Ikhtisar PROSES MARGINALISASI JILID II :

menjual pupuk dan sebagainya. Adapun perbandingan strategi penguatan produksi dan distribusi di kedua lokasi penelitian akan ditampilkan pada Tabel 8.1. Tabel 8.1. Upaya Penguatan Produksi dan Distribusi Petani Lapisan Bawah di Dua Dataran Tinggi Upaya Desa Sukatani Hamparan PapandayanWilayah Kehutanan Desa Dangiang Hamparan CikurayWilayah Perkebunan Akses terhadap lahan 1. Diawali kultivasi diikuti reclaiming 2. Bergabung dengan organisasi tani lokal OTL 3. Melalui OTL turut memanfaatkan kesempatan politik di desa 4. Pembelian lahan di dalam maupun di lura desa 1. Reclaiming 2. Bergabung dengan organisasi tani lokal OTL 3. Melalui OTL turut memanfaatkan kesempatan politik di desa 4. Pembelian lahan di dalam maupun di lura desa Pola Pemanfaatan Lahan dan Budidaya 1. Memilih komoditas yang realtif tidak memerlukan banyak curahan waktu pengerjaan dan input produksi, seperti wortel 2. Tumpang sari hortikultura 3. Di tingkat OTL, membangun demplot pembibitan kentang 1. Memilih komoditas yang realtif tidak memerlukan banyak curahan waktu pengerjaan dan input produksi, yakni akar wangi 2. Tumpang sari akar wangi dengan hortikultura dan tembakau Konsolidasi modal 1. Petani masih tergantung pada hubungan-hubungan permodalan yang telah lama terbangun sebelum reclaiming, yakni hubungan petani dengan para bandar di desa. 2. Perluasan sumber nafkah selain menggarap lahan yakni menjadi buruh tani harian dan berternak. 1. Strategi konsolidasi modal telah masuk tahap penguatan kelembagaan ekonomi kolektif melalui koperasi perempuan 2. Perluasan sumber nafkah selain menggarap lahan menjadi buruh tani harian dan berternak.

8.4. Ikhtisar

Ketiadaan akses terhadap lahan garapan telah mendorong warga melakukan aksi pendudukan di areal perkebunan dan kehutanan tersebut disusul kemudian lahirnya organisasi gerakan tani lokal SPP. Dalam konteks ini, pilihan petani untuk bergabung kedalam Organisasi Tani Lokal Serikat Petani Pasundan OTL SPP menjadi strategi utama petani tanpa lahan dalam mengukuhkan aksi reclaming lahan di areal kehutanan maupun perkebunan. Selain itu, keberadaan OTL di dua lokasi turut memperluas ruang negosiasi dengan negara terkait kepastian hak garap di atas lahan-lahan klaim kehutanan maupun perkebunan. Seiring dengan langkah tersebut, organisasi tani lokal ini pun turut menciptakan dan memanfaatkan kesempatan politik yang tersedia di desa maupun lintas desa untuk merundingkan kepentingan mereka seperti keterwakilan di BPD, anggota panitia pemungutan suara, pemilihan kades, anggota PKK, dan program pemberdayaan. Baik di desa Sukatani maupun desa Dangiang, strategi penguatan produksi dan distribusi di tingkat petani dipandang sebagai cara-cara yang ditempuh oleh sebuah rumah tangga petani di tiap lapisan dengan menimbang ketersediaan sumber daya akses dan kontrol yang dimiliki oleh sebuah rumah tangga. Pemilihan komoditas yang dibudidayakan merupakan salah satu upaya penguatan produksi petani di dua lokasi guna mengurangi ketergantungan dengan pihak bandar maupun cukong. Apabila di desa Dangiang, strategi konsolidasi modal petani telah masuk tahap penguatan kelembagaan ekonomi kolektif, di desa Sukatani masih tergantung pada hubungan-hubungan permodalan yang telah lama terbangun sebelum reclaiming, yakni hubungan petani dengan para bandar di desa.

BAB IX MUARA STUDI : SEBUAH CATATAN PENUTUP

9.1. Kesimpulan

Studi ini merupakan suatu usaha dalam memahami dan menganalisis bagaimana terbentuknya kemiskinan dan proses marginalisasi yang dialami oleh petani serta sampai sejauh inisiatif petani lokal dalam merespon persoalan kemiskinan dan proses marginalisasi yang hadir dalam hubungan produksi dan distribusi. Kemiskinan masyarakat pedesaan tidak dilihat hanya sebagai suatu hasil pengukuran dari aspek ekonomi semata akan tetapi merupakan hasil dari marginalisasi yang dialami suatu komunitas. Situasi kemiskinan suatu komunitas dengan demikian tidak berdiri bebas dalam ruang dan waktu. Dirinya dipandang sebagai suatu proses yang terlembagakan dan hadir dalam sejarah perkembangan komunitas itu sendiri. Pada uraian mengenai situasi kemiskinan Bab 5 dan dua jilid proses marginalisasi yang dialami petani dataran tinggi Garut Bab 6 dan 7, terlihat bahwa akumulasi modal adalah strategi utama pertumbuhan ekonomi di bawah sistem kapitalisme yang berwatak ekspansionis. Akumulasi harus berlangsung terus-menerus tanpa batas, accumulation for accumulation’s sake and production for production’s sake yang pada satu sisi menyebabkan penumpukkan surplus pada pemilik modal dan di pihak yang lain terjadi penyingkiran enclosure kuasa terhadap alat-alat produksi. Proses ini dapat berlangsung baik melalui kebijakan negara dari atas maupun relasi-relasi produksi dan distribusi di tingkat komunitas dari bawah. Dalam hal ini, akumulasi modal melalui pembangunan penetrasi kapitalisme ke wilayah pedesaan mensyaratkan adanya suatu suasana lingkungan yang memperagakan bentuk-bentuk produksi non-kapitalistik natural economy sebagai pasar dari surplus yang dihasilkan oleh para pemilik modal, sumber bahan baku dan penyedia cadangan tenaga kerja dalam sistem upah buruh lepas. Secara lebih detil, beberapa kesimpulan dari studi adalah sebagai berikut : 1. Umumnya desa pertanian desa yang sumber penghidupan utama mayoritas warganya berasal dari pertanian merupakan desa kategori tipe 3 tertinggal