10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif Slavin, 2005:73 merupakan strategi pembelajaran yang mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning
bukan sekedar
kerja kelompoknya,
melainkan pada
penstrukturannya. Sistem
pengajaran cooperative
learning bisa
dedefinisikan sebagai sistem kerjabelajar kelompok yang terstruktur . Anita Lie, 2002:18. Anita Lie berpendapat bahwa pengelompokan
heterogenitas kemacamragaman merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran cooperative learning 2002:41.
Slavin 2005:103 mengatakan pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah, menyediakan kesempatan interaksi secara
kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda. Metode – metode pembelajaran kooperatif secara khusus
menggunakan kekuatan sekolah yang menghapuskan perbedaan untuk meningkatkan hubungan antarkelompok. Dalam pembelajaran kooperatif
ini, kerja sama di antara para siswa ditekankan melalui penghargaan dan
tugas-tugas di dalam kelas dan juga penghargaan oleh guru, yang mencoba mengomunikasikan sikap “semua untuk satu, satu untuk semua”.
Roger dan David Johnson dalam Anita, 2010 mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur metode pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu :
1. Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap
anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode STAD setiap kelompok
dibatasi empat sampai lima siswa, dan dalam kelompok tersebut mereka harus saling berdiskusi, setiap anggota kelompok bertanggung
jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar berhasil. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai
kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota. Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap teman-
temannya, karena mereka juga memberikan sumbangan. Justru mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan
demikian menaikkan nilai mereka. Di sisi lain, siswa yang lebih pandai akan berusaha juga untuk membantu teman yang kurang pandai agar
temannya bisa mengerti materi dan menghasilkan nilai yang terbaik.
2. Tanggung Jawab Perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur metode
pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan
metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam menyusun tugasnya. Pengajar yang efektif dalam metode pembelajaran
cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap Muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil
pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4. Komunikasi Antaranggota
Keberhasilan setiap kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat
mereka. Namun
diharapkan cara
berkomunikasinya efektif, misalnya cara menyanggah pendapat tanpa harus menyinggung perasaan orang lain. Keterampilan berkomunikasi
dalam kelompok ini juga merupakan proses yang panjang. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini
tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali siswa terlibat
dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah metode pembelajaran terstruktur sehingga setiap siswa
memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada timnya, posisi anggota tim adalah setara.
Terdapat beberapa jenis kegiatan pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Circle of Learning
Belajar bersama ini dikemukakan Johnson Johnson pada tahun 1987, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Beberapa orang 5-6 dengan kemampuan akademik yang bervariasi berkumpul bersama.
b. Mereka saling berbagi pendapat dan saling membantu dengan kewajiban setiap anggota harus benar-benar memahami jawaban
atau penyelesaian tugas yang diberikan pada kelompok tersebut. c. Pertanyaan atau permintaan bantuan pada guru hanya jika mereka
benar-benar sudah kehabisan akal. Hal yang dianggap penting dalam tipe ini adalah adanya saling
ketergantungan dalam arti positif, adanya interaksi tatap muka di antara anggota, keterlibatan anggota sangatlah diperhitungkan, dan
selain menggunakan keterampilan pribadi juga mengembangkan keterampilan kelompok.
2. Group Investigation GI
Tipe ini digagas oleh Lazarowitz dkk,1988. Tipe ini menyiapkan siswa dengan lingkup studi yang luas dan berbagai pengalaman belajar untuk
memberikan tekanan pada aktivitas positif siswa. Karakteristik pada tipe ini adalah :
a. Kelas dibagi dalam sejumlah kelompok. b. Kelompok siswa dihadapkan pada masalah dengan berbagai
aspeknya yang dapat meningkatkan daya keingintahuan dan daya saling ketergantungan positif di antara mereka.
c. Di dalam kelompok siswa terlibat dalam komunikasi aktif untuk meningkatkan keterampilan cara belajar.
d. Guru bertindak selaku sumber belajar dan pimpinan tak langsung, memberikan arah dan klarifikasi jika diperlukan, dan menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif.
3. Co-op co-op
Tipe ini dikemukakan oleh Kagan, 1985. Tipe ini berorientasi pada tugas pembelajaran yang kompleks. Para siswa mengendalikan diri
mereka sendiri tentang apa dan bagaimana mempelajari bahan yang ditugaskan. Siswa dalam suatu tim menyusun proyek yang dapat
membantu tim lain. Setiap siswa mempunyai topik mini yang harus diselesaikan dan setiap tim memberikan kontribusi yang menunjang
tercapainya tujuan kelas. Struktur ini memerlukan cara dan keterampilan bernalar yang tinggi, termasuk menganalisis dan
melakukan sintesis bahan yang dipelajari.
4. Jigsaw Dikembangkan oleh Aronson, 1978. Langkah-langkah pada tipe ini
adalah sebagai berikut : a. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri
dari 4-6 siswa. Pelajaran dibagi dalam beberapa bagian sehingga setiap siswa mempelajari salah satu bagian pelajaran tersebut.
b. Semua siswa dengan bagian pelajaran yang sama belajar bersama dalam sebuah kelompok dan dikenal sebagai “counterpart group”
atau Kelompok Ahli KA. c. Dalam setiap KA siswa berdiskusi dan mengklarifikasi bahan
pelajaran dan menyusun sebuah rencana bagaimana cara mereka mengajarkannya kepada teman mereka sendiri.
d. Jika sudah siap, siswa kembali ke kelompok mereka, dan mengajarkan bagian yang dipelajari masing-masing kepada
temannya dalam kelompok jigsaw. Hal ini memberikan kemungkinan siswa terlibat aktif dalam diskusi dan saling
komunikasi baik di dalam grup jigsaw maupun KA. Keterampilan bekerja dan belajar secara kooperatif dipelajari langsung di dalam
kegiatan pada kedua jenis pengelompokan. Siswa juga diberikan motivasi untuk selalu mengevaluasi proses pembelajaran mereka.
5. Numbered Heads Together NHT Digagas oleh Kagan 1985, dengan tahap kegiatan berikut :
a. Siswa dikelompokan, masing-masing kelompok 4 orang. Setiap anggota diberi satu nomer 1, 2, 3, dan 4.
b. Guru menyampaikan pertanyaan atau tugas. c. Guru memberitahu siswa untuk berembug sehingga setiap anggota
tim memahami jawaban tim. Guru menyebut salah satu nomer, dan siswa dengan nomor tersebut yang harus menjawab guru.
d. Tanggapan dari teman lainnya. e. Kesimpulan
Setiap kelompok terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan bervariasi. Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan. Yang
berkemampuan tinggi bersedia membantu meskipun mereka tidak dipanggil untuk menjawab. Bantuan yang diberikan dengan motivasi
tanggung jawab atau nama baik kelompok. Yang paling lemah diharapkan sangat antusias dalam memahami permasalahan dan
jawabannya karena mereka merasa merekalah yang akan ditunjuk oleh guru untuk menjawab.
6. Team Assited Instruction TAI Slavin 1985 menyatakan telah mengembangkan tipe ini dengan
beberapa alasan. Pertama, tipe ini mengkombinasikan keampuhan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, tipe ini
memberikan tekanan pada efek sosial pada belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran.
Model ini juga merupakan model kelompok berkemampuan heterogen.
B. Metode Pembelajaran