dianggap sebagai kepentingan hukum universal Republik Indonesia
sebagai negara
anggota masyarakat
universal, bekerjasama dengan negara-negara lain ingin pula menegakkan
hukum dan ketertiban dunia, dengan menanggulangi serta memberantas tindakan-tindakan yang melanggar dan merusak
ketertiban dunia, dengan memberlakukan hubungan terhadap perbuatan-perbuatan tersebut, dimanapun dilakukan
164
. Ini terbukti ikut sertanya negara Indonesia dalam beberapa
konvensi-konvensi internasional. Dalam pengikutsertaan Republik Indonesia pada konvensi-konvensi tersebut selalu berdasar pada
asas-asas bahwa kepentingan nasional yang harus didahulukan.
Dalam hukum pidana internasional dikenal dengan istilah
“universal jurisdiction” dan “jus cogens”. “Universal jurisdiction” diartikan sebagai suatu sistem dalam peradilan internasional yang
memberikan kepada pengadilan nasional suatu negara jurisdiksi atas
kejahatan-kejahatan pelanggaran
HAM berat
tanpa mempertimbangkan dimana dan kapan kejahatan dilakukan
serta nasionalitas korban dan pelaku. Sedangkan “jus cogens” adalah suatu doktrin dalam hukum internasional atas dasar
Konvensi Wina 1986 berkaitan dengan hukum yang bersifat memaksa yang harus dilaksanakan oleh seluruh negara obligatio
erga omnes seperti genosida, perdagangan budak, diskriminasi ras, dan kejahatan terhadap kemanusiaan, yang merupakan
hukum yang lebih tinggi. Dalam hal ini berlaku prinsip suatu negara harus menuntut atau mengekstradisi tanpa ketentuan
daluwarsa, imunitas pelaku atau karena atas perintah atasan dan berlaku jurisdiksi universal.
165
e. Asas Keseimbangan daad-daderstrafrecht dan korban
Pembaharuan KUHP di dalamnya mengandung sistem hukum pidana materiel beserta asas-asas hukum pidana yang
mendasarinya, disusun dan diformulasikan dengan berorientasi pada berbagai pokok pemikiran dan ide dasar keseimbangan, yang
antara lain mencakup : a. keseimbangan
monodualistik antara
“kepentingan umummasyarakat” dan “kepentingan individuperorangan”;
b. keseimbangan antara perlindungan atau kepentingan pelaku
164
Budiarti, Op.Cit, hlm. 8
165
Muladi, Statuta Roma 1998 Tentang Mahkamah Pidana Internasional, Penerbit Alumni Bandung, 2011, hlm. 364.
Naskah Akademik RUU KUHP | 106
tindak pidana ide individualisasi pidana dan korban tindak pidana victim of crime;
c. keseimbangan antara
unsurfaktor “objektif”
perbuatanlahiriah dan “subjektif” orangbatiniahsikap
batin; ide “Daad-dader Strafrecht”; d. keseimbangan antara kriteria “formal” dan “material”;
e. keseimbangan antara
“kepastian hukum”,
“kelenturan, elastisitas, atau fleksibilitas”, dan “keadilan”; dan
f. keseimbangan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai global, internasional, atau universal;
Ide dasar “keseimbangan” itu diwujudkan dalam ketiga permasalahan pokok hukum pidana, yaitu dalam masalah:
a. pengaturan tindak pidana atau perbuatan yang bersifat melawan hukum criminal act;
b. pengaturan kesalahan
atau pertanggungjawaban
pidana criminal responsibility; dan
c. pengaturan stelsel pidana dan tindakan punishment and treatment system.
Dalam masalah pengaturan tindak pidana, implementasi ide keseimbangan itu berorientasi pada masalah sumber hukum asas
atau landasan legalitas, yakni di samping sumber hukum atau landasan legalitas didasarkan pada asas legalitas formal
berdasarkan undang-undang yang menjadi landasan utama, juga didasarkan pada asas legalitas material dengan memberi tempat
kepada “hukum yang hidup atau hukum tidak tertulis” the living law. Perluasan asas legalitas materiel ini didasarkan pada:
a. aspirasi yang bersumber dari kebijakan legislatif nasional setelah kemerdekaan;
b. aspirasi yang berasal dari interaksi dan kesepakatan ilmiah dalam pelbagai seminar atau pertemuan ilmiah lain yang
bersifat nasional; c. aspirasi yang bersifat sosiologis; dan
d. aspirasi universal
atau internasional
di lingkungaan
masyarakat bangsa-bangsa yang beradab. Dengan diakuinya “hukum yang hidup” sebagai sumber
hukum sumber legalitas material, maka perlu memberikan pedoman, kriteria atau rambu-rambu mengenai sumber hukum
material mana yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum
Naskah Akademik RUU KUHP | 107
sumber legalitas materiel. Oleh karena itu, pembaharuan KUHP juga harus merumuskan pedoman, kriteria, atau rambu-rambu
yang berorientasi pada nilai-nilai nasional yakni Ideologi Pancasila, dan nilai-nilai atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh
masyarakat bangsa-bangsa yang beradab “the general principles of law recognized by the community of civilized nations”.
Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlindunan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan nilai yang
terganggu di dalam masyarakat. Untuk memenuhi aspek ini, pembaharuan KUHP perlu menyediakan jenis sanksi berupa
“pembayaran ganti kerugian” dan “pemenuhan kewajiban adat”. Kedua jenis sanksi ini dimasukkan sebagai jenis pidana
tambahan, karena dalam kenyataan sering terungkap, bahwa penyelesaian masalah secara yuridis formal dengan menjatuhkan
sanksi pidana pokok saja kepada terdakwa belum dirasakan oleh warga masyarakat sebagai suatu penyelesaian masalah secara
tuntas.
Menanggapi perkembangan yang signifikan akhir-akhir ini tentang tuntutan untuk di satu pihak menjatuhkan pidana yang
berat terhadap
berbagai kejahatan
yang masuk
kategori “extraordinary crimes” dan di lain pihak menerapkan pendekatan
keadilan restoratif restorative justice dan menghindari keadilan retributif retributive justice terhadap tindak pidana anak dan tindak
pidana lain yang tidak terlalu berat, maka dalam pembaharuan KUHP dan KUHAP perlu pengaturan untuk memasukkan materi ini.
restorative justice is about healing rather than hurting, moral learning, community participation and community caring , respectful
dialoque, forgiveness, responsibility, apology, and making amend. mostly works well in granting justice, closure, restoration of dignity,
transcendence of shame, and healing for victim.
166
C. Kajian Praktik Penyelenggaraan
1. Kondisi dan Perkembangan Hukum Pidana Positif di Indonesia
Sebagaimana dimaklumi, hukum pidana positif di Indonesia saat ini terdiri dari KUHP WvS dan berbagai UU khusus di luar
KUHP. Kondisi dan perkembangan KUHP warisan pemerintah
166
Muladi, Pendekatan “Restorative Justice” Dalam Sistem Peradilan Pidana Dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Anak, Ceramah di Program S2 Undip
dan USM, 1 November 2013.
Naskah Akademik RUU KUHP | 108