Net Present Value NPV

Kamojang yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat disekitarnya akan hilang atau bahkan punah.

7.7 Implikasi Hasil Penelitian

Kawasan panas bumi Kamojang merupakan Wilayah Kuasa Pertambangan WKP Area Geothermal Kamojang diberikan kepada PT Pertamina Geothermal Energy melalui Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 466KptsMPertamb74 tanggal 10 Agustus 1974 dengan luas 154.318 hektar Direktorat Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, KESDM, 2010, Dari WKP tersebut, hanya digunakan seluas 108,55 hektar untuk sumur sumber uap, instalasi, pembangkit, mess dan perkantoran. Nilai ekonomi total total economic value yang telah didapatkan dalam penelitian ini yaitu sebesar Rp 1.822.372.378.380 pada tahun 2012, dengan nilai ini mengindikasikan bahwa kawasan Kamojang merupakan kawasan yang memiliki sumberdaya alam selain panas bumi masih ada sumberdaya lain yang belum di manfaatkan. Kawasan ini juga sangat penting dan strategis bagi masyarakat sekitar yang menggantungkan kehidupan sehari-harinya. Sedangkan nilai ekonomi total dengan menggunakan perhitungan NPV dan diskon faktor 5,10 dan 15 dengan kurun waktu 15 tahun, 25 tahun dan 50 tahun, maka diperoleh nilai NPV sumberdaya terbarukan Renewable resources tertinggi pada tahun ke-50 dengan diskon faktor 5 yaitu sebesar Rp 33.269.094.301.075 pada 50 tahun yang akan datang tepatnya pada tahun 2062. Nilai ekonomi total kawasan panas bumi Kamojang tersebut jika dibandingkan dengan nilai ekonomi total pada Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Kalimantan Timur Rp141.390.367.264.492 memang tergolong sangat kecil. Nilai ekonomi total kawasan panas bumi Kamojang yang didapatkan tersebut merupakan kombinasi antara nilai riil dan nilai potensi. Nilai riil merupakan nilai sumberdaya alam yang ada pada saat ini, sedangkan nilai potensi merupakan nilai yang menggambarkan bahwa kawasan panas bumi Kamojang memiliki potensi yang cukup besar jika dilakukan pengelolaan dengan baik. Dengan nilai manfaat ekonomi total tersebut pemerintah seharusnya dapat menjaga kelestarian alam dan meningkatkan produktivitas di kawasan panas bumi Kamojang tanpa merusak lingkungan. Namun nilai ini belum termasuk nilai keseluruhan dari nilai yang ada karena masih jauh dari estimasi yang sebenarnya, karena nilai tersebut belum termasuk seluruh nilai konservasi hutan kecuali nilai ekonominya. Seperti yang dikemukakan oleh para ahli ekologi bahwa nilai ekonomi total dapat dihitung dengan formula sederhana karena ada beberapa fungsi ekologi dasar yang bersifat sinergis atau nilainnya jauh lebih besar dari nilai fungsi tunggal. Dari pandangan ekologi bahwa hutan mempunyai multifungsi diantaranya sebagai penyimpan karbon, pengatur tata air, jasa lingkungan, kayu dan sebagainya. Disisi lain pengaruh adanya panas bumi terhadap kesehatan, hilangnya habitat satwa yang ada dalam kawasan sehingga memutuskan rantai makanan. Ini sulit diukur sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan, agar kawasan panas bumi Kamojang tetap terjaga, maka pihak pengelola harus mentaati peraturan yang telah ada dan Pemerintah setempat harus menjadi pengontrol terhadap kawasan yang dianggap perlu seperti di kawasan Kamojang yang mana nantinya akan meningkatkan fungsi-fungsi serta menjadi nilai tambah terutama kawasan- kawasan dengan potensi yang melimpah salah satunya kawasan panas bumi Kamojang Jawa Barat. Sumberdaya alam panas bumi yang berada dikawasan hutan produksi dan cagar alam ini bersifat public goods yang mana memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari peraturan yang hanya bersifat administratif. Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2010, Pasal 3 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Terlebih saat ini terdapat Peraturan Pemerintah baru yang menyangkut penggunaan dan perubahan fungsi kawasan hutan yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Peraturan Pemerintah tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk mengatur alih fungsi dan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan kegiatan selain kehutanan seperti pembangunan pertambangan, sehingga peraturan itu memberikan peringatan terhadap pihak pengelola yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut maka mendapatkan sangsi. Peraturan pemerintah ini juga menjadi pedoman bagi pemberi kebijakan terutama bagi kepala – kepala daerah di Negeri ini untuk menjaga dan mengontrol daerah yang mereka pimpin guna terhindar dari bencana alam yang terjadi nantinya. Pengelolaan kawasan Kamojang yang merupakan kawasan penghasil panas bumi tetah diatur dalam Perda Provinsi Jawa Barat No.6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Panas Bumi, yang mana pada pasal 21 menjelaskan bahwa pengelolaan panas bumi harus memperhatikan kawasan cagar alam, cagar budaya dan pada pasal 21 tentang penglolaan panas bumi yang mewajibkan membuat analisa mengenai dampak lingkungan AMDAL, serta tata cara pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang diatur oleh pemerintah setempat. Implikasinya berdampak pada pengelolaan sumberdaya alam panas bumi yang berada didua wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Dalam pemanfaatan dan pengelolaan kawasan Kamojang untuk pembangunan industri pertambangan panas bumi untuk peningkatan PAD dari kedua wilayah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada disekitar kawasan. Untuk pengelolaan sumberdaya alam yang ada di kawasan Kamojang sebaiknya jangan terfokus pada salah satu sumberdaya yaitu dengan panas bumi saja namun pada kenyataannya masih banyak sumberdaya alam lain yang tidak diperhatikan, salah satunya fungsi hutan sebagai penyerapan dan penyimpan karbon, dan penyediaan air bagi industri serta masyarakat yang berada disekitar kawasan Kamojang, sehingga dengan pemahaman fungsi-fungsi kawasan tersebut perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat sekitar tentang pentingnnya suatu kawasan oleh pengelola dan stakeholder yaitu pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan masyarakat.