Ancaman Pidana Maksimum Khusus dan Minimum Khusus

2. Ancaman Pidana Maksimum Khusus dan Minimum Khusus

Selanjutnya dalam menentukan jumlah atau lamanya ancaman pidana akan tetap dianut sistem maksimum atau sistem indefinite sentence selama ini. Dengan demikian, di samping adanya minimum umum akan tetap dipertahankan adanya maksimum khusus untuk tiap tindak pidana. Hal ini agak berbeda dengan sistem yang selama ini ialah dimungkinkan adanya minimum khusus untuk tindak pidana tertentu. Mengenai masalah maksimum khusus dan minimum khusus untuk pidana penjara dan pidana denda diuraikan sebagai berikut: a. Masalah Maksimum Khusus Penentuan rambu-rambu dalam masalah maksimum khusus dalam pembaharuan KUHP akan diatur dalam Buku I, bahwa maksimum pidana penjara yang dapat diancamkan untuk delik- delik di dalam Buku II ialah penjara seumur hidup atau pidana dalam waktu tertentu paling lama 15 tahun. Batas maksimum 15 tahun ini dapat dilampaui sampai maksimum 20 tahun, tetapi hanya sebagai pemberatan untuk delik-delik tertentu. Artinya tidak dimungkinkan suatu delik semata-mata diancam dengan maksimum 20 tahun, kecuali sebagai alternatif dari delik yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup, atau sebagai pemberatan untuk delik pokok yang diancam dengan pidana penjara maksimum 15 tahun. 63 Dari rambu-rambu tersebut terlihat suatu prinsip bahwa batas maksimum khusus tertinggi untuk pidana penjara dalam waktu tertentu ialah 15 tahun, tetapi tidak menentukan secara pasti batas maksimum khusus yang paling rendah untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara. Namun, ada tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 3 tiga tahun. Terdapat kesepakatan untuk menetapkan maksimum khusus yang paling rendah adalah 1 satu tahun. Untuk delik- delik yang bobotnya dinilai kurang dari satu tahun penjara, hanya akan diancam dengan pidana denda. Masalah berikutnya ialah menentukan maksimum khusus untuk tiap tindak pidana yang berkisar antara 1 satu tahun 63 Makalah Prof. Barda Nawawi, tentang Sistem Pemidanaan Dalam Rancangan KUHP Baru Tinjauan Khusus dalam rangka penyusunan Buku II Rancangan, Semarang, Januari 1988. hlm. 2-3. Naskah Akademik RUU KUHP | 58 sampai maksimum 15 tahun atau seumur hidup20 tahun. Untuk menentukan maksimum khusus tiap tindak pidana jelas merupakan masalah yang cukup sulit, terlebih menurut Lokakarya terakhir 1986 harus terlebih dahulu melakukan review dan rekonstruksi terhadap keseluruhan sistem maksimum khusus yang ada dalam perundang-undangan pidana selama ini. Terlebih lagi apabila penentuan maksimum khusus dikaitkan pula dengan aspek materiil atau aspek simbolik, yaitu untuk menunjukkan tingkat keseriusan bobotkualitas suautu tindak pidana. Ini berarti, penentuan maksimum pidana memberikan batas atau ukuran objektif mengenai kualitas perbuatan yang “tidak disukai” atau yang dipandang “merugikan atau membahayakan” masyarakat. Disamping itu penentuan maksimum pidana mengandung pula aspek moral, antara lain untuk memberikan batas obyektif kapan sipelaku dapat ditahan, kapan terjadi daluwarsa penuntutan dan daluwarsa pelaksanaan pidana. Di lain pihak, dapat diartikan bahwa penentuan maksimum pidana bermaksud mengalokasikan batas-batas kekuasaan bagi aparat penegak hukum. Di dalam konsep Pembaharuan KUHP Buku I perlu adanya rambu-rambu mengenai batas atau ukuran obyektif untuk menentukan berat ringannya suatu tindak pidana, baik dilihat dari aspek materiel maupun aspek formal. Petunjuk bahwa ancaman pidana penjara 7 tahun ke atas merupakan batas obyektif untuk menyatakan suatu tindak pidana sebagai tindak pidana berat. Namun daluwarsa penuntutan, terlihat ukuran 3 tahun ke atas sebagai batasan tindak pidana berat. Mengenai hal ini, berdasarkan hasil Lokakarya 1986 dan rapat-rapat tim pengkajian, diambil patokan 7 tahun ke atas sebagai batas objektif untuk menyatakan suatu tindak pidana sebagai tindak pidana berat dalam rapat kerja tim digunakan istilah “sangat serius”. Tindak pidana yang dipandang sangat serius ini tidak akan dialternatifkan dengan pidana denda. Walaupun demikian tidak berarti sama sekali tidak dapat dikenakan pidana denda. Sebagai patokan sementara yang digunakan oleh Tim pengkajian sebagai pedoman penggolongan tindak pidana, adalah sebagai berikut : Naskah Akademik RUU KUHP | 59 1 apabila suatu tindak pidana yang menurut penilaian dianggap tidak perlu diancam dengan pidana penjara atau bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara, digolongkan sebagai tindak pidana “sangat ringan”. Golongan ini hanya diancam dengan pidana denda menurut kategori ke-1 maksimum Rp.150.000,- sampai kategori ke-2 maksimum Rp. 500.000,. 2 apabila suatu tindak pidana yang semula atau selama ini diancam dengan pidana penjara atau kurungan kurang dari 1 tahun, tetap dinilai patut untuk diancam dengan pidana penjara, maka akan diancam dengan maksimum pidana penjara paling rendah yaitu 1 tahun. 3 semua tindak pidana yang menurut penilaian patut diancam dengan pidana penjara maksimum 1 tahun sampai dengan 7 tahun, selalu akan dialternatifkan dengan pidana denda, dengan penggolongan sebagai berikut : - untuk golongan “ringan” maksimum penjara 1 sampai 2 tahun, diancam dengan maksimum denda kategori ke-3 maksimum Rp.3.000.000,-; - untuk golongan “sedang” maksimum penjara 4 sampai dengan 7 tahun diancam dengan maksimum denda kategori ke-4 maksimum Rp.7.500.000 4 semua tindak pidana yang tergolong “sangat serius” di atas 7 tahun penjara tidak dialternatifkan dengan pidana denda, kecuali apabila dilakukan oleh korporasi dapat dikenakan maksimum denda menurut kategori ke-5 maksimum Rp.30.000.000,- untuk delik yang diancam pidana penjara 7 tahun ke atas sampai denngan 15 tahun, dan menurut kategori ke-6 maksimum Rp.300.000.000,- untuk yang diancam pidana penjara 20 tahun atau seumur hidup. Patokan kerja sementara di atas masih dirasakan kurang memuaskan, karena sebenarnya hanya digunakan untuk mempermudah delik mana yang diancam dengan pidana denda dan termasuk kategori denda yang mana. Jadi belum memberikan pedoman atau kriteria materiel untuk menetapkan suatu tindak pidana termasuk golongan “sangat ringan”, “ringan”, “sedang”, “berat” atau “sangat serius”. Berdasarkan patokan kerja di atas, penggolongan tindak pidana baru didasarkan pada jenis dan jumlah pidana yang diancamkan. Kriteria jumlah atau lamanya ancaman pidana inipun baru didasarkan pada kriteria maksimum Naskah Akademik RUU KUHP | 60 khusus, yang mungkin masih dapat dipermasalahkan apabila digunakan kriteria “minimum khusus” yang memang dimungkinkan dalam Undang-Undang di tuangkan.

b. Masalah Minimum Khusus