petani tidak dapat menanam di lahan garapannya dikarenakan sulit mendapatkan air sementara pada petani kaya tetap dapat menggarap di lahannya karena
memiliki pompa air. Untuk pola pemanfaatan lahan di areal reclaiming kehutanan terdapat dua kelembagaan yakni SPP dan PHBM Pengelolaan Hutan
Berbasis Masyarakat. Baik penggarap yang tergabung dalam SPP maupun PHBM sama-sama menanam tanaman sayuran sebagai basis komoditas.
16
Namun terdapat perbedaan antara petani yang tergabung dalam SPP dan PHBM soal
pilihan tanaman tegakan. Pada petani yang tergabung SPP memilih tanaman tegakan yang berbeda dengan tanaman tegakan yang ditanam atau dianjurkan oleh
PT. Perhutani. Seperti yang dituturkan oleh salah seorang pimpinan OTL desa Sukatani,
“Kalau musim kemarau, lahan-lahan garapan masyarakat di areal reclaiming Perhutani tidak ditanami karena sulit air. Warga
akan mulai menggarap lahan saat musim hujan tiba. Kecuali petani kaya yang memiliki pompa air dan kolam penampungan air. Di
garapan, anggota SPP tidak menggunakan plastik mulsa karena dapat merusak tanah. Kami juga menanam tanaman tegakkan yang
berbeda dengan jenis tanaman Perhutani”
4.5.3. Skala Usaha Tani untuk Beberapa Komoditas
Untuk memahami gambaran umum pola penggunaan input-input produksi seperti pupuk, bibit dan tenaga kerja, berikut akan ditampilkan beberapa skala
usaha tani beberapa komoditas yang terdapat di dua lokasi dari hasil penelusuran yang berhasil dihimpun oleh salah seorang tenaga pendamping oragnisasi tani
lokal OTL dan peneliti dalam bentuk tabel dibawah ini. Pada lokasinya yang terletak di dua hamparan yang berbeda, yakni hamparan Cikuray desa Dangiang
dan Papandayan desa Sukatani, pola pemanfaatan lahan, teknik budidaya dan pilihan komoditas utama yang diusahakan di dua lokasi tersebut menunjukkan ciri
atau bentuk yang berbeda namun masih menunjukkan berbagai pola yang sama. Di desa-desa yang terletak di hamparan Cikuray, komoditas tanaman tahunan
16
Pasca operasi Walaga Lodaya pada tahun 2003, PT. Perhutani membentuk kelembagaan pengelolaan kawasan hutan yang melibatkan petani penggarap dalam pemanfaatan lahan yang
dikenal dengan PHBM. Model PHBM ini kemudian lebih banyak diakses oleh para elite desa yang meninggalkan lahan garapan akibat adanya operasi tersebut. Menurut informasi yang didapatkan
di lapangan, skema PHBM sesungguhnya tidak memperkenankan menanam tanaman sayuran.
Akar Wangi menjadi pilihan warga petani pada umumnya. Sementara pada petani di desa-desa hamparan Papandayan, pertanian tanaman hortikultura seperti, kol,
kentang, tomat, wortel, dan sebagainya menjadi komoditas utama pilihan petani.
Tanaman Akar Wangi
Tanaman Akar Wangi merupakan salahsatu komoditas unggulan yang baru dikembangkan sesuai dengan keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor:
520SK.196-HUK96 tanggal 6 Agustus 1996, yang diantaranya menetapkan luas areal perkebunan Akar Wangi dan pengembangannya oleh masyarakat seluas
2.400 Ha dan tersebar di empat kecamatan, yaitu kecamatan Samarang seluas 750 Ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 Ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 Ha,
dan Kecamatan Leles seluas 750 Ha. Tanaman akar wangi merupakan salahsatu bahan baku pembuatan kosmetik,
parfum maupun sabun. Tanaman ini memiliki periode tanam hingga siap panen sekitar 10 bulan. Namun apabila petani memiliki keperluan mendesak, maka akar
wangi dapat dipenen pada umur 7-8 bulan. Umumnya, waktu tanam akar wangi dilakukan pada musim hujan yakni pada bulan Januari dan panen dilaksanakan
pada musim kemarau. Untuk biaya tenaga gali dan angkut, umumnya diluar biaya produksi yang
ditanggung oleh petani melainkan menjadi tanggungan para bandar penampung. Untuk biaya bibit hanya berlaku ketika pertama kali penanaman. Pada periode
tanam selanjutnya, petani sudah tidak mengeluarkan biaya pembelian bibit. Biasanya, setiap panen petani menyisakan sekitar 20 persen dari hasil panen untuk
dijadikan bibit. Dari luasan 6.400 m
2
tersebut dapat menghasilkan produksi akar wangi rata-
rata 10 ton dengan harga jual 15 ribu rupiahkg. Dengan demikian hasil yang diterima petani sebelum dikurangi dengan biaya produksi pendapatan kotor
sekitar 15 juta rupiah. Setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar 4,14 juta
maka pendapatan bersih yang diterima petani sekitar Rp. 10.860.000,00 Tabel 4.8
. Karena rata-rata petani melakukan sistem tumpang sari, maka sumber pendapatan petani juga ditunjang oleh panen dari tanaman tumpang sari seperti
tembakau, sayur-sayuran dan sebagainya.
Tabel 4.8. Biaya Produksi Budidaya Akar Wangi untuk Luasan 6.400 m
2
No Uraian
Banyaknya Rp
Jumlah Keterangan
1 Bibit
1 ton 2.000kg
2.000.000 2
Pupuk hitam 640.000
Kandang 3
Upah tenaga kerja ngored
800.000 4
Upah tenaga kerja nyukcruk
40 org 17.500org
700.000 5
Upah gali akar wangi Bandar
6 Upah angkut akar wangi
Bandar Jumlah
4.140.000
Tanaman Kentang
Dari luas 1 Ha tanaman kentang dapat menghasilkan produksi minimal 25 ton. Hasil produksi dijual ke pihak tengkulak dengan harga rata-rata minimal 3
ribu rupiahkg. Dengan demikian pendapatan bersih setelah dikurangi biaya produksi yang diterima petani sekitar 19,9 jutapanen. Bila dalam setahun
minimal petani bisa mendapatkan dua kali masa panen maka dalam setahun pendapatan petani dari budidaya kentang seluas 1 Ha bisa mencapai 39,9
jutatahun atau rata-rata 3,3 jutabulan. Dengan membanding antara pendapatan revenueR dengan biaya produksi costC maka nilai RC budidaya kentang
adalah 1,36. Untuk keperluan bibit, saat ini beberapa petani sudah dapat memproduksi sendiri tanpa perlu membeli ke bandar.
Tabel 4.9. Biaya Produksi Budidaya Kentang untuk Luasan 1 Ha
No Uraian
Banyaknya Rp
Jumlah Keterangan
1 Bibit
2 ton 10.000kg
20.000.000 Bibit biasa
2 Pupuk hitam
300 karung 20.000karung
6.000.000 Kandang
3 Pupuk urea
4 ton 1.500kg
6.000.000 ZATS
4 Obat tepung
50 bungkus 100.000bks
5.000.000 5
Obat tepung dakonil 20 bungkus
150.000 3.000.000
6 Obat cair colixtron
20 botol 80.000btl
1.600.000 Pembasmi hama
7 Obat cair guntur
4 botol 1.500.000btl
6.000.000 Pembasmi hama
8 Upah tenaga kerja
mencangkul 100 jiwa
15.000org 1.500.000
Laki – laki 9
Upah tenaga kerja nyukcruknyauer
200 jiwa 10.000jiwa
2.000.000 Perempuan
10 Upah angkut
2 ton 200kg
4.000.000 Pasca panen
Jumlah 55.100.000
Tanaman Wortel
Dari luas 1 Ha tanaman wortel dapat menghasilkan produksi minimal 30 ton per panen 4 bulan. Hasil panen dapat dijual ke pihak tengkulak dengan harga
500 hingga 1.000 rupiah per kilogram. Dengan demikian, dari hasil produksi 30