OTM, Kepolitikan Patrimonial Nasional dan Politik Lokal

Tabel 9.3. Matriks Proposisi Otoritas Tradisional-Legal Rasional Weber dan OTM Proposisi Sistem Otoritas Legal Rasional Dan Tradisional Weber 20 Legal Rasional Weber OTM Tradisional Weber L egitimasi Tugas-tugas pejabat berdasarkan aturan yang berkesinambungan Bersumber dari peraturan tradisional namun dapat berubah, seperti dari hubungan adat, agama dan Negara Bersumber dari peraturan yang sangat tua dan suci Rekrutmen Pejabat dipilih berdasarkan penguasaan teknis dan bersifat legal-rasional Pemimpin dipilih, dibesarkan, berdasarkan kaitan paruik-kaum dan suku namun memiliki kemampuan teknis Pemimpin dipilih berdasarkan peraturan tradisional Wewenang Tugas-tugas dibagi atas bidang-bidang berdasarkan fungsi dilengkapi otoritas dan sanksi-sanksi Diberikan melalui jabatan atas dasar pemilihan dan dibesarkan bukan ditunjuk Diwariskan melalui keturunan Susunan Jabatan Hierarkis, hak kontrol dan komplain terperinci Heterarki, terstruktur Tidak terstruktur secara hirarkis Hubungan Jabatan dengan Pejabatnya Pemegang jabatan tidak sama atau lekat pada jabatannya. Jabatan hanya sementara Melekat dalam jabatan, namun dapat dipilih dan diberhentikan Penggunaan otoritas dilekatkan pada pemimpin secara individual. Perubahan Organisasi Berubah sesuai dengan kebutuhan seiring dengan rasionalisasi dan pembagian kerja Selain Sistem Matrilineal, dapat berubah. Perubahan diadaptasi untuk mempertahankan adat Tidak memfasilitasi perubahan sosial, cenderung tidak rasional dan tidak konsisten, dan melanggengkan status quo. Hukum Aturan-aturan diarahkan pada pada jabatan, baik secara teknis maupun legal, sehingga profesionalitas dibutuhkan Hukum tertinggi adalah kesepakatan. Oleh karenanya dapat berubah Penciptaan hukum baru yang berlawanan dengan norma-norma tradisional dianggap tidak mungkin Administrasi Berdasarkan dokumen tertulis, memiliki kantor sebagai pusat administrasi Ada kantor WaliNagari danWalijorong, mengunakan dokumen tertulis namun bersifat longgar. Tidak tertulis dan tidak memiliki kantor sebagai pusat administrasi Sumber: Weber 1978 dan data Empiris 2010 diolah.

9.2.4. OTM, Kepolitikan Patrimonial Nasional dan Politik Lokal

Ketiga gejala tersebut di atas, yakni kepolitikan patrimonial nasional, sumberdaya Agam yang terbatas, serta menguatnya keberadaan OTM dalam Nagari-Nagari, menjadi kekuatan struktural dan kultural mengakibatkan munculnya sistem politik lokal yang khas. Sistem kepartaian patrimonial Nasional dengan gejala kartelisasi, tidak menjadikan Kab.Agam sebagai sasaran perburuan rente rent seeking. Hal ini disebabkan rendahnya potensi sumberdaya yang dimiliki Kab.Agam. Sehingga dengan politik patrimonial, akan membutuhkan dana yang besar untuk menjaring massa di Agam. Di samping itu menguatnya identitas OTM, memiliki konsekuensi sulitnya mendapatkan perolehan suara melalui strategi politik 20 sumber : Weber 1978; 217-218; 226-227 berbasis patron-client. Oleh karenanya, agar partai muncul dan mendapat perolehan suara yang signifikan, strategi desentralisasi politik dan administrasi dari partai pusat kepada partai di daerah diterapkan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan kultural. Pelaksanaan strategi desentralisasi ini dilakukan dengan cara, partai pusat hanya memberi common platform kepada cabang partai yang berada di Kab.Agam, kemudian diberi otonomi seluas-luasnya untuk menjalankan kebijakan dan strategi politik untuk mencapai perolehan suara dan kursi kekuasaan legislatif DPRD KabKota, ProvPusat sebanyak-banyaknya. 21 OTM, memanfaatkan kesempatan yang diberikan partai Nasional tersebut untuk mendudukkan unsur-unsurnya, seperti anak, kemanakan, Mamak, Bundo Kanduang, Ulama dan kaum Cerdik Pandai untuk menjadi pengusur partai dan menjadi calon legislatif agar dipilih menjadi anggota DPRD lebih lanjut lihat Bab VII. Untuk jelasnya, gambar bagan alir proses kemunculan birokrasi lokal dapat dilihat dalam gambar berikut; PROSES KEMUNCULAN BIROKRASI LOKAL Pendapatan Asli Daerah Sumber Daya Alam KEPOLITIKAN PATRIMONIAL NASIONAL RUANG DIALOG : 1,2,3. KULTURAL STRUKTURAL OTM SISTEM KEPOLITIKAN LOKAL BIROKRASI LOKAL Perencanaan Penganggaran APBD •Mengusung Kepentingan Jorong dan Nagari konstituen •Setiap tahap terjadi kontestasi berujung kompromi •Heterarki •Kepentingan partikular •Matrlilineal 2 1 3 Hasil dialog dan Adaptasi 1,2 dan 3 Dalam ruang dialog, Partai Pusat menganggap daerah ini minus, untuk menghindari tersedotnya dana partai pusat, partai memberi kebebasan bagi pengurus partai lokal untuk menggerakkan sistem kepartaian secara lokal Yang penting eksistensi partai terlihat dengan jumlah kursi yang signifikan Proses Perekrutan Elite Politik Lokal denganmenyesuaikan pada tradisi OTM. Cirinya Partai yang mencari Caleg pada nagari-nagari, untuk mendapatkan calon dan kursi RENDAH Kondisi seperti ini, sulit menggerakkan kepolitikan Patrimonial yang mahal PEMILU dikontrol Kontinuitas Sejarah EKSEKUTIF LEGISLATIF Agraris Petani Rasional Sumber : Data Empiris, 2010 Gambar 9.3. Bagan Alir Proses Kemunculan Birokrasi Lokal 21 hasil wawancara dengan lima pengurus partai yang menjadi informan penelitian ini. Menurut informan, untuk pendanaan partai di Kab.Agam, diperoleh dengan beragam sumber, seperti dana sumbangan dana aspirasi, operasional partai dari APBD, serta pemotongan honor anggota DPRD yang mencapai 25-40, tergantung kebijakan partai. Sedangkan dana dari partai, baik provinsi maupun Nasional tidak diperoleh.

9.3. Pengelolaan Pembangunan Masyarakat Melalui Birokrasi Lokal