3. bahwa paham dan ajaran komunismemarxismeLenimisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan menjelmakan
diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan asas- asas dan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia yang
bertuhan dan beragama serta telah terbukti membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia;
Hak asasi manusia yang terkait dengan hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dan oleh karena tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Larangan
penyebaran paham
dan ajaran
Komunisme MarxismeLenimisme dibatasi secara normatif sejauh yang
berkenaan dengan pengaruhnya kepada umum, maka adanya unsur “melawan hukum”, “di muka umum” dan “dengan maksud
untuk mengganti ideologi negara” sebagai ciri dari kejahatan terhadap ideologi negara. Negara hanya mengatur larangan yang
berhubungan dengan publik dalam rangka untuk melindungi dan mempertahankan ideologi Negara.
b. Tindak Pidana Makar dan Tindak Pidana Terhadap Pertahanan Negara.
Beberapa perbuatan yang dikaitan dengan tindak pidana makar antara lain adalah:
a. makar terhadap Presiden dan Wakil Presiden, dalam hal ini berupa perbuatan yang bertujuan membunuh atau merampas
kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden, atau menjadikan Presiden atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan
pemerintahan,
b. makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu perbuatan yang bertujuan maksud melepaskan wilayah negara
kepada kekuasaan asing atau dengan maksud untuk memisahkan sebagian wilayah negara.
c. makar terhadap Pemerintah yang sah, yaitu perbuatan dengan tujuan menjatuhkan atau melumpuhkan pemerintah yang sah.
Sedangkan Pengaturan
mengenai tindak
pidana terhadap
pertahanan negara mengacu pada perbuatan-perbuatan terhadap pertahanan negara,
pengkhiatanan terhadap negara
dan pembocoran rahasia negara, sabotase dan tindak pidana pada
waktu perang.
Naskah Akademik RUU KUHP | 214
c. Tindak Pidana Terorisme
Kejahatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan serta menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan atau
hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas umum atau fasilitas internasional, dengan maksud untuk melakukan terorisme, dapat
dipidana penjara ataupun pidana mati. Pengaturan tindak pidana terorisme ini untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam
menghadapi semakin berkembangnya kejahatan tersebut, baik yang menggunakan bahan kimia, senjata biologis, radiologi,
mikroorganisme, radioaktif atau komponennya untuk melakukan terorisme. Perlunya tindak pidana terorisme ini dimasukan
kedalam substansi KUHP yang akan datang, di dasarkan atas semakin seringnya terjadi kejahatan ini di dalam kehidupan
masyarakat yang mempunyai jaringan secara internasional.
Penyusunan norma hukum pidana dalam tindak pidana terorisme bersumber dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pindana Terorisme dilakukan dengan cara mensistematisasi ulang struktur tindak pidana
terorisme, khususnya dalam hubungannya dengan tindak pidana penerbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 379a sampai
dengan Pasal 379r KUHP. Ketentuan pasal-pasal KUHP mengenai pembajakan tesebut semuanya dimasukkan sebagai tindak pidana
terorisme berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003.
Setelah diadakan kajian, perlu diadakan pemisahan antara perbuatan yang termasuk tindak pidana terorisme dengan tindak
pidana penerbangan
secara umum
dan tindak
pidana penerbangan yang termasuk tindak pidana terorisme, karena tidak
semua tindak pidana di bidang penerbangan dapat dimasukkan sebagai tindak pidana terorisme.
Berkaitan dengan perlunya diatur Tindak Pidana Terorisme ke dalam KUHP, mengingat tindak pidana ini sudah diterima
sebagai salah satu tindak pidana internasional dan karena itupun sudah ada konvensi internasional yang mencela dan mengancam
Naskah Akademik RUU KUHP | 215
dengan pidana terhadap perbuatan tersebut. Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa patut menghormati konvensi
ini dan karena itu menjadikan perbuatan terorisme sebagai suatu tindak pidana.
Dalam kegiatan yang disebut dengan terorisme ini yang dilarang adalah perbuatan kekerasan terhadap target-target sipil
dengan maksud menimbulkan suasana teror, ketakutan yang besar atau intimidasi pada masyarakat dan dengan tujuan akhir
melakukan perubahan dalam sistem politik yang berlaku. Dalam hal genocide, maka perbuatan yang dilarang adalah perbuatan
kekerasan ataupun bukan, dengan maksud untuk memusnahkan suatu kelompok minoritas yang dapat diidentifikasi berdasarkan
suatu rumpun bangsa, kelompok bangsa, suku bangsa, warna kulit, agama, jenis kelamin, umur atau cacat mental dan fisik.
Kedua jenis tindak pidana tersebut teroris dan genocide dianggap
sebagai kejahatan
internasional oleh
Konvensi Internasional yang mengatur hal tersebut. Meskipun negara
Indonesia belum menjadi peserta dalam konvensi-konvensi tersebut, namun dengan mengingat bahwa perbuatan-perbuatan
tersebut
jelas-jelas bertentangan
dengan falsafah
negara Indonesia.
2.2. Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden