4. Pidana Denda Kajian Teoritis 1. Rekonstruksi, Reformulasi dan Konsolidasi

Sebagai perbandingan dapat dikemukakan di sini pengaturan tentang “probation” di Amerika Serikat, yang dapat dikenakan pada semua tindak pidana, kecuali yang menyangkut tindak pidana berat : 54 crime of violence, crime against morals, crime invoving The Use of deadly wespons, mercenary crime, crime against the goverment, dan crime carrying a certain penalty.

a.4. Pidana Denda

Berbeda dari sistem-sistem sosial yang lain, sistem penyelenggaraan hukum pidana criminal justice system menampakkan dirinya sebagai sistem yang menghasilkan unwelfare secara luas. Produk tersebut antara lain berupa pidana perampasan kemerdekaan, dan stigmatisasi. Untuk itu harus dicari usaha-usaha lain dalam bentuk alternatif pidana perampasan kemerdekaan yang dapat menghasilkan less unwelfare. Dalam konteks ini pidana denda menempati posisi yang sangat penting. Hulsman 55 dalam hal ini menyatakan, bahwa dewasa ini pidana denda merupakan pidana yang paling penting. Pasal 24 dan Pasal 14a KUHP Belanda menunjang pendapat ini. Pasal 24 memungkinkan pengadilan untuk menerapkan pidana denda terhadap pelaku tindak pidana yang dapat dipidana tidak lebih dari 6 tahun penjara, bahkan sekalipun bilamana ketentuan tersebut tidak secara eksplisit menyatakan bahwa pidana denda dapat dijatuhkan. Selanjutnya dalam pasal 14a dinyatakan, bahwa terhadap tindak-tindak pidana yang ancaman pidananya lebih daripada 6 tahun, denda masih mungkin diterapkan bilamana dikombinasikan dengan pidana bersyarat, baik seluruhnya maupun sebagian. Hal di atas sesuai dengan pendapat Sudarto 56 yang menyatakan, bahwa di Eropa Barat pidana ini bahkan menjadi lebih penting daripada pidana pencabutan kemerdekaan, dan dipandang sebagai tidak kalah efektifnya, khususnya bagi orang- orang tertentu menurut keadaannya. Selanjutnya beliau menyatakan, bahwa keuntungan dari pidana denda ini adalah bahwa ia tidak begitu mendatangkan stigma bagi terhukum. 54 Lihat Barnes and Teeters, New Horizons in Criminlogy Prentice, Hall of India Private LTD, New Delhi, 1966.hlm. 560 55 Hulsman, op.cit, hlm. 289. 56 Sudarto, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan, op.cip, hlm 18 Naskah Akademik RUU KUHP | 54 Mengingat kedudukannya yang semakin penting sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan, maka banyak timbul reaksi terhadap pengaturan pidana perampasan kemerdekaan pengganti denda, dalam hak terpidana denda tidak membayar dendanya. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini pernyataan The Constitutional Court di Italia dalam rangka revisi terhadap KUHP Italia. Dalam hal ini dinyatakan, bahwa penggantian pidana perampasan kemerdekaan terhadap yang tidak memenuhi pembayaran denda merupakan tindakan diskriminasi terhadap orang yang tidak mampu. 57 Prof. Manuel Lopez Rey dari Bolivia di dalam Kongres PBB keempat tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana 1970 menyatakan, bahwa “transformation of the nonpayment of fines into imprisonment” merupakan “a significant source of criminal ijnjustice throughout the world.” 58 Dari segi filosofis, pengutamaan pidana denda sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan merupakan hasil pengaruh dari aliran modern dalam hukum pidana, yang antara lain mendasarkan diri pada doktrin “let the punishment fit the criminal”. Pencerminan bahwa dalam pengaturan dan penerapan pidana denda tidak hanya memperhatikan hakekat dari tindak pidana yang dilakukan, nampak pula dalam Article 7.02 American Law Institute’s Model Penal Code yang mengatur “criteria for imposing fines dhi.protection of the public dengan penjatuhan pidana denda didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan the nature and circumstance of the crime dan the history and character of the defendant. 59 Di samping asas dari Model Penal Code di atas dapat digali asas-asas penerapan pidana denda yang antara lain: 1 terdakwa memperoleh sejumlah uang dari kejahatan yang dilakukan; 2 pidana denda dapat menunjang usaha pencegahan kejahatan dan perbaikan terpidana; 3 terdakwa akan mampu membayar denda perbaikan terpidana tersebut tidak menghambat terdakwa dalam rangka membayar ganti rugi perbaikan kepada korban tindak pidananya. 57 Jescheck, op, cit, hlm. 487. 58 United Nations, Departement of Economic and Social Affairs, Fourt UNO Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, New York, 1976, hlm..40 59 Rupert Cross, op. cit, hlm. 25 Naskah Akademik RUU KUHP | 55 Selanjutnya dari laporan Akhir 1972 yang dibuat oleh The Property Penalties Commission di Negara Belanda dapat digali asas- asas sebagai berikut: 1 denda tidak boleh lebih berat daripada yang diperlukan untuk mendukung tujuan-tujuan sanksi tersebut. Hal ini antara lain dijadikan dasar untuk menolak berlakunya “day-fine system” yang berasal dari negara-negara Skandinavia: 2 dimungkinkannya sistem cicilan untuk membayar denda; 3 kemungkinan untuk memperoleh jumlah denda tersebut dari rekening bank terpidana; 4 apabila terpaksa dipilih pidana perampasan kemerdekaan pengadilan harus menjelaskan alasan-alasan khusus mengapa tidak dijatuhkan “non-custodial sentence”. 60

b. Pidana Mati : Alasan dan kriteria