Stratifikasi sosial dalam Nagari, berdasarkan masa lamanya Kaum mendiami sebuah Nagari Kato, 1982. Mereka yang merupakan turunan dari
kelompok pertama yang membuka Nagari mempunyai kedudukan tinggi dalam Nagari
. Mereka disebut dengan “Urang Asa” orang asal. Mereka yang datang kemudian lantas disebut urang datang orang biasa. Sistem stratifikasi menjadi
semakin bervariasi, ketika perubahan kultural dan struktural terjadi, akibat kontak budaya dengan bangsa lain, dalam Nagari. Perubahan tersebut seperti mulai
dipandangnya pencapaian pendidikan, kekayaan dan pangkat sebagai dasar stratifikasi sosial di dalam Nagari.
2.4.3. Adat Minangkabau
Dasar pokok falsafah adat Minangkabau adalah, Alam. Falsafah adat ini, tidaklah sulit karena berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
alam nyata. Alam alam nyata, secara kultural ideasional, mengandung makna yang sangat tinggi. Alam, bukan saja sebagai tempat lahir, tempat hidup, tempat
berkembang biak, dan tempat dimana kita mati, namun lebih dari itu alam mengandung makna filosofis sebagai Guru. Pepatah adat Minangkabau
mengatakan; alam takambang jadi guru. Oleh karenanya, pepatah, petuah, mamangan adat Minangkabau selalu menggambarkan bentuk, sifat dan kehidupan
alam. Sedangkan dasar falsafah susunan masyarakat Minangkabau adalah dari bersama, oleh bersama dan untuk bersama. Azaz kebersamaan tersebut, menjadi
landasan susunan masyarakat. Kebersamaan satu Kaum terwujud dalam sistem kekerabatan matrilineal, dimana sepanjang hayat individu adalah anggota dari
kekerabatan matrilineal, tidak berubah meski melangsungkan perkawinan atau pergi merantau.
Prinsip utama dalam pengambilan keputusan dalam Nagari, baik ketika sengketa maupun non-sengketa, didasarkan pada musyawarah untuk mencapai
mufakat. Musyawarah ini dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat Paruik, hingga Suku. Pemimpin-pemimpin pada masing-masing tingkat kelompok
genealogis, dipilih di antara anggota Kaum dan dapat diganti sesuai dengan kebutuhan. Dalam konsepsi adat, pemimpin bukanlah bersifat mutlak.
Terhadap laki- laki, terdapat dua “pesan adat”. Pertama, melakukan
mobilitas sosial merantau, yang berguna sebagai menaikan marwah laki-laki,
sebab belum dapat dikatakan dewasa seorang laki-laki selagi belum merantau. Pesan lainnya juga, menolong pusaka, dengan memperkaya jumlahnya, baik
kualitas maupun kuantitas yang dapat dilakukan dari surplus hasil rantau. Dalam bidang ekonomi, falsafah adat Minangkabau mengatur bahwa tidak
ada kepemilikan individual, semuanya dimilik bersama komunal, seperti tertuang dalam falsafah susunan masyarakatnya. Seluruh Harta adalah merupakan
pusaka, dimana berfungsi sebagai sumber dana, baik dana Kaum maupun dana bersama. Ia merupakan jaminan sosial social security. Namun, fakta empiris saat
ini telah mulai memperlihatkan kepemilikan pribadi di dalam Nagari. Meskipun kepemilikan itu, pada akkhirnya ketika diwariskan akan menjadi milik keluarga.
2.5. Kontestasi Elite