorang pengurus OTL, “Disini Dangiang ada istilahnya panen musiman yakni sayur-mayur dan ada juga panen pokok adalah akar wangi. Di Dangiang, untuk mengelola sayur mayur belum maksimal. Dulu memang, yang menjadi andalan adalah akar wangi tapi sekarang sudah ada yang juga mulai mengandalkan dari sayuran. Untuk mengembangkan sayuran kendala yang paling pokok adalah modal. Kalo di sayuran butuh modal 60, jika di akar wangi hanya 30 sudah bisa jalan. Anggaplah jika punya 1 ha, dengan uang 4-5 juta tanam akar wangi sudah bisa jalan tapi kalo mau tanam kentang 1 ha, tidak punya uang 15 juta maka tidak bisa berjalan”. Hasil wawancara pada tanggal 11 September 2009 25 Hasil wawancara pada tanggal 11 September 2009 “Nah kalau kita sendiri-sendiri, tidak mau berorganisasi tidak mungkin kita berhasil seperti ini. Jadi kalau orang mau sejahtera orang itu harus kompak..dan kompak itu adanya di organisasi. Betul, iya kekompakan dan keberanian. Kalau kompak, tidak berani ya sudah berakhir” 26

5.3. Indikator Kemiskinan Warga Desa Sukatani

Dari hasil pengkajian kemiskinan warga secara partispatif Particpatory Poverty AssessmentPPA di desa Sukatani, terdapat 3 tiga lapisangolongan masyarakat berdasarkan tingkat keberdayaan ekonomi yakni, golongan atas, menengah dan bawah. 27 Seperti halnya dengan desa Dangiang, penguasaan lahan merupakan indikator utama tingkat kemiskinan di tingkat rumah tangga petani. Adapun indikator lainnya adalah sumber tenaga kerja yang digunakan, jenis bangunan rumah, kemampuan akses terhadap fasilitas kesehatan dan kemampuan menyumbang dalam kegiatan sosial-keagamaan. Secara lebih jelasnya, klasifikasi dan ukuran serta bobot tingkat kemiskinan warga dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Indikator Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Desa Sukatani Indikator Klasifikasi Kemiskinan Atas 3 Menengah 2 Bawah 1 Lahan 5 Punya lahan jami 5- 10 ha 15 Punya lahan jami 2ha 10 Tidak punya lahan jami, tani hanya dari lahan garap 5 Tenaga Kerja 4 Punya Buruh 12 Tenaga kerja sendiri 8 Kerja di lahan orang lain 4 Papan Rumah 3 Permanen mewah 9 Semi Permanen 6 Gubuk, tidak permanen 3 Kesehatan 2 Dokter, RS besar 6 Puskesmas, Dokter Umum 4 Jankesmas 2 Sumbangan Sosial 1 Lebih mampu bersedekah 3 sedang-sedang saja 2 Menyumbang tenaga 1 Jumlah 45 30 15 Range 45-36 26 - 35 15 - 25 Upah buruh di desa Sukatani relatif lebih rendah dibandingkan dengan upah buruh tani di desa Dangiang. Untuk buruh perempuan, upah yang berlaku sebesar 6-8 ribu rupiah sementara upah buruh laki-laki sebesar 8-10 ribu rupiah. Pada petani lapisan atas, menggunakan buruh tani tetap merupakan pilihan dalam 26 Hasil FGD desa Dangiang, tanggal 13 September 2009 27 Penamaan tingkat pelapisan ekonomi berdasarkan pengklasifikasian yang dilakukan oleh warga sendiri pengerjaan lahan garapan yang mereka kuasai. Pada sebagian petani lapisan atas, hubungan dengan buruh tani yang mereka pekerjakan telah berlangsung lama sebelum adanya aksi pendudukan warga di lahan Perhutani. Hubungan ini terbangun dimana pada satu sisi petani lapisan bawah membutuhkan keterjaminan sumber penghasilan di lain pihak, petani lapisan atas tuan tanah membutuhkan input tenaga kerja yang tersedia di desa untuk melakukan akumulasi modal dari kegiatan produksi. Dalam menjaga kestabilan hubungan ini, si tuan tanah selalu memberikan fasilitas kredit kepada buruh untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari utamanya saat musim kering. Hal yang perlu digaris bawahi, ukuran dan tingkat kemiskinan ini tidaklah statis melainkan bersifat dinamis. Dalam arti, ukuran dan tingkat kemiskinan turut dipengaruhi oleh pola-pola hubungan struktur produksi dan distribusi komoditas, pola pemanfaatan lahan, kondisi iklim dan faktor eksternal lainnya. Dari Tabel 5.4 tampak faktor penguasaan lahan sangat mempengaruhi tingkat keberdayaan ekonomi suatu rumah tangga petani RTP. Sama halnya dengan desa Dangiang, hadirnya insiatif dari bawah yang teroganisir dalam wadah organisasi tani lokal OTL turut memberikan pengaruh terhadap perbaikan kondisi tingkat ekonomi RTP khususnya lapisan buruh tani.

5.4. Perbandingan Ukuran Kemiskinan di Dua Desa

Berbeda dengan desa Dangiang yang dapat mengalami 3 musim panen dari pola tanam tumpangsari, pola pertanian dimana tanaman hortikultur menjadi pilihan utama di desa Sukatani sangat bergantung dari kondisi iklim yang pada gilirannya turut mempengaruhi kondisi kemiskinan mereka. Pada musim kemarau halodo, kecuali petani kaya, umumnya petani yang menggarap di areal garapan okupasi tidak dapat mengolah lahannya secara maksimal karena sulitnya mendapatkan air. Sementara pada pertanian Akar Wangi di desa Dangiang hamparan Cikuray tingkat kebutuhan air tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan budidaya tanaman sayuran. Dari penggalian indikator tingkat kemiskinan tampak bahwa di kedua lokasi penelitian pola pelapisan secara ekonomi antar rumah tangga petani RTP terdiri