Otoritas Tradisional dan Birokrasi Patrimonial

2.2. Otoritas Tradisional dan Birokrasi Patrimonial

Max Weber 1978 menjelaskan patrimonialisme sebagai salah satu bentuk dominasi dari otoritas tradisional. Pijakan dasarnya adalah pemahaman patrimonial dapat ditelusuri pada penjabarannya mengenai Otoritas Tradisional. Bagi Weber, sebuah otoritas akan disebut tradisional jika ada legitimasi yang bersumber dari kekuasaan dan peraturan yang sudah sangat tua dan suci. Para pemimpin dipilih menurut peraturan tradisional dan dipatuhi berdasarkan status tradisional mereka Eigenwurde. Tipe pengaturan ini, berdasarkan loyalitas personal yang dihasilkan dari pelajaran-pelajaran yang di tanamkan semenjak kecil commons upbringing. Penggunaan otoritas dilekatkan pada pemimpin secara individual, dimana para pembantu pemimpin tersebut bukanlah seseorang yang digaji, sebagaimana pegawai dalam konteks birokrasi modern. Ia hanya sebagai seorang asisten pribadi personal retainer yang loyal dengan tuannya. Kemampuan dan hak untuk memerintah diwariskan melalui keturunan dan itu tidak berubah, juga tidak memfasilitasi perubahan sosial. Kecenderungan tidak rasional dan tidak konsisten, serta melanggengkan status quo. Penciptaan hukum baru yang berlawanan dengan norma-norma tradisional dianggap tidak mungkinkan. Otoritas tradisional biasanya diwujudkan dalam feodalisme. Dalam struktur murni patriarkal, hamba secara pribadi tergantung pada tuan Tuan- Budak, sedangkan pada sistem feodalisme, para pelayan bukan budak penguasa tetapi laki-laki independen, namun dalam Patriakal dan feodalisme tersebut, sistem kekuasaan tidak berubah atau berevolusi. Patrimonialisme, awalnya itu berpusat pada struktur keluarga, khususnya pada otoritas ayah dalam keluarga, dengan demikian bersifat patriarki Weber 1978, kemudian bentuk pemerintahan serupa menjadi proyeksi dari patriarki kepada seperangkat hubungan sosial yang lebih luas. Ada dua bentuk patrimonialisme dalam analisis Weber, yakni pertama, bentuk patrimonialisme dicirikan oleh struktur atas-bawah, contohnya relasi sosial kaisar atau sultan dengan kasim atau pelayannya. Kedua, bentuk lain dari patrimonialisme adalah Feodalisme Eropa Barat, seperti terdiri dari aristokrasi ksatria. Bentuk feodal patrimonialisme akhirnya berkembang menjadi monarki konstitusional. Argumen Weber adalah bahwa seiring dengan berkembangnya modernitas, bentuk-bentuk patrimonial tradisional birokrasi pemerintahan akhirnya akan berubah menuju rasionalisme birokrasi kapitalis modern sebagai prinsip utama Birokrasi Pemerintahan.

2.3. Birokrasi Patrimonial di Indonesia