Tiga Pilar Pembaruan Hukum Pidana Nasional

bahwa sesungguhnya tidak harus dijatuhkan pidana, tetapi hakim terpaksa harus menjatuhkan pidana, walaupun sangat ringan. 20 Dari penjelasan demikian terlihat bahwa Pasal 9a WvS Belanda rechterlijk pardon pada hakikatnya merupakan “pedoman pemidanaan” yang dilatarbelakangi oleh ide fleksibilitas untuk menghindari kekakuan. Dapat pula dikatakan, bahwa adanya pedoman pemaafan hakim itu berfungsi sebagai suatu katupklep pengaman Veiligheidsklep atau pintu darurat noodeur. Akhirnya perlu dikemukakan, bahwa istilah pedoman pemidanaan merupakan suatu istilah yang masih terbuka untuk dikaji ulang, karena bisa mengandung bermacam-macam arti. Istilah itu sangat terkait erat dengan tujuan dan aturan pemidanaan. Bahkan keseluruhan aturan hukum pidana yang terdapat di dalam KUHP dan UU lainya di luar KUHP, pada hakikatnya merupakan pedoman untuk menjatuhkan pidana.

2. Tiga Pilar Pembaruan Hukum Pidana Nasional

Berpijak pada asumsi bahwa: a sistem hukum Indonesia menganut prinsip persamaan di depan hukum equality before the law, dan b hukum pidana. Peraturan perundang-undangan berfungsi mengatur penggunaan hak-hak konstitusional secara tertib dan tidak menabrak hak-hak pihak lain yang sama-sama dijamin oleh konstitusi. Fungsi hukum pidana dan sanksi pidana adalah mendorong dan menjamin ditaatinya norma yang diatur dalam peraturan perundang- undangan lain yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum pidana, sesuai dengan asas in cauda venemun di ekor ada racun. Usaha pembaharuan KUHP, di samping ditujukan terhadap pembaharuan dan peninjauan kembali terhadap 3 tiga permasalahan utama dalam hukum pidana, yaitu perumusan perbuatan yang dilarang criminal act, perumusan pertanggungjawaban pidana criminal responsibility dan perumusan sanksi baik berupa pidana punishment maupun tindakan treatment, juga berusaha secara maksimal memberikan landasan filosofis terhadap hakikat KUHP sehingga lebih bermakna dari sisi nilai-nilai kemanusiaan humanitarian values baik yang berkaitan dengan pelaku tindak pidana offender atau korban victim. 20 Pasal 9a WvS Belanda: “The judge may determine in the judgment that no punishment or measure shall be imposed, where he deems this advisable, by reason of the lackbof gravity of the offense, the character of the offender, or the circumstances attendant upon the commission of the offense or thereafter”. Naskah Akademik RUU KUHP | 23 Asas-asas dan sistem hukum pidana nasional ke depan disusun berdasarkan ide keseimbangan yang mencakup: keseimbangan monodualistik antara kepentingan umummasyarakat dan kepentingan individuperseorangan; keseimbangan antara ide perlindungankepentingan korban dan ide individualisasi pidana; keseimbangan antara unsurfaktor obyektif perbuatanlahiriah dan subyektif orang batiniahsikap batin ide „daad-dader strafrecht‟ ; keseimbangan antara kriteria formal dan material; keseimbangan antara kepastian hukum, kelenturanelastisitasfleksibilitas dan keadilan; dan keseimbangan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai globalinternasional universal. 21 Sehubungan dengan hal-hal di atas, kedudukan Ketentuan Umum Buku I sangat strategis, karena memuat asas-asas hukum legal principles yang berlaku baik ke dalam maupun ke luar KUHP yang menampung pelbagai aspirasi di atas, sekaligus merupakan nilai-nilai perekat adhesive dan pemersatu integrasionist sistem hukum pidana nasional yang tersebar dan berjauhan baik di dalam maupun di luar KUHP, termasuk yang tercantum dalam hukum administratif dan peraturan daerah. Dari asas-asas ini terpancar dispersed pengaturan suatu lapangan hukum pidana yang konsisten dan solid. Politik hukum pidana criminal law politics yang mendasari penyusunan pembaharuan hukum pidana adalah politik hukum pidana dalam arti kebijakan menyeleksi atau melakukan kriminalisasi criminalization atau dekriminalisasi decriminalization terhadap suatu perbuatan. 22 Di sini tersangkut persoalan pilihan-pilihan terhadap suatu perbuatan dirumuskan sebagai tindak pidana atau bukan, dan menyeleksi di antara pelbagai alternatif yang ada mengenai apa yang menjadi tujuan sistem hukum pidana di masa mendatang. Dengan ini, 21 Muladi, Beberapa Catatan tentang Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Makalah disampaikan pada Sosialisasi RUU KUHP yang diselenggarakan oleh Dep. Hukum dan HAM di Jakarta, 21 Juli 2004. 22 Secara akademis, menurut Prof. Muladi, kriminalisasi dan dekriminalisasi harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut : i kriminalisasi tidak boleh berkesan menimbulkan “overcriminalization” yang masuk kategori “the misuse of criminal sanction”; ii kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc; iii kriminalisasi harus mengandung unsur korban, baik secara actual maupun potensial; iv kriminalisasI harus mempertimbangkan analisa biaya dan hasil cost benefit principle; v kriminalisasi harus memperoleh dukungan publik public support; vi kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang “enforceable”; vii kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialitiet mengakibatkan bahaya bagi masyarakat meskipun kecil sekali; viii kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setiap peraturan pidana membatasi kebebasan rakyat dan memberikan kemungkinan kepada aparat penegak hukum untuk mengekang kebebasan itu. Naskah Akademik RUU KUHP | 24 negara diberikan kewenangan merumuskan atau menentukan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dan kemudian dapat menggunakan tindakan represif terhadap setiap orang yang melanggarnya. Inilah salah satu fungsi penting hukum pidana, yakni memberikan dasar legitimasi bagi tindakan represif negara terhadap seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana atau delik. 23 Pembahasan tentang Politik Hukum pidana criminal law politics pada dasarnya merupakan aktivitas yang menyangkut proses menentukan tujuan dan cara melaksanakan tujuan tersebut. Dalam hal ini terkait dengan proses pengambilan keputusan decision making proses atau pemilihan melalui seleksi di antara pelbagai alternatif yang ada, mengenai apa yang menjadi tujuan dari sistem hukum pidana mendatang. Dalam rangka pengambil keputusan dan pilihan tersebut, disusun pelbagai kebijakan policies yang berorientasi pada berbagai permasalahan pokok dalam hukum pidana perbuatan yang bersifat melawan hukum, kesalahanpertanggungjawaban pidana dan pelbagai alternaif sanksi yang baik yang merupakan pidana straf maupun tindakan maatregel. 24 Sebagaimana uraian di atas, bahwa RUU KUHP telah menfokuskan kepada 3 tiga masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. Masing-masing merupakan sub-sistem dan sekaligus pilar- pilar dari keseluruhan bangunan sistem pemidanaan. Berikut ini diuraikan alasan-alasan dari ketiga sub-sistem tersebut.

a. Pilar Pertama: Tindak Pidana