Adapun jenis-jenis tindak pidana pelayaran yang tetap perlu dipertahankan mengingat pentingnya pengamanan pelayaran
melalui sungailaut, baik secara domestik maupun internasional seperti: perompakan dan perampasan kapal, pemalsuan surat
keterangan kapal dan laporan palsu, pembangkangan dan pemberontakan
di kapal,
penyalahgunaan wewenang
oleh nakhoda kapal, perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban
nakhoda kapal, penggunaan bendera indonesia, pemakaian tanda- tanda kapal perang, pengangkutan orang atau barang untuk
kepentingan, penyelenggaraan
peradilan, perusakan barang
muatan dan keperluan kapal, menjalankan profesi sebagai awak kapal, dan penandatanganan konosemen dan tiket perjalanan
Selain itu perlu juga dicermati, tindak pidana pelayaran juga terkait dengan perbuatan dalam kejahatan yang membahayakan
keamanan umum bagi orang atau barang, yang didalamnya mengatur mengenai keselamatan pelayaran, yakni pasal 196
KUHP
ialah tindakan-tindakan
menghancurkan, merusak,
mengambil atau
memindakan tanda
untuk keselamatan
pelayaran, atau menggagalkan pekerjaannya atau memasang tanda secara salah.
Selain pasal tersebut, perlu dicermati pasal 198 KUHP yang memidanakan
tindakan melawan
hukum yang
berupa menenggelamkan, mendamparkan, menghancurkan, membuat
tidak dapat dipakai atau merusak kendaraan air. Perkembangan pengaturan lainnya adalah tindak pidana nakhoda kapal,
pengangkutan
orang atau
barang untuk
kepentingan penyelenggaraan peradilan, perusakan barang muatan dan
keperluan kapal, menjalankan profesi sebagai awak kapal, serta penandatanganan konosemen dan tiket perjalanan.
Persoalannya, apakah dikumpulkan menjadi dalam satu bab tersendiri atau tersebar dalam pasal-pasal dalam bab-bab lain
perlu dilakukan pertimbangan yang matang dalam memilih model pengaturannya yang paling tepat dan cocok dalam hukum pidana
Indonesia.
2.34. Tindak Pidana Penerbangan dan Tindak Pidana Terhadap Sarana Serta Prasarana Penerbangan
Lalu lintas penerbangan dewasa ini merupakan alat trransportasi yang paling berguna, karena cepat, baik
Naskah Akademik RUU KUHP | 255
penerbangan dalam negeri maupun penerbangan ke luar negeri, baik untuk pengangkutan penumpang maupun pengangkutan
barang. Terlebih-lebih Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, dimana hubungan serta pengangkutan antar pulau
tidak selalu dapat dilakukan lewat jalan darat maupun laut. Demikian pula hubungan dengan luar negeri yang juga harus
ditingkatkan baik untuk peningkatan ekonomi, politik dan budaya. Kebutuhan akan angkutan yang cepat tidak hanya
dirasakan di Indonesia saja, tetapi juga oleh lain-lain Negara, terutama pada masa yang akan dating.
Mengingat bahwa lalu lintas udara adalah sangat rawan jika dibanding dengan lalu lintas darat atau laut, maka keselamatan
lalu lintas udara tidak hanya dimanfaatkan untuk tujuan yang baik saja, tetapi juga di salah gunakan oleh orang-orang dengan
tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka pada akhir-akhir ini timbullah tindak pidana baru yang dilakukan
dengan pesawat udara itu sendiri, maupun dilakukan terhadap pesawat udara itu sendiri dengan maksud membahayakan atau
mencelakakan penerbangan.
Tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab tersebut tidak saja sangat merugikan bagi jiwa serta harta benda
penumpang yang tidak berdosa, tetapi juga berakibat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perhubungan lewat udara,
Untuk mencegah dan sekalian juga untuk memberantas kejahatan tersebut maka oleh dunia internasional diadakan
kerjasama untuk memberantas kejahatan penerbangan serta kejahatan terhadap saranaprasarana penerbangan. Kerjasama
tersebut diwujudkan dalam mengadakan perjanjian-perjanjian multi nasional atau konvensi-konvensi yang dimulai dengan
konvensi Tokyo, ialah pada tahun 1963. Konvensi Tokyo tersebut aslinya dinamakan Convention on Offences and Certain Other Acts
Committed on Board Aircraft.
Perumusan tindak pidana penerbangan dan tindak pidana terhadap sarana serta prasarana penerbangan pada prinsipnya
tetap mempertahankan rumusan yang ada dalam undang-undang penerbangan berkaitan dengan perluasan berlakunya ketentuan
perundang-undangan
pidana, kejahatan
penerbangan, pembajakan udara, perbuatan yang membahayakan keselamatan
Naskah Akademik RUU KUHP | 256
penerbangan, tindak pidana asuransi pesawat udara dan kejahatan terhadap saranaprasarana penerbangan.
Terkait dengan tindak pidana penerbangan yang juga diatur dalam Undang-Undang tentang Pemeberantasan Tindak Pidana
Terorisme, maka perlu dipisahkan dan dimasukkan dalam bab yang mengatur mengenai Tindak Pidana Penerbangan dan Tindak
Pidana Terhadap Sarana Serta Prasarana Penerbangan. Ketentuan mengenai masa transisi sebagaimana diterangkan di atas untuk
tindak pidana korupsi, berlaku juga untuk tindak pidana terorisme.
Dengan demikian, permasalahan mengenai duplikasi norma hukum pidana nantinya tidak akan terjadi lagi dan menghindari
terjadinya perbedaan interpretasi dalam praktik penegakan hukum yang menyebabkan terjadinya perampasan hak seseorang
yang menjadi tersangkaterdakwaterpidana karena alasan kekeliruan dalam penerapan hukum.
2.35. Tindak Pidana Pencucian Uang, Penadahan, Penerbitan, dan Pencetakan