d. KUHP Perancis, mengumumkan pendapat mengenai perra yang belum ada putusan.
Kalau diperhatikan KUHP Thailand yang secara khusus mencantumkan di dalam Titel III Delik-delik yang berhubungan
dengan peradilan, yang terbagi atas Bab I Delik-delik terhadap pejabat peradilan dan Bab 2 Kejahatan dalam bidang peradilan,
maka akan dapat digambarkan sebagai berikut: •
Delik-delik terhadap pejabat peradilan, terdapat beberapa pasal antara lain:
a. Pasal 167, menyuap pejabat di bidang peradilan, penuntut umum dstnya;
b. Pasal 168, tidak memenuhi panggilan untuk dimintai keterangan oleh penuntut umum dstnya;
c. Pasal 189, menolak untuk menyerahkan harta benda, dokumen,
mengangkat sumpah yang dituntut oleh penuntut umum dstnya;
d. Pasal 170, menolak perintah pengadilan supaya dating dan memberi keterangan , bukti dsbnya;
• Kejahatan dalam bidang peradilan
Dari seluruh perumusan KUHP Thailand tersebut hampir semua ada di dalam KUHP, yang parlu dipertimbangkan hanya
yang tersebut pada butir 32 Pasal 198 yaitu menghina hakim, pengadilan selama sidang berlangsung.
B. ASAS PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA 1. Menurut Waktu: Asas Legalitas
a. Asas Legalitas Sebagai Ruang Berlakunya Hukum Pidana
Asas legalitas merupakan salah satu asas yang sangat penting dan sentral dalam hukum pidana. Asas legalitas ini
berasal dari doktrin nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, tiada tindak pidana dan tiada pidana tanpa sebelumnya
ditetapkan dalam suatu undang-undang. Paralel dengan doktrin nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali berlaku pula
ajaran nullum crimen, nulla poena sine lege certa lex certa yakni suatu peraturan perundang-undangan harus jelas dan
larangan terhadap “unclear
terms” Undang-Undang
jangan diartikan lain selain
daripada maksud diadakannya substansi peraturan perundang-undangan tersebut. Oleh karena itu, dalam
Naskah Akademik RUU KUHP | 82
hukum pidana berlaku pula larangan penafsiran secara extensif dan analogi.
70
Doktrin nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali ini kemudian menjadi asas fundamental hukum pidana dan
merupakan aturan umum dalam KUHP, yaitu hukum materil yang mengatur dan mengancam dengan hukuman tindak pidana. Pasal
1 ayat 1 KUHP menentukan bahwa ”Suatu perbuatan tidak dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan
pidana yang telah ada”. Ketentuan umum ini tetap menjadi asas dalam konsep
pembaharuan hukum pidana, tetapi dengan
menerima perkembangan pemikiran bahwa asas itu tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat
yang menentukan seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
asalkan sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila danatau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat
bangsa-bangsa.
Pada saat yang sama, dalam perkembangannya hukum formil menganut asas serupa juga seperti misalnya dalam Pasal 3
KUHAP ditentukan bahwa ”Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Dalam beberapa hal
bahkan
materi hukum
acara pidana
ada yang
bersifat constitutional rights seperti ”persamaan di depan hukum”. Dengan
demikian, asas legalitas berlaku baik dalam hukum materil maupun dalam hukum formil pada saat yang sama.
Asas legalitas sebelum menjadi bagian dari hukum materil dewasa ini mempunyai sejarah yang panjang. Sejarah asas
legalitas ini barangkali dimulai dari hukum Romawi yang diketahui mempengaruhi hukum di Eropa Kontinental. Sejarah
hukum pidana Indonesia sebagaimana semula adalah merupakan Code Napoleon Perancis dengan kolonisasi kemudian berlaku di
Belanda dan terakhir ke Indonesia. Lahirnya doktrin nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali adalah sebagai
bagian
dari perjuangan
masyarakat di
Perancis untuk
perlindungan HAM dari kemungkinan perlakuan sewenang-
70
Muladi, Kumpulan tulisan tentang Rancangan Undang-Undang KUHP,Jakarta, Dekumham RI, 2004, hlm. 4
Naskah Akademik RUU KUHP | 83
wenang oleh penguasa.
71
Pada saat yang sama, di Italia Cesare Beccaria menulis
72
bahwa ”If a judge is compelled to make, or makes of his own free will, even two syllogism, he opens the door to
uncertainty”. Kemudian dilanjutkan bahwa, ”Nothing is more dangerous than the common axiom that we should ’consult the spirit
of the law’.”
73
Artinya di Italia juga diberlakukan asas legalitas yang sama pada saat yang sama.
b. Kerangka Teoritis Hukum dan Asas Legalitas