Paradigma Penelitian Metode Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Paradigma Penelitian

Paradigma yang dipilih untuk menghela penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme Denzin and Lincoln 1997. Pemilihan ini dilandasi oleh beberapa alasan, pertama, apa yang disebut sebagai realitas sosial atau suatu yang nyata merupakan konstruksi dalam fikiran para individu. Konstruksi bukan dunia “objektif” yang keberadaannya terpisah dari konstruktornya. Kedua, paradigma ini bersifat pluralis dan relativis, artinya dalam realitas sosial terdiri dari beragam konstruksi yang tak jarang terjadi pertentangan antar satu dengan yang lain. Kebenaran, secara historis, bersifat relatif. Kebenaran adalah hasil konstruksi yang menjadi konsensus pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan proses penelitian dan penulisan disertasi ini, yang merupakan hasil konstruksi dan konsesus dengan beragam individu, seperti pembimbing, kolega, informan dan lainnya, yang terkadang bertentangan namun memiliki makna sehingga proses penelitian dan penulisan bergerak dinamis. Di samping itu, sifat pluralis dan relativis juga terkait dengan kebudayaan Minangkabau yang beragam konstruksi adatnya dari masing-masing nagari. Adagium adat yang sering berulang diucapkan adalah adat salingka nagari, artinya keberlakuan adat hanya sebatas nagari tertentu. Berbeda nagari berbeda pula adatnya relativis, sehingga melihat Minangkabau Sumatera Barat yang terdiri dari lebih dari 500 nagari, beragam pula adatnya.

4.2. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini diarahkan pada pendekatan kualitatif dengan pilihan metode sosiologi sejarah dan hermeneutik-semiotik. Metode sosiologi sejarah bertujuan untuk melihat dinamikan sosial dari masa ke masa interaksi antara Birokrasi Pemerintahan dengan Otoritas Tradisional Minangkabau yang dimulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda, Orde Lama, Orde Baru dan Otonomi Daerah. Dari tinjauan dari masa ke masa ini, diharapkan akan terlihat jelas dinamika interaksi antara keduanya, kerjasama dengan azas simbiosis mutualisme, konflik, bersaing, atau satu pihak mendominasi pihak lain. Metode hermeneutik-semiotik bertujuan untuk menafsir teks-teks dan tanda-tanda semion yang muncul dalam proses perencanaan dan penganggaran. Metode ini, khususnya bagi masyarakat Minangkabau, dianggap penting karena dominannya peranan kata-kata, dan simbol-simbol. Bahkan, menurut Djakard 2006. Minangkabau adalah kerajaan kata-kata, tertib sosial di wilayah ini di sangga bukan oleh kerajaan dengan ribuan prajurit, serta tentara, tetapi melalui kata-kata. Kata-kata yang menyangga ketertiban sosial tersebut dapat berbentuk pepatah-petitih, simbol maupun kata sampiran dan kiasan lain. Oleh karenanya, pendekatan hermeneutik dan semiotik dianggap cocok untuk memahami subjek penelitian ini. Proses Penelitian mengikuti bagan alir yang disajikan pada Gambar 4.1 di bawah ini, INFORMASI LANGSUNG KATEGORISASI METODE KUALITATIF WAWANCARA MENDALAM DOKUMEN CATATAN LAPANGAN PENELITI PENULISAN PENAFSIRAN DATA INFORMAN OBSERVASI TERLIBAT BAGAN ALIR PROSES PENELITIAN Gambar 4.1 Bagan Alir Proses Penelitian 4.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu studi pustaka, observasi terlibat dan wawancara mendalam. Studi pustaka dilakukan dengan langkah-langkah menelusuri bahan pustaka buku, jurnal, arsip dan dokumentasi, termasuk data digital yang tersimpan dalam website yang relevan dengan subjek penelitian ini. Studi pustaka ini dilakukan di berbagai lembaga perpustakaan, seperti perpustakaan Institut Pertanian Bogor, perpustakaan Univ.Andalas Padang, Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor, Kementerian Keuangan, serta perpustakaan pribadi-pribadi dosen maupun kolega. Tujuan melakukan studi pustaka tersebut untuk menganalisis studi dinamika relasi Otoritas Tradisional dalam Birokrasi Pemerintahan, terutama dalam birokrasi patrimonial, serta interaksi keduanya dari masa ke masa. Selain itu, data yang dikumpulkan, baik angka maupun tulisan, mengenai perencanaan dan penganggaran APBD. Observasi terlibat dilakukan dengan cara tinggal menetap, baik di lapis satu dan dua lokasi penelitian ini yaitu Kanagarian Tabek Panjang dan Kecamatan Baso, maupun menetap di Kota Lubuk Basung yang menjadi lapis ketiga lokasi studi ini. Untuk itu partisipasi terlibat dalam penelitian ini adalah merupakan suatu cara di mana peneliti tidak bersifat pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang mungkin dalam berbagai situasi atau bahkan dapat berperan mengarahkan peristiwa-peristiwa yang sedang diteliti Spradley, 1997. Observasi berperan serta telah dilakukan dengan cara ikut serta hadir dalam proses perencanaan, di mulai dari musrenbang Jorong, Musrenbang Nagari, Musrenbang Kecamatan, hingga proses rapat paripurna di DPRD untuk membahas RKPD, KUA-PPAS, serta RAPBD. Tujuannya, di samping mengalami langsung proses perencanaan pada tingkat masyarakat, juga merasakan suasana dari proses tersebut yang sulit hanya di dapat dari proses wawancara mendalam dan dokumentasi data primer. Observasi berperan serta juga melihat pertarungan perebutan kursi DPRD pada tahun 2009, sehingga dapat dengan jelas mengalami bagaimana otoritas tradisional Minangkabau terlibat dalam kampanye hingga pemilihan suara tersebut. Observasi berperan serta juga peneliti lakukan dengan ikut bergaul bersama komisi KPUD Kabupaten Agam, untuk mendapatkan data otentik hasil pemilihan suara Pemilu Legislatif tersebut. Wawancara mendalam dilakukan untuk menjaring informasi terkait dengan proses di setiap tahap perencanaan dan penganggaran. Wawancacara mendalam dilakukan dalam rangka menggali “kisah nyata” berlangsungnya proses perencanaan pada tingkat lapangan yang di mulai dari Musrenbang Jorong, Musrenbang Nagari, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, Musrenbang Kabupaten, hingga menjadi RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Wawancacara mendalam juga dilakukan dalam rangka menggali proses berlangsungnya penganggaran, terutama pada proses penyusunan RKA-SKPD, KUA-PPAS dan penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD. Dalam pertautan wawancara mendalam tersebut didapat narasi kisah nyata proses perencanaan dan penganggaran. Penggunaan teknik dokumentasi, dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder, diantaranya data hasil proses perencanaan dan penganggaran seperti dokumen hasil musrenbang Jorong, Nagari, Kecamatan dan Kabupaten. Kemudian, RKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan Penjabaran APBD. Dalam hal ini juga dikumpulkan Perundangan yang terkait dengan aturan dan penetapan APBD, Peraturan Daerah PERDA yang berkenaan dengan penyusunan dan implementasi anggaran, Surat Keputusan SK Bupati, Nota Keuangan, risalah sidang, Surat Keputusan SKPD, berita surat khabar, serta bukti-bukti empiris tertulis lainnya yang terkait dengan perencanaan, penyusunan dan implementasi anggaran hasil dari interaksi Otoritas Tradisional Minangkabau dengan Birokrasi Pemerintahan. Tujuan pengumpulan data primer ini, di samping melihat konsistensi proses perencanaan dan penganggaran, juga sebagai data pembanding terhadap data primer yang didapat melalui proses wawancara. Diharapkan, dengan membandingkan hasil dokumen musrenbang di berbagai tingkatan hingga Penjabaran APBD, akan terlihat konsistensi kedua proses perencanaan dan penganggaran yang secara normatif mestinya berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan cara, pada lapis satu Nagari Tabek Panjang seluruh hasil musrenbang keempat jorong di kumpulkan. Peneliti ikut sebagai partisipan dalam kegiatan ini. Hasil musrenbang jorong kemudian diabandingkan dengan hasil musrenbang Nagari. Peneliti pun ikut terlibat sebagai partisipan dalam kegiatan ini. Dari hasil membandingkan kedua dokumen tersebut, diketahui mana usulan yang berasal dari jorong masyarakat nagari, mana yang kemudian usulan yang tidak jelas asal-usulnya naik di jalan. Terhadap temuan tersebut kemudian di lakukan wawancara terhadap informan. Hasil musrenbang nagari kemudian dibandingkan dengan hasil Musrenbang Kecamatan. Peneliti pun ikut terlibat sebagai partisipan dalam kegiatan Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten. Dari haril Musenbang Kecamatan kemudian di bandingkan draft RAPBD. Dari perbandingan ini terlihat mana usulan yang secara konsisten menjadi “penumpang” dan mana usulan yang “naik di jalan”. Jika naik di jalan, siapa yang punya kepentingan dan bagaimana manuver menaikkan hingga sampai RAPBD. Dalam proses penyusunan draft RAPBD seperti Renja-SKPD, penyusunan KUA-PPAS, RKA-SKPD hingga pembahasan RAPBD, peneliti juga “mengiringi” proses tersebut dengan mengikuti kegiatan beberapa informan elite beberapa Dinas, dan Anggota DPRD, terutama ketika mereka menyusun Renja, RKA dan upaya-upaya agar RKA menjadi bagian dari APBD Kab.Agam. Pada ranah perencanaan Musrenbang Jorong hingga Kabupaten, wawancara direkam melalui kaset rekaman. Hal ini sengaja dilakukan untuk memudahkan analisis dan terhindar dari lupa akibat melimpahnya informasi yang didapatkan dalam proses wawancara. Namun, pada ranah penganggaran, wawancara dilakukan tanpa direkam, karena tingkat kepekaan isi informasi yang dikumpulkan, sehingga rekaman akan berpengaruh terhadap informasi yang diberikan informan dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas data yang diperoleh.

4.4. Informan Penelitian