Kegiatan Wisata Alam yang dapat dilakukan

Hutan cagar alam di kawasan ini sangatlah luas bila dibandingkan dengan hutan produksi yang ada di kawasan Kamojang. Luas hutan cagar alam yang berada di kawasan Kamojang yaitu 7.805 hektar atau kurang lebih 155 kali lebih luas dari kawasan hutan produksi yang ada di kawasan panas bumi Kamojang. Perum Perhutani unit III Jabar-Banten KPH Garut dan BKSDA SKW V Garut tentang pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsinya berdasarkan Surat Keputusan Menhut No. 195 tahun 2003. Dengan fungsi hutan dan luas areal yang terbagi dalam kawasan hutan produksi dan lindung dan kawasan hutan konservasi yang terdapat di 42 Kecamatan. Untuk luasan hutan produksi 166,10 hektar, hutan produksi terbatas 5.400,42 hektar, hutan lindung 75.944,13 hektar, hutan taman wisata alam 979,85 hektar, cagar alam darat 17.030,15 hektar, cagar alam laut 1.150,00 hektar dan taman buru 2.747,60 hektar, sehingga total luasan secara keseluruhan adalah 103.418,25 hektar. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan yang dilakukan di kawasan panas bumi Kamojang, kondisi hutan cagar alam dan hutan produksi yang ada tidak mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh masyarakat yang melakukan aktifitas disekitar kawasan seperti illegal logging, konversi lahan dan sebagainya. Kawasan kamojang selalu terjaga dengan adanya pengontrolan rutin yang dilakukan oleh Pemerintah setempat melalui dinas BKSDA dan perusahaan terkait yang bekerja sama dengan menempatkan polisi hutan yang setiap saat melakukan pengontrolan sehingga kawasan ini selalu terjaga kelestariaannya. Adapun kerusakan hutan yang sering terjadi dikawasan Kamojang disebabkan oleh alam bukan karena kesengajaan kerusakan akibat manusia, seperti kebakaran hutan pada saat datangnya musim kemarau. Dengan kejadiaan alam seperti ini maka pihak perusahaan dalam hal ini PT. Pertamina Geothermal Energy mengambil insiatif yaitu melakukan penanaman pohon dengan jumlah ± 10.000 pohon per tahun di kawasan Kamojang. Menurut pihak pengelola jika kawasan Kamojang sampai terjadi kerusakan baik oleh alam maupun ulah manusia dan tidak sesegera mungkin dilakukan langkah pencegahan yaitu dengan penanaman pohon maupun yang lainya untuk mempertahankan kelestarian kawasan Kamojang, maka akan berdampak pada perusahaan itu sendiri yang mana akan terjadi penurunan jumlah persediaan air yang nantinya digunakan untuk menghasilkan uap, sehingga target yang direncanakan untuk pencapaian produksi listrik yang maksimal tidak akan tercapai. Jenis pohon dan tanaman yang sering ditanam oleh pihak pengelola yang melibatkan masyarakat sekitar adalah jenis pohon dan tanaman endemik tanaman asli seperti kihujan, puspa, mara dan lain-lain sebagainya dan ada juga yang non-endemik bukan tanaman asli seperti suren, kicareuh dan lain-lain sebagainya.

6.4 Potensi Pertanian Holtikultura dan Sayuran Alami

Kawasan Kamojang selain memiliki potensi sumberdaya alam panas bumi, kawasan Kamojang juga memiliki sumberdaya alam pertanian hortikultura yang dikelolah oleh masyarakat disekitar kawasan dengan luasan area 9,35 hektar, lahan ini merupakan lahan sendiri atau lahan milik berdasarkan pembagian tataguna lahan. Masyarakat yang mempunyai lahan ini adalah masyarakat yang ada dikedua Desa yang merupakan masyarakat asli Kamojang yang mendapatkan warisan leluhur mereka. Masyarakat kedua Desa yang dimaksud adalah Desa Ibun Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung dan masyarakat Desa Sukakarya Kecamatan Samarang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jenis komoditi utama yang sering diusahakan memiliki harga yang cukup tinggi dipasaran, seperti Cabe dan Wortel. Dan ada juga komoditi yang sering mengalami penurunan harga yang sangat rendah kerugian petani yaitu tomat dan kol, namun disisi lain ada hal-hal negatif yang ditimbulkan dari komoditi- komoditi tersebut dimana ketika harga cabe ataupun wortel yang mengalami peningkatan harga maka petani akan menggunakan pupuk pestisida yang berlebihan untuk hasil yang maksimal dan waktu panen yang panjang, ini dapat menyebabkan lahan pertanian menjadi jenuh dan jika ini dibiarkan, maka lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di lapangan, ditemukan ada beberapa petani tomat dan kol yang tidak mau mengabil resiko ketika mengetahui terjadi penurunan harga ditingkat pembeli dari komoditi yang ditanam, oleh sebab itu sering para petani menjual tanaman tomat dan kol yang sudah siap dipanennya ke pembeli dengan ukuran lahan satu tumbak maupun satu bahu sesuai dengan harga yang telah disepakati bersama antara petani dan pembeli. Untuk ukuran satu tumbak sama dengan 14 M 2 dan satu bahu sama dengan 500 tumbak atau 7.000