secara tertulis atau untuk dituliskan, dan pengaduan atau pemberitahuan itu adalah tentang seseorang, sehingga karenanya
kehormatan atau nama baik orang tersebut terserang. Selain itu, dimasukkan pula tindak pidana menimbulkan persangkaan palsu,
yaitu
bilamana seseorang
dengan sesuatu
perbuatan menimbulkan persangkaan terhadap orang lain, sedangkan
persangkaan itu adalah palsu, yang isinya bahwa orang lain itu telah melakukan suatu tindak pidana. Semua tindak pidana
penghinaan ini adalah tindak pidana pengaduan, kecuali dalam hal yang dihina seorang pegawai negeri yang sedang menjalankan
tugasnya yang syah.
2.20. Tindak Pidana Pembocoran Rahasia
Yang dimaksud adalah membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya. Disini kewajiban
menyimpan rahasia dikaitkan dengan jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang pernah dilakukan atau
dijabatnya.Yang dimaksud dengan rahasia adalah baran sesuatu yang hanya diketahui oleh yang berekepntingan, sedangkan orang
lain tidak atau belum menegetahuinya.
Mereka yang bekerja pada suatu perusahaan dagang, industri atau pertanian, oleh atasannya dapat pula diwajibkan untuk tidak
memberitahukan hal-hal tertentu tentang perusahannya. dan ini diwajibkan kepadanya baik selama ia bekerja atau setelah ia tidak
bekerja di perusahaan itu. Oleh karenanya perbuatan dengan sengaja
memberitahukan hal-hal
khusus tentang
suatu perusahaan dangan, industri atau pertanian, tempat seseorang
bekerja atau pernah bekerja yang harus dirahasiakannya diancam dengan pidana pula jika pengaduan pengurus perusahaan
tersebut.
2.21. Tindak Pidana Terhadap Kemerdekaan Orang
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A di tegaskan bahwa
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Sehingga jaminan
atas kemerdekaan manusia adalah hak yang medasar dan dijamin oleh
negara. Faktanya
Perdagangan orang
masih terjadi.
Perdagangan orang adalahbentuk modern dari perbudakan
Naskah Akademik RUU KUHP | 243
manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia.
Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban
diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi
lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau
praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak
pidana perdagangan orang melakukan
perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau
memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.
Tindak pidana perdagangan orang bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara
yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan orang memiliki jangkauan
operasi tidak hanya antarwilayah dalam negeri tetapi juga antarnegara.
Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHP. Pasal 297 KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa dan
mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai kejahatan. Lebih lanjut pengaturan dan perlindungan dari perdagangan orang
kemudian diatur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pasal 83
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik
anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Namun, ketentuan KUHP dan
Undang-Undang Perlindungan
Anak tersebut
tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara
hukum. Di samping itu, Pasal 297 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita
korban akibat kejahatan perdagangan orang. Oleh karena itu,
Naskah Akademik RUU KUHP | 244
diperlukan undang-undang
khusus tentang
tindak pidana
perdagangan orang yang mampu menyediakan landasan hukum materiil dan formil sekaligus. Untuk tujuan tersebut, undang-
undang khusus ini mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang
mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antarwilayah dalam negeri maupun secara antarnegara,
dan baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi. Oleh karena itu, dipandang perlu tetap mempertahankan pasal 324 sampai
pasal 327 KUHP dalam bentuk rumusan yang berbeda. Selain pasal 328 KUHP tentang penculikan tetap dipertahankan, perlu
diciptakan pasal baru yang bertalian dengan penyanderaan.
Penculikan dan penyanderaan haruslah dibedakan dari mengangkut, memindahkan dan menyembunyikan orang, bahkan
membedakannya pula dengan melarikan wanita, perbuatan- perbuatan mana harus dilakukan secara melawan hukum.
Disamping itu, dirasakan perlu diadakan pasal baru bertalian dengan membawa istri orang lain tanpa seizin suaminya yang sah.
Di negara manapun, pembunuhan selalu diancam dengan pidana penjara yang cukup berat. Meskipun di beberapa negara
seperti Amerika
diadakan perbedaan
dalam jenis-jenis
pembunuhan frist degree murder, second degree murder dan third degree murder seyogyianya diikuti sistem yang sederhana saja.
Merampas nyawa hendaklah diartikan bahwa orang itu harus mati. Jadi dikehendaki kematian orang itu. Sebetulnya, kata
merampas secara implisit mengandung unsur kesengajaan. Apabila tidak ada unsur kesengajaan, dalam arti tidak ada niat
atau maksud untuk mematikan orang itu, tetapi kemudian orang itu mati juga, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikaualifikasi
sebagai pembunuhan.
Apa yang dimaksud dengan kealpaan dalam menyebabkan mati atau luka-luka, sebaiknya dikembangkan melalui doktrin
atau yurisprudensi. Yang jelas, kematian tidak dikehendaki oleh si pelanggar. Bila kematian dikehendaki, maka itu bukan lagi
kealpaan.
2.22. Penyelundupan Manusia