1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses belajar tidak hanya terjadi di dalam kelas atau lingkungan sekolah saja, melainkan dapat dimana saja dan kapan saja tidak hanya
bergantung pada jam sekolah. Dalam dunia pendidikan, mata pelajaran matematika harus diberikan kepada siswa mulai jenjang usia sekolah
dasar. Sehingga siswa mempunyai bekal kemampuan untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama
dengan lingkungan. Kegiatan belajar akan terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, saat bergaul dengan orang maupun saat menghadapi suatu
peristiwa. Akan tetapi tidak semua interaksi dengan lingkungan dapat disebut dengan proses belajar. Proses belajar akan terjadi bila setiap orang
bisa berinteraksi aktif dan melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. “Belajar” pada manusia boleh dirumuskan
sebagai berikut: “Suatu aktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. W.S. Winkel,
1987 : 36. Di sekolah, belajar membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
sehingga pembelajaran yang dilakukan benar-benar memberi makna pada
siswa. Salah satu mata pelajaran yang menjadi sorotan dari berbagai pihak adalah mata pelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena banyak
siswa yang beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang membosankan dan sulit, seperti pengakuan beberapa siswa kelas XI SMA
Pangudi Luhur St. Vincentius Giriwoyo. Siswa tersebut merasa bosan dan tidak menyukai matematika, itu mengakibatkan siswa tidak mau berusaha
mempelajari mata pelajaran tersebut, dan menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit.
Dalam pembelajaran matematika di SMA Pangudi Luhur St.
Vincentius Giriwoyo, guru biasa menggunakan metode lama, dalam arti komunikasi pembelajaran biasanya berlangsung satu arah yaitu ceramah
dari guru ke siswa. Guru lebih mendominasi proses pembelajaran. Metode
ceramah ini biasanya disebut dengan metode konvensional. Istilah metode konvensional sama artinya dengan metode tradisional. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, konvensional adalah tradisional 1989 : 459 sedangkan “tradisional” berarti sikap dan cara berpikir serta bertindak
yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun 1989 : 959.
Guru cenderung aktif menerangkan dan mentransfer pengetahuannya kepada siswa. Dengan situasi seperti ini,
ada kecenderungan akhirnya siswa hanya menjadi pasif dan mendengarkan guru saja. Keadaan seperti ini mengakibatkan siswa menjadi tidak kreatif
dan bosan dengan kegiatan mendengarkan guru di kelas. Kebosanan yang dialami siswa juga akan berdampak pada kosentrasi belajar siswa, jika
siswa tidak berkonsentrasi dengan baik, maka akan berpengaruh juga terhadap hasil belajar siswa.
Dari hasil observasi pembelajaran matematika di kelas XI IPS 1 SMA Pangudi Luhur St. Vincentius Giriwoyo pada tanggal 31 Maret 2012
peneliti melihat siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Siswa cenderung belum berani dan malu-malu untuk mengajukan pertanyaan bila
belum jelas, bahkan terkadang siswa hanya diam mendengarkan saja. Demikian adalah garis besar situasi di dalam kelas saat proses
pembelajaran. Akan tetapi memang ada beberapa siswa yang cenderung lebih aktif daripada siswa yang lain. Ada beberapa siswa tertentu yang
berani bertanya dan aktif dalam proses pembelajaran. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika pada tanggal 31 Maret
2012, beliau menyebutkan bahwa semangat belajar siswa belum muncul. Kesadaran untuk semangat belajar dari dini belum tumbuh dari pribadi
siswa masing-masing. Saat akan diadakan testujian barulah siswa belajar untuk mengejar materi pelajaran.
Menanggapi masalah di atas, maka metode kooperatif menjadi saran yang tepat untuk mengoptimalkan tujuan belajar. Karena saat ini
metode yang gemar dikembangkan adalah metode kooperatif, metode yang tidak hanya sekedar mengandalkan transfer pengetahuan guru
melainkan membangkitkan anak untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu metode kooperatif adalah tipe Student Team
Achievement Devision STAD, yang dikembangkan oleh Salvin. Melalui
metode ini, anak diajak lebih aktif dan dapat menumbuhkan rasa keingintahuan siswa. Sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan hasil
belajar siswa. Pada metode STAD ini siswa masuk ke dalam kelompok
yang terdiri dari empat sampai lima siswa. Anggota kelompok adalah
siswa yang mempunyai kemampuan berbeda-beda. Selanjutnya guru memberikan kuis atau test untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa,
dari hasil kuis tersebut diberikan pula penghargaan kelompok. Alasan penerapan metode kooperatif adalah untuk meningkatkan keaktifan atau
partisipasi siswa sehingga diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat. Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika, beliau
juga berpendapat bahwa tingkat ketelitian siswa pada materi statistika masih kurang, sehingga mengakibatkan kesalahan perhitungan dalam
menyelesaikan soal. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian
mengenai efektivitas
penerapan metode
pembelajaran koopereatif tipe Student Team Achievement Devision STAD terhadap motivasi, tanggapan, dan hasil belajar siswa kelas XI IPS
1 SMA Pangudi Luhur St. Vincentius Giriwoyo pada pokok bahasan statistika tahun ajaran 20122013.
B. Rumusan Masalah