Kasus Ragam permainan Peran Danof

membandingkan informasi yang diperoleh dari informan lainnya. Tujuannya, untuk melihat konsistensi narasinya. Empat kasus sengaja dipilih untuk menunjukkan dinamisnya ranah penganggaran. 7.4. Kasus Ragam Permainan Peran Dalam Penganggaran

7.4.1. Kasus Ragam permainan Peran Danof

50 Salah satu ragam permainan peran Anggota DPRD dalam ranah penganggaran yang dinamis, seperti apa yang dialami Danof. Sebagai anggota DPRD yang duduk di Komisi D dan Banggar, salah satu mitra kerja komisinya adalah SKPD Dinas Pekerjaan Umum. SKPD ini merupakan salah satu dari tiga dinas yang memiliki anggaran belanja terbesar di Kabupaten Agam. Program- program dinas PU ini paling menjadi perhatian Anggota DPRD bukan saja dikarenakan RAB Rencana Belanja Anggaran setiap programnya, tapi juga di mana program dilaksanakan telah menjadi perhatian dan perebutan, yang berujung pada persaingan antar anggota Lembaga Legislatif, seperti ungkapannya berikut ini: .”… kitakan dari daerah pemilihan ini, …berarti membangun daerah ini untuk kita maju pada pemilu berikutnya itu udah tidak susah lagi. saya yang membagunkan jalan ini, mengaspal gitu kan, tinggal ngomong aja lagi kan. a biasanya itu ributnya di panitia anggaran ini. ” Danof Ungkapan di atas menunjukkan, bahwa di badan anggaran DPRD sendiri, terjadi persaingan memperebutkan di mana RAB 51 akan di tempatkan. Masing- masing anggota Banggar menginginkan pembangunan infrastruktur itu dilakukan di kampung serta pada basis suara atau daerah pilihannya. Ttarik menarik kepentingan di antara Banggar dan Partai, tidak terhindarkan. Seorang informan DPRD yang dituakan mengungkap suasana di pembahasan RAPBD, khusus di Badan Anggaran sebagai berikut; “Inyo iriak ka sinan, beko inyo iriak lo kasiko, orang siko iriak lo ka siko lai. Itulah karajo anggota Dewan tu. Indak dipakainyo do hasil Musrenbang tu. Inyo dahulukan kapantingan kampuang nyo, 50 Bukan nama sebenarnya. Menimbang etika penulisan karya ilmiah, Nama dan identitas informan dilindungi oleh peneliti. 51 Rencana Belanja Anggaran apo istilahnyo tu konstituen yo. Ambo lah mengecek, kalau indak dipakai hasil Musrenbang tu, bia lah ambo indak ikuik sato. Pakai se lah namo ambo di sinan 52 ” PSB. Untuk melancarkan pembahasan RAPBD, lembaga Eksekutif telah menyiapkan strategi khusus. Strategi pertama, pembahasan anggaran belanja DPRD biasanya langsung di pimpin Sekda, yang bertindak sebagai ketua TAPD, bersama Sekwan. Dalam pembahasan ini, biasanya Sekda “melonggarkan” pembahasan alokasi anggaran belanja DPRD dan Setda DPRD. “Longgar” disini bermakna, selagi usulan Sekwan DPRD masih memiliki aturan jelas, dan kemampuan keuangan mencukupi, maka beragam usulan DPRD akan disetujui, paling tidak berubah dari tahun kemarin. 53 Strategi ini dimulai ketika menyusun KUA-PPAS alokasi anggaran DPRD dan Set-DPRD ditekan rendah. Kemudian, pada pembahasan RAPBD dinaikkan dengan harapan imbalannya, pembahasan RAPBD di permudah, lihat tabel di bawah ini; Tabel 7.9. Perbandingan Antara Alokasi Anggaran PPAS dan APBD DPRD Kabupaten Agam Tahun 2007-2009 NO TAHUN PPAS Rp APBD Rp JUMLAH KENAIKAN Rp 1 2007 9.788.832.282 14.777.723.023 4.988.890.741 2 2008 12.873.204.000 16.349.030.282 3.475.826.282 3 2009 8.590.000.000 14.874.008.667 6.284.008.667 Sumber: PPAS dan Penjabaran APBD 2007 sd 2009 diolah Tabel di atas memperlihatkan pagu indikatif Set.DPRD dan DPRD yang telah ditetapkan pada PPAS, kemudian berubah signifikan pada APBD. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa Sekretariat DPRD dan DPRD mampu menekan TAPD untuk menaikkan anggarannya dan juga merupakan bagian dari strategi TAPD dalam “menjinakkan” DPRD. Strategi kedua, adalah mengalokasikan belanja anggaran pada daerah pilihan anggota Lembaga Legislatif secara merata. Belanja infrastruktur 52 Di geser ke situ, nanti orang situ menggesr pula ke sini. Orang Sini geser pula ke sini. Itulah kerja anggota dewan itu. Tidak dipakainya hasil Musrenbang. Dia dahulukan kepentingan kampuangnya. Apa istilahnya, konstituen ya. Saya udah tidak mau ikut campur membahas anggaran lagi selama hasil Musrenbang tidak dipakai menjadi acuan. Biarlah nama saya tercantum disana. 53 Hasil wawancara bersama anggota tim TAPD dialokasikan pada seluruh kampung atau konstituen anggota DPRD. RAB Dinas- Dinas yang memiliki program pembangunan, rehabilitasi infrastruktur seperti jalan, irigasi, jalan usaha tani, sarana pendidikan di upayakan pendistribusiannya merata di kampung atau Daerah Pilihan anggota DPRD. Meskipun dilakukan dengan cara memecah mata anggaran dan membagi rata anggaran dengan hanya memberi masing-masingnya 1 Km untuk peningkatan jalan. Padahal, panjang jalan masing-masing jalan beragam. Strategi ketiga , memberi “alokasi” alokasi dana pada anggota DPRD yang memiliki posisi yang berhubungan langsung dengan pembahasan dan pengesahan RAPBD untuk ditempatkan pada daerah yang dikehendaki anggota DPRD Banggar, seperti ungkapan Danof berikut ini: “…contohkan begini, kita udah deal nih dengan PEMDA-TAPD kita dikasih, ada 100 juta, silahkan panitia anggaran mengalokasikan proyek 100 juta per orang, nih kita ada dua orang dari Partai, kita biasanya mengasih tahu yang lain, kasih tahu fraksi, nih 200 juta mau kita bangun apa, karena 200 juta mungkin yang penting di DAERAH PILIHAN itu. Nah kawan-kawan yang lain itu saya lihat mereka nggak ngasih tahu yang lain. ada tiga orang dia disitu dapat alokasi 300 juta dia aja yang nulis usulannya… sampai mereka anggota Panggar dari Partai tersebut sepakat di antara, jangan sampai diketahui anggota sesama partai, red yang lain”. Danof Kutipan wawancara di atas, mengindikasikan bukan saja terdapat hubungan transaksional di antara TAPD dan anggota DPRD, tetapi juga mengindikasikan persaingan antar sesama anggota DPRD dalam fraksi partai yang sama. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa partai hanya sebagai kendaraan politik saja, anggota dewan sendiri yang membiayai mulai dari proses pencalonan hingga pemilihan dirinya menjadi anggota DPRD. Di samping itu, fenomena mengalokasikan sendiri “alokasi” alokasi anggaran, tanpa berkoordinasi dengan fraksi, dalam rangka memenuhi janji-janji politik pada konstiutennya ketika masa pemilu lembaga Legislatif. Ragam peran lain yang dilakukan Danof dalam penganggaran adalah menjalin kerjasama dengan SKPD untuk menitipkan usulan program kerja pada SKPD dengan prinsip transaksional dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Perwujudannya seperti dengan cara. SKPD membuat program kerja yang di tempatkan pada kampung atau konstituen Danof, atau sebaliknya, Danof menitip kepentingan khususnya pada SKPD ketika Renja SKPD atau RKA-SKPD disusun. Hubungan transaksional tersebut, pada prinsipnya saling menguntungkan. Bagi SKPD titipan atau program yang penempatannya pada konstituen anggota DPRD, menjadi jaminan bagi mereka agar programnya tidak digugurkan oleh TAPD dan mendapat dukungan dari DPRD untuk diperjuangkan dalam penganggaran. Indikasi lain dari fenomena titipan berbasis hubungan transaksional ini adalah titipan Danof dari par tai untuk meningkatkan kualitas Da’i. Partai Danof, memiliki banyak program yang muaranya adalah memperbesar partai dengan memperbanyak jumlah populasi konstituen. Sasaran utama yang ingin dijadikan konstituen loyal adalah umat Islam, maka banyak program dibuat untuk menarik masa Islam tersebut. Salah satunya, melalui program peningkatan kualitas Dai. Teknisnya, membuat pelatihan untuk Imam dan khatib di Kabupaten Agam. Program ini jelas membutuhkan dana yang sulit dibebankan pada partai dan konstituen. Ma ka program itu “dititipkan” kepada SKPD Dinas Agama dan Pendidikan. SKPD tentu dengan antusias menyambut program tersebut, karena jelas akan menambah alokasi anggaran buat SKPD dan besar kemungkinan program tersebut dapat dibiayai oleh APBD, sebab, Pertama, program tersebut masih dapat diterjemahkan dari RPJMD Kabupaten Agam poin kelima, yakni peningkatan Pemahaman, Pengamalan Norma dan Adat. Kedua, akan diperjuangkan oleh Danof dan fraksinya dalam penganggaran yang kemudian menjadi salah satu program APBD 2008. Seperti ungkapan Danof berikut: “…partai ya biasanya tentu ada kebijakan begitu. kepentingan partai tentu ada. diusulkan ke panitia anggaran. contoh kita misalnya pak, saya nggak tahu ya partai lain kan, tentu kawan- kawan di partai tentu punya usulan program juga. walaupun, tujuannya seperti inilah, kita ingin mengadakan pelatihan imam khatib. kita kan Partai Islam seperti itu, kalau itu di bebankan ke masyarakat atau ke Partaikan kan berat jadinya. maka program ini kita usulkan ke PEMDA menjadi program dia. nah, itukan salah satu kepentingan partai. ndak tahu saya kalau partai lain itu gimana. saya rasa pasti adalah kepentingannya.” Danof Dari penjelasan kutipan di atas, bisa dilihat bahwa program partai dengan cara kreatif dapat di biayai oleh APBD. Program peningkatan pengetahuan Imam dan Khatib, dapat saja merupakan pelatihan untuk ujung tombak pemasaran Partai atau bagian dari pencitraan partai terhadap masyarakat Minangkabau di Agam yang beragama Islam. Ragam permainan peran lain Danof adalah dengan menitipkan kepentingan khususnya pada SKPD dengan mengandung unsur “paksaan”. Seperti telah dijelaskan di atas, usulan program kerja baru sering muncul pada ranah Penganggaran, baik melalui RKA-SKPD yang dikompilasi kemudian menjadi RAPBD, atau penambahan baru ketika proses pembahasan RAPBD yang syarat dengan suana “tawar menawar”, seperti ungkapan Danof berikut: “..jadi di dewan yang paling favorit itu komisi D itu yang menangani pembangunan itu. Karena dia mengatur proyek- “…proyek gitukan, jalan dibangun di mana. disi ni ni. Walaupun kekuasaannya sedikit sekali, komisi D ini. Kecuali kita bermain di belakang, main bagak. ada juga beberapa kawan saya komisi D seperti itu. dia memang seperti itu pak, atau memang itulah politik, kita aja yang nggak ngerti politik. Sebelum diajukan ke komisi D, misalnya rencana pembangunan prasarana jalan di Agam, sebelum masuk itu si anggota dewan ini udah langsung ke kepala Dinas PU, Pak tolong masukan ciek itu. awak pak masuakan, a kan bahasanya kan model tu macam-macam. akhirnya dimasukkan juga walaupun itu nggak sesuai dengan MUSREMBANG, nggak inilah segala macam, depan rumahnya misalnya begitukan, depan rumahnya anggota dewan, seperti itu. tapi kalau rapat-rapat formal itu nggak terlalu kelihatan, tidak kentara. a kita ingin merubah sistem sepertri itu.Danof Dari penjelasan kutipan di atas, usulan program yang di titipkan pada Renja-SKPD atau RKA-SKPD yang bersumber dari kepentingan khusus untuk kampung, basis suara terkandung pula substansi filsafat alam, babiliak ketek- babiliak gadang. Hal ini terlihat pada usulan untuk pembangunan dan peningkatan jalan di kampung anggota DPRD, tetapi jalan yang diusulkan tersebut melalui rumahnya. Sedangkan rumah beliau, biasanya, berada dalam areal tanah yang terdiri dari kumpulan rumah satu kaum. Namun, penitipan kepentingan khusus ini tidak selalu berjalan lancar dan langsung dapat direalisasikan. Perlu upaya lain untuk mendapatkannya, seperti paksaan. Danof pernah melakukannya, seperti ungkapan Danof berikut ini; “ ada jalan ke Nagari Batu Kambing, sepanjang 5 Km. Untuk melalui jalan sepanjang 5 Km itu dibutuhkan waktu 45 menit untuk memempuhnya. Karena jalan tersebut dalamkondisi rusak parah. Jika hujan jalan itu sangat sukar dilalui. Nagari-Nagari yang melalui jalan itu terisolir, banyak ibu hamil ketika akan melahirkan bidan tidak mampu menangani kemudian harus di bawa ke RS, meninggal di sana, karena sukar ditempuh. Maka saya usulkan pengaspalannya.Baru dikabulkan pada tahun ketiga. Itu pun hanya 1 Km. Tahun kesatu nggak dapat, tahun kedua nggak dapat. Tahun kedua ini katanya mau masuk tapi ternyata nggak masuk. tahun ketiga saya udah nggak mau lagi. Terakhir mau disyahkan itu saya ngomong sama PU, orang lain sampai berapa kilo bisa masukan, saya sampai 2 tahun nunggu nggak bisa-bisa, jadi tolong saya dikasih tahu apa alasannya, saya hari ini tolong jawab sebelum yang lain bicara, atau saya mau seperti yang lain, ngancam-ngancam PU baru bisa, harus seperti itu, dia jawab, ini anggarannya udah habis pak, nggak mau tahu saya. saya tunggu jawabannya. akhirnya dapat 1 km. Danof Dari penjelasan kutipan di atas, pembahasan RAPBD memperlihatkan dinamikanya sendiri. Peran DPRD untuk mempengaruhi alokasi anggaran sangat kuat, sehingga lembaga Eksekutif kemudian mengabulkan permintaan DPRD tersebut. Fakta empiris ini konsekuen dengan pendapat Samuels 2000, dalam Abdullah, 2006, bahwa terhadap usulan anggaran yang diajukan pemerintah, lembaga Legislatif dapat melakukan perubahan, terutama dalam dua hal, 54 pertama, merubah jumlah anggaran. Kedua, merubah distribusi belanja atau pengeluaraan dalam rancangan rencana anggaran tersebut. Namun, fakta ini dapat juga ditafsirkan DPRD juga menjalankan sebahagian peran lembaga Eksekutif Pemda yakni membuat program kerja dan menentukan alokasi RAB nya. Usulan program pembangunan dan peningkatan jalan yang diberikan Danof pada Dinas PU tersebut, sesungguhnya berasal dari kepentingan khusus partainya. Usulan tersebut merupakan program titipan dari partai karena Nagari BK yang tempatnya terisolir tersebut merupakan basis suara partai Danof. 54 Mengikuti kekuasaan lembaga Legislatif yang umum, terdapat empat kemungkinan perubahan yang dilakukan legialatif terhadap rencana rancangan anggaran, pertama, mengurangi atau menaikkan pendapatan. Kedua, meminta pengesahan lembaga Eksekutif sebelum keputusan akhir untk menaikkan pengeluaran. Ketiga, dapat menaikkan pengeluaran, jika pendapatan nya juga naik. Keempat, lembaga Legislatif dapat menaikkan, menurunkan pengeluaran atau pendapatan tanpa ada pembatasan. Dengan pola seperti tersebut di atas, Danof juga dapat membangun kampungnya seperti, jalan, jembatan, irigasi dan pembangunan lapangan Sepak Bola untuk pemuda di kampungnya. lihat penjelasan permainan peran kolektif DPRD selanjutnya. Dari ungkapan Danof di atas, dengan beragam peran yang dimainkan, jika disimpulkan maka akan didapat penjelasan sebagaimana Tabel 7.10 sebagai berikut; Tabel 7.10. Ragam Peran Danof Dan Relasi Kekuasaan Aktor Dalam Penganggaran Klasifikasi Aktor Danof Relasi Keterangan DPRD Komisi Bersaing Karena “alokasi” alokasi terbatas yang dapat disetujui elite birokrasi, maka persaingan, baik intra dan antar komisi tidak terhindarkan Fraksi saling dukung Di “tua” kan oleh fraksi. Memperjuangkan program partai melalui fraksi. Namun, tidak memperjuangkan “bawaan” nya pada fraksi Panggar Saling dukung Bagian dari Tim Panggar. Bersama memperjuangkan memperbanyak belanja langsung untuk rakyat dan Daerah Pilihan bersama tim yang lain Birokrasi Bupati Konflik atau berseberangan Terutama dengan proyek mercusuar bupati sport centre yang mengurangi jumlah belanja untuk basis suara konstituen TAPD Konflik atau berseberangan Karena TAPD selalu memangkas anggaran dan mencederai kesepakatan yang telah disetujui oleh TAPD dan Panggar karena alasan keterbatasan keuangan. Hal terlihat pada, hal-hal yg telah disepakati ketika RAPBD di bahas, ternyata tidak tercantum ketika APBD di cetak. SKPD Bersaing dan transaksional “bawaan” Danof Sering ditolak Akibat dana dan program telah dimenangkan oleh elite puncak. Sering hanya kebagian alokasi program senilai 100 juta yang kemudian dialokasikan kebanyakan pada Daerah Pilihan Namun, terdapat program partai yang diterima SKPD Tradisional Jorong Saling dukung usulan program “bawaan” berasal dari Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama, dan pemuda yang merupakan kebutuhan Jorong Nagari saling dukung Usulan berasal dari “urang nan ampek jinih”. Kecamatan Saling dukung Banyak usulan “bawaan” juga berasal dari Kecamatan, namun tidak signifikan Sumber: Diolah dari Data Primer 2010 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam rangka mendapat alokasi anggaran APBD, ragam peran Danof menyebabkannya terlibat dengan beragam hubungan yakni lembaga Eksekutif TAPD, SKPD, Bupati, Lembaga Legislatif Fraksi, Komisi, Elite Lembaga Legislatif serta OTM mulai dari tingkat Jorong, Nagari dan Kecamatan. Lembaga Eksekutif, dalam kajian ini yang diwakili oleh SKPD, TAPD dan Bupati bukan suatu kelompok yang padu. Beberapa SKPD, terutama SKPD “kurus” dengan belanja minimal, melakukan “perlawanan” terhadap TAPD dengan melibatkan Lembaga Legislatif untuk memaksimalkan anggaranya. Hal yang sama juga terlihat pada Lembaga Legislatif, kelompok ini terdiri dari fraksi-fraksi, komisi-komisi yang berbeda dengan kepentingan yang berbeda pula. Bahkan, Lembaga Legislatif terdiri dari individu-individu yang tidak memiliki visi dan misi yang sama dengan partainya. Pertarungan di antara sesama anggota Lembaga Legislatif tidak terhindarkan, ketika memperebutkan alokasi belanja Anggaran dari SKPD dengan belanja terbesar PU, Pendidikan, Kesehatan yang hendak dialokasikan pada kampuang dan Nagari yang merupakan basis suaranya. Begitu pula dengan pemilih, seperti telah dijelaskan di atas, yang merupakan representasi OTM tidak pula kelompok yang padu. Mereka terdiri dari Nagari-Nagari yang otonom, kaum-kaum urang nan ampek jinih bahkan jorong dan kaum yang relatif kekuasaanya terdesentralisasi dengan kepentingan yang berbeda pula. Keseluruhannya memperlihatkan ranah penganggaran APBD sangat dinamis. Lebih lanjut lihat bagan alir berikut ini, RELASI AKTOR DALAM RAGAM PERAN DANOF OTORITAS TRADISONAL BASIS SUARA PARTAI OTORITAS TRADISONAL KAMPUANG DAN NAGARI NAGARI Basis Suara Partai Kampung Dan Nagari DANOF PARTAI RKA-SKPD RAPBD APBD RANAH PENGANGGARAN TRANSAKSIONAL SKPD-DANOF TRANSAKSIONAL TAPD-DANOF Sumber: Data Empiris 2010 Gambar 7.4 Relasi Aktor dalam Ragam Peran Danof 7.4.2. Kasus Ragam Permainan Peran Liryanda Ragam peran lain adalah seperti yang dilakukan oleh Liryanda, salah seorang anggota DPRD dari partai Islam, yang telah duduk menjadi anggota Dewan selama tiga periode berjalan. Mulai terpilih menjadi anggota DPRD sejak tahun 2000, dalam beberapa periode, beliau menjadi bagian dari kelompok elite Lembaga Legislatif, memiliki ruang “bilik ketek” 55 bersama kelompok elite Lembaga Eksekutif, serta menjadi salah satu pemeran penting arsitek penganggaran. Di antara hasil dari “buah karyanya” adalah, Alokasi Rp. 500 Juta masing Anggota Tim Panggar pada tahun anggran 2008 berjumlah 10 orang, plus Ketua dan dua orang wakil Ketua, serta Alokasi Rp.500 Juta untuk 40 orang anggota DPRD lihat penjelasan permainan peran kolektif DPRD selanjutnya tahun anggaran 2009 yang merupakan hasil dari forum “bilik ketek”, seperti ungkapannya berikut ini; 55 Bilik Ketek i i se uah istilah politik lokal ya g e u jukka suatu perte ua yang membahas hal penting dan rahasia, oleh elite. Basanya, dalam politik lokal, di tingkat Nagari, banyak hal penting di dapat diselesaikan dan diputuskan melalui media ini. Jika diterjemahkan ilik Ketek pada a ya adalak ilik ke il. “ Itu Bupati tahu, tapi teknisnya dengan Tim anggaran Pemerintah Daerah TAPD. Dan itu alokasi Cuma Panitia Anggaran yang punya Hak, gitu kan. Dan Terakhir ini, APBD 2009, memang semuanya yang dapat. ” Liryanda Dari penjelasan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa pembahasan penganggaran di Kabupaten Agam, tidak selalu apa yang terlihat dalam ruang- ruang formal, namun, terdapat pula ruang-ruang informal yang justru substansi penganggaran di bahas disana dan memiliki faktor penentu. Fakta ini konsekuen dengan pendapat von Benda-Beckman 19842000; 21, bahwa istilah musyawarah di Minangkabau mempunyai makna lebih dalam daripada yang terkandung dalam perundingan formal selama persidangan resmi. Berbagai perundingan di dalam kelompok-kelompok kecil orang yang berlangsung di luar persidangan juga merupakan bagian integral dari proses tersebut yang pada akhirnya mempengaruhi kesepakatan di dalam sidang resmi. Bagi anggota DPRD, tidak ada yang salah dengan ragam peran yang mereka mainkan dalam proses Penganggaran. Bahkan, tak jarang dari mereka, ketika usulan mereka berhasil dan program tersebut dilaksanakan, mereka akan mengumumkan kepada orang kampung, atau masyarakat di mana program tersebut ada, bahwa proyek yang sedang berjalan adalah hasil kerja, jerih payah mereka sebagai anggota DPRD, seperti ungkapan berikut ini; “..nan bedonyo, ado pulo inyo tagak di proyek tu, a mangecek ka tukang-tukang nan sadang bakarajo tu, ini kerja ambo ko, ini hasil usulan ambo ko, 56 informan P.S.B “..kadang-kadang anggota dewan ini dapat anggaran segitu ngomongnya bukan main lo ke masyarakat.” Liryanda Pada alokasi dana, yang diperoleh secara kolektif bersama anggota DPRD, tahun 2009 dari 500 juta yang dijanjikan Lembaga Eksekutif, dalam kenyataannya Liryanda hanya mendapat 250 juta. Alokasi tersebut seluruhnya dialokasikan pada kampung halamannya dalam bentuk program pengecoran jalan Sekolah Dasar, Rehabiltasi Irigasi. Seperti ungkapannya berikut; 56 yang lucunya, sampai dia tegak di proyek yang sedang berjalan itu, dan berbicara dengan tukang- tuka g ya g seda g ekerja, i i kerja saya ih, hasil usula saya “Ada pembangunan jalan SD. SD nya jalan tanah, jadi kalau hujan berlumpurlah sekolahnya. Kita anggarkan kesana Rp.50 juta untuk menyecoran jalan. Kemudian ada lagi irigasi. di kampung saya itu ada irigasi, jadi irigasi itu karena air sudah susah, tali bandanya suka runtuh gitu. Memang itu usulan masyarakat, kalau dikuatkan irigasinya pak, akan bisa mengairi sawah-sawah di bawahnya, kalau selama ini nggak sampai.Liryanda Dari penjelasan kutipan di atas, dapat menjadi bukti bahwa peran OTM yang berasal dari kampung memiliki peran penting bagi Liryanda. Basis utama perolehan suara terbesar yang diperoleh selama 3 periode Pemilu, yakni ± 90 persen perolehan suara, berasal dari kampung halamannya ini. 57 Sehingga, prioritas alokasi usulan anggaran yang diperolehnya adalah kampung halamannya. Ragam peran lain yang dimainkan Liryanda, dalam ranah penganggaran, diluar usulan Musrenbang adalah menitipkan program untuk Sekolah Dasar Islam Terpadu pada APBD tahun 2008 hingga periode 2009. Program ini merupakan program pengadaan guru Agama untuk mengajar di sekolah-sekolah dasar yang ada di Kabupaten Agam. Justifikasi dari program ini adalah poin kelima RPJMD 2005-2010, yakni tentang pembangunan Norma Agama dan Adat. Disamping itu, pelajaran agama dianggap kurang pada sekolah-sekolah dasar Negeri yang ada di Kabupaten Agam, sebagaimana ungkapannya berikut ini; “..ya memang kita yang mengidekannya, Pola SD IT. Bupati pun oke juo. Karena memang, daerah-daerah seperti Tiku itu indak ada MDA nya. Anak-anak disitu belajar agama, belajar formal saja. .. a SD plus itu kita anggarkan tamatan IAIN untuk mengajar tambahan pelajaran agama disekolah itu. a itu jumlahnya sekitar 100 oranglah. ” Liryanda Pada pelaksanaannya, dikontrak guru sebanyak 96 orang, dengan kualifikasi tamatan strata satu S1 Institut Agama Islam Negeri IAIN, masing- masing mendapat honor Rp.750.000,- per bulannya dengan kewajiban mengajarkan pelajaran Agama Islam pada Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kabupaten Agam. dan satu SMP. Masing-masing kecamatan mendapat alokasi 3 sekolah, dengan perincian dua SD dan satu SMP. Masing-masing sekolah mendapat dua orang guru. Jadi, masing-masing kecamatan mendapat enam orang 57 Hasil wawancara bersama Liryanda dan komisioner KPU guru agama honorer untuk ditempatkan di 2 SD dan 1 SMP. Jika jumlah kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Agam adalah 16 Kecamatan, maka jumlah keseluruhan guru Agam Islam honorer ini adalah 96 orang. Total anggaran hampir mencapai per tahunnya Rp.750.000.000,- Pada pembahasan RAPBD tahun anggaran 2009, program ini tidak tercantum dalam RAPBD untuk dibahas. Liryanda kemudian memanggil Kepala Dinas Pendidikan untuk minta klarifikasi tidak berlanjutnya program SD IT dan SMP plus tersebut pada tahun 2009. Seperti ungkapannya berikut ini; “…guru-guru itu lapor ke kita, pak ba a nasib kami ko. Katonyo indak ado lai, mau dihabiskan program ko…kami tanyo ka Dinas, ba a ko indak dianggarkan itu, kan alah menjadi program Bupati, ba a kok dinas indak menganggarkan. alasan Dinas pendidikan, red kita enggak ada lagi anggaran pak. Plafond anggaran alah habis. Sementara iko yang wajib-wajib se lai nan dilaksanakan, a kalau dimasuakkan ko dima diambiak lai dananyo? Udah, kemudian kita bicarakan lagi dengan TAPD, kok ba a caronyo, program ko harus masuakan lo baliak Keceknyo TAPD, iyo pak, iyo pak .a itu ” Liryanda Ungkapan kutipan di atas, membuktikan bahwa pendapat Johnson 1994 masih cukup relevan, bahwa birokrasi merespon semua tekanan yang diberikan oleh lembaga Legislatif dalam proses penganggaran dan membuat kebijakan publik. Sehingga, sesuai dengan pendapat Havens 1996, tidak ada keharusan lembaga Legislatif memiliki acuan yang sama dengan pemerintah. Hal tersebut membuktikan pendapat Samuels 2000, dalam Abdullah, 2006, mengenai usulan anggaran yang diajukan Lembaga Eksekutif, Lembaga Legislatif dapat melakukan perubahan, terutama dalam dua hal, 58 pertama, merubah jumlah anggaran. Kedua, merubah distribusi belanja atau pengeluaraan dalam rancangan rencana anggaran tersebut. Adapun ragam peran yang yang dilakukan Liryanda dalam ranah penganggaran, seperti terlihat dalam matriks berikut ini; 58 Mengikuti kekuasaan lembaga Legislatif yang umum, terdapat empat kemungkinan perubahan yang dilakukan legialatif terhadap rencana rancangan anggaran, pertama, mengurangi atau menaikkan pendapatan. Kedua, meminta pengesahan lembaga Eksekutif sebelum keputusan akhir untk menaikkan pengeluaran. Ketiga, dapat menaikkan pengeluaran, jika pendapatan nya juga naik. Keempat, lembaga Legislatif dapat menaikkan, menurunkan pengeluaran atau pendapatan tanpa ada pembatasan. Tabel 7.11. Ragam Peran Liryanda Dan Relasi Kekuasaan Aktor Dalam Penganggaran Klasifikasi Aktor Liryanda Relasi Keterangan DPRD Komisi Bersaing Karena “alokasi” alokasi terbatas yang dapat disetujui elite birokrasi, maka persaingan, baik intra dan antar komisi tidak terhindarkan Fraksi saling dukung Di “tua” kan oleh fraksi. Memperjuangkan program partai melalui fraksi. Namun, tidak memperjuangkan “bawaan” nya pada fraksi Panggar Saling dukung Bagian dari Tim Panggar. Bersama memperjuangkan memperbanyak belanja langsung untuk rakyat bersama tim yang lain Birokrasi Bupati “urang tangah” Sebagai mediator bagi DPRD dan Bupati. Memiliki media informal sebagai pertemuan rutin bilik ketek bersama Bupati. TAPD Konflik atau berseberang an Berseberangan, karena TAPD selalu memangkas anggaran karena keterbatasan keuangan. Sering hasil kesepakatan bersama, baik pada forum “bilik ketek” dengan Bupati maupun antar TAPD dengan Panggar, di langgar oleh TAPD, dengan alasan keterbatasan dana. SKPD Saling dukung TAPD sering minta bantuan Liryanda agar anggaran bertambah dan programnya diperjuangkan dalam pembahasan RAPBD antara Panggar dan TAPD dan menjadi bagian APBD. Bekerjasama dengan SKPD, melalui Renja dan RKA-SKPD, Liryanda menitipkan “bawaan”nya, kemudian di giring hingga masuk APBD. Hubungan Liryanda dan SKPD saling menguntungkan Tradisional Jorong Saling dukung usulan program “bawaan” berasal dari Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama, yang merupakan kebutuhan Jorong Liryanda mendapat jaminan suara dari kampung ketek nya ini. Nagari saling dukung Saling dukung, dengan WaliNagari. Sebagian Usulan berasal dar i “urang nan ampek jinih ”. Liryanda mendapat jaminan dukungan suara dari Nagarinya ini Jumlah suara yg didapat, 90 persen dari jorong dan Nagarinya. Kecamatan Saling dukung Banyak usulan “bawaan” juga berasal dari Kecamatan namun tidak signifikan Sumber: Data Primer 2010 Diolah Dari Matriks di atas menunjukkan bahwa Liryanda memliki ragam peran dalam ranah penganggaran. Peran tersebut dilakukan dalam rangka melancarkan “bawaannya” untuk di titipkan pada RKA-SKPD seperti program SD dan SMP Islam Terpadu, pengadaan komputerisasi untuk Dinas CAPILSISDUK di Agam Timur dan pada proses ketika RAPBD di Bahas seperti manuver kolektif anggota DPRD, Alokasi dana Bansos. Dari matriks di atas, satu-satunya yang memiliki posisi peran berseberangan atau bahkan dapat mengarah konflik adalah dengan TAPD. Menurutnya, TAPD sering merusak kesepakatan yang telah dibangun bersama Kepala Daerah yang dihasilkan dalam forum “bilik ketek”, sering ingkar terhadap kesepakatan yang telah diputuskan secara bersama seperti kasus manuver kolektif anggota DPRD. Selebihnya, Liryanda berperan sebagai pendukung dan pesaing dalam ranah penganggaran dengan aktor-aktor yang berbeda. seperti terlihat dalam gambar berikut; RELASI AKTOR DALAM RAGAM PERAN LIRYANDA OTORITAS TRADISONAL BASIS SUARA PARTAI OTORITAS TRADISONAL KAMPUANG DAN NAGARI NAGARI Basis Suara Partai Kampung LIRYANDA RKA-SKPD RAPBD APBD RANAH PENGANGGARAN TRANSAKSIONAL SKPD-LIRYANDA TRANSAKSIONAL TAPD-LIRYANDA Sumber: Data Empiris 2010 BUPATI TAPD FORUM BILIK KETEK NAGARI Gambar 7.5 Relasi Aktor dalam Ragam peran Liryanda

7.4.3. Kasus Anggota DPRD Berperan Sebagai Lembaga Eksekutif