penyuapan terhadap hakim atau hakim yang menerima suap dimasukan sebagai delik mengenai penyelenggaraan peradilan,
lalu delik penyuapan yang lain tertinggal dalam bab lain, yaitu delik jabatan, misalnya penyuapan polisi, jaksa dsbnya. Hal ini
jelas mengganggu sistematika yang sudah terlanjur terus mengikuti WvS. Terkait hal ini, terdapat alternatif solusi yaitu
alternatif pertama, ialah menyusun bab tersendiri mengenai delik penyelenggaraan
peradilan, kalau
perlu menambah
lagi perumusan baru yang dapat dikutip dari KUHP asing yang lain,
selain Turki dan Perancis atau alternatif kedua, ialah tetap sebagaimana dengan sistematika WvS, yang delik mengenai
penyelanggaraan peradilan tersebar di dalam beberapa bab, dengan penambahan perumusan baru, baik yang kita ciptakan
sendiri maupun yang meniru dari KUHP asing dan dimasukkan ke dalam bab yang serasi.
Jika alternatif yang pertama yang dipilih, dapat memenuhi kebutuhan hukum mengenai perlunya perlindungan terhadap
pengadilan sebagai tindak pidana tersendiri dengan titel contempt of court. Kerugiannya, ialah kemungkinan ada beberapa ketentuan
yang tidak serasinya dengan pengaturan yang lain dalam KUHP. Jika alternatif kedua yang dipilih, berarti tindak pidana yang
termasuk contempt of court tersebar dalam berbagai pasal yang dapat menyulitkan dalam praktek penegakan hukum dan khusus
dalam menjaga kewibawaan hakim yang dapat menggangu jalanya proses peradilan untuk menemukan keadilan. Yang mungkin bisa
dilakukan adalah memilih alternatif yang pertama dengan tetap memperhatikan
tindak pidana
lain yang
terkait dengan
penyelenggaraan peradilan, khususnya mengenai politik hukum pidana pembentukan masing-masing tindak pidana dalam pasal-
pasal lain yang terkait dengan penyelenggaraan peradilan.
2.7. Tindak Pidana Terhadap Agama, Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah
Apabila diinginkan untuk menyempurnakan pengaturan terhadap tindak pidana agama maka kita harus hati-hati apabila
menggunakan rujukan berupa perkembangan “blasphemy” di Inggris Kelemahan pengaturan hukum “blasphemy” di Inggris
adalah bahwa perlindungan hukum dalam hal ini hanya diberikan pada agama tertentu yakni agama Kristen yang di Inggris di
Naskah Akademik RUU KUHP | 224
anggap sebagai bagian yang sangat penting dalam struktur masyarakat.Hal ini nampak pada “actus reus” blasphemy yang
dirumuskan “….. if it denies the truth of the Cristionan religion or of the Bible or the Book of CommoN Prayer, or the existence of God.
Apabila perkembangan tindak pidana agama di Indonesia menuju kearah penempatan agama sebagai kepentingan hukum
yang besar dan mandiri dan tidak hanya sekedar sebagai bagian tindak pidana terhadap ketertiban umum sebagaimana diatur
dalam WvS, maka sebaliknya di Inggris mulai muncul kritik-kritik untuk meniadakan peraturan hukum tentang “blasphemy”
tersebut. Kritik-kritik tersebut dilandasi oleh pemikiran untuk juga melindungi kepentingan hukum agama-agama lain serta atas
dasar kenyataan, bahwa selama lebih dari seratus tahun jarang sekali orang dituntut karena telah melakukan “blasphemy”.
The Law Commission di dalam kertas kerjanya 1981 telah memberikan rekomendasi agar supaya peraturan hukum tentang
“blasphemy” digantikan dengan “an offence of using threatening, abusive or insulting words or behaviour at any time in any place of
worship of the Church of England, or in any other certified place of religious worship, in any churchyard or burial ground, with intent to
wound or outrage the feelings of those using the premises concerned”
187
Dalam hal mengembangkan tindak pidana agama, lebih tepat juga mencontoh pengalaman pengaturan hukum di
Thailand dan Malaysia yang dalam KUHP nya Chapter XV KUHP Malaysia dan Titel IV KUHP Thailand yang jelas-jelas mengatur
“Offenses relating to Religion” yang mencakup perlindungan terhadap semua agama.
Sehubungan dengan niat untuk mewarnai pembaharuan hukum pidana “double track system” dan titik berat diberikan
pada nila-nilai aliran modern sekalipun disana sini pengaruh aliran neo klasik masih terasa, maka timbul masalah sehubungan
dengan keinginan agar kita tetap taat pada asas-asas dasarnya.
Khusus mengenai sistematik penggolongan tindak pidana yang tidak banyak berbeda dengan WvS akan menimbulkan
persoalan karena konsepsi yang mendasari berbeda. Persoalannya adalah apakah penggolongan tersebut merupakan atau untuk
menunjukkan tingkatangradasi dari kepentingan hukum yang dilanggar. Jadi berfungsi “mengekpresikan nilai” atau
187
Law Com, No.79 1981, Crim LR, h.810.
Naskah Akademik RUU KUHP | 225
“mengekpresikan kualitas
nilai”. Selanjutnya
harus pula
dijelaskan apakah penggolongan kualitas tindak pidana yang bersangkutan yang akan berakibat pula pada jumlah maksimun
pidana kualitas. Sehubungan dengan hal diatas, maka bilamana titik berat kita arahkan pada nilai-nilai aliran modern, maka
sebenarnya konsep relativitas kejahatn perlu dikaji lebih lanjut, Apakah hal ini dapat diterima, maka relativitas kejahatan ini
merupakan landasan kuat untuk lebih menyerderhanakan kualitas tindak pidana dengan system standardisasi.
188
Pentingnya pengaturan tentang tindak pidana agama ini adalah karena ini merupakan pewujudan dari sila pertama dalam
Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti bahwa dalam masyarakat Indonesia agama merupakan sendi utama
dalam hidup bermasyarakat.
Perbuatan yang dilarang di sini adalah perbuatan tercela dengan tidak menghormati agama atau umat beragama yang
dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat, atau umat beragama yang bersangkutan, termasuk terhadap sarana ibadah.
Pada akhirnya sepanjang menyangkut cara yang “apodiktis” dalam menetapkan tindak pidana atas dasar asumsi-asumsi yang
dianggap benar dapat dipahami terutama sehubungan dengan fungsi undang-undang yang bersifat instrumental. Hanya saja
perlu dikaji lebih lanjut, sampai seberapa jauh hal ini akan berpengaruh terhadap penggolongan tindak pidana yang untuk
sebagian besar berfungsi untuk mengekpresikan nilai-nilai atau kualitas nilai. Persoalannya akan menjadi semakin komplek
bilamana dikaitkan dengan keharusan agar hukum pidana yang akan dibangun nantinya tidak hanya bersifat defensif saja, tetapi
harus pula bersifat antisipatif legislative forward planning.
189
2.8. Tindak Pidana Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang, Kesehatan, Barang, dan Lingkungan Hidup
Pengaturan mengenai tindak pidana ini sebelumnya telah diatur dalam BAB VII KUHP dan kemudian mengalami
perkembangan baik dalam pengaturan tentang keamanan umum, dan juga dimasukkannya kesehatan dan lingkungan hidup dalam
188
John Kaplan, Simplified Grading, 1975, hal 444 dstnya.
189
Iyer, VR, Krishna, Social Mission of Law, Bombay: Orient Longman,1976, hal.83.
Naskah Akademik RUU KUHP | 226
pengaturan ini, paling tidak pengaturan terhadap hal ini terkait dengan beberapa undang undang, antara lain Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan,
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Beberapa hal yang perlu diatur, antara lain perbuatan yang membahayakan keamanan umum, yang didalamnya mencakup
hal-hal yang dapat menimbulkan kebakaran, ledakan, dan banjir, memiliki dan mengakses benda yang membahayakan orang dan
keamanan umum, menghalangi atau mengganggu kegiatan pmadaman
kebakaran, perbuatan
yang merintangi
atau menghalangi pekerjaan memadamkan kebakaran, baik secara
lansung maupun tidak langsung, menghalangi atau mengganggu kegiatan penanggulangan banjir, ketika terjadi banjir dan sedang
dilakukan kegiatan penanggulangan banjir, perbuatan yang menimbulkan bahaya umum, tanpa izin membuat bahan peledak,
perbuatan
perusakan bangunanyang
penting diantaranya
bangunan listrik, bangunan lalu lintas umum, rambu pelayaran, perusakan gedung; perbuatan perusakan kapal; perbuatan
kenakalan terhadap orang atau barangyang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan bagi orang lain.
Kemudian tindak
pidana terhadap
informatika dan
elektronika, perbuatan penggunaan dan perusakan informasi elektronik dan domain. Hal tersebut adalah perbuatan yang tanpa
hak menggunakan komputer atausistem elektronik dengan tujuan tidak baik, berupa memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik. Pengaturan juga termasuk Penyelenggara agen elektronik yang
tidak
menyediakan fitur
pada agen
elektronik yang
dioperasikannya sehingga
memungkinkan penggunanya
melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Perlu diatur juga perbuatan tanpa hak mengakses komputer dan sistem elektronik, perbuatan menggunakan, mengakses
komputer, atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
Naskah Akademik RUU KUHP | 227
yang bertujuan
memperoleh, mengubah,
merusak, atau
menghilangkan informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional sehingga menyebabkan gangguan atau bahaya
terhadap negara atau negara lain. Perbuatan yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah komputer
atau sistem elektronik yang dilindungi negara atau pemerintah dan masyarakat menjadi terganggu atau rusak,Yang dilakukan
baik dari dalam maupun luar negeri. Termasuk perbuatan menyebarkan, memperdagangkan, atau memanfaatkan kode akses
atau informasi. perbuatan pornografi anak melalui komputer, perbuatan yang terkait pornografi anak melalui sistem komputer
adalah :
a. memproduksi pornografi anak b. menyediakan pornografi anak;
c. mendistribusikan atau mengirimkan pornografi anak; d. membeli pornografi anak
e. memiliki pornografi anak
Selanjutnya terkait tindak pidana penghasutan terhadap binatang dan kecerobohan pemeliharaan binatang, adapun perbuatan
tersebut adalah: a. menghasut binatang
b. tidak mencegah binatang yang ada dalam penjagaannya ketika
binatang tersebut menyerang orang atau binatang lain; c. tidak menjaga binatang buas yang berbahaya yang ada dalam
penjagaannya untuk tidak mengakibatkan kerugian atau bahaya
d. tidak memiliki izin memelihara binatang buas yang berbahaya Tindak pidana kecerobohan yang membahayakan umum dapat
dikategorikan beberapa perbuatan yaitu : a. tidak menerangi dan tidak memberi tanda-tanda pada lubang
atau galian atau tumpukan tanah galian di jalan umum yang dibuatnya sendiri atau karena melaksanakan perintah.
b. tidak mengadakan tindakan yang penting pada saat melaku- kan pekerjaan galian atau tumpukan tanah tersebut sehingga
menimbulkan bahaya. c. Melakukan kegiatan sehingga perbuatan tersebut dapat
menimbulkan kerugian pada orang yang sedang menggunakan jalan umum;
Naskah Akademik RUU KUHP | 228
d. membiarkan di jalan umum hewan dengan tidak melakukan penjagaan atau pengawasan sehingga dapat menimbulkan
kerugian; e. membiarkan ternak yang di bawah penjagaannya terlepas
berkeliaran di jalan umum. f. Berburu dan memasng perangkap hewan tanpa izin.
Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup, perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup,
baik dalam penyediaan bahan bahan hingga implikasi pada lingkungan dan masyarakat. Yang sudah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tindak pidana yang mengatur tentang kerusakan atau kehancuran lingkungan hidup adalah tercemarnya atau rusaknya
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan peri kehidupan dan ksejahteraan manusia serta mahluk lainnya.” Termasuk juga merusak atau menghancurkan
adalah dengan sengaja melepaskan atau membuang dengan sengaja zat, energi, danatau komponen lain yang berbahaya atau
beracun ke dalam tanah, udara, atau air permukaan yang membahayakan terhadap orang atau barang.
Pengaturan perbuatan pencemaran lingkungan hidup adalah untuk mengatur perbuatan pencemaran lingkungan hidup yang
dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan melawan hukum yang memasukkan bahan ke atas atau ke dalam tanah, ke dalam
udara atau ke dalam air permukaan yang diketahuinya atau patut diduganya akan memebahayaakan kesehatan umum atau nyawa
orang lain. Bedanya pengaturan di sini dengan yang diadakan dalam
peraturan perundang-undangan
lainnya tentang
lingkungan hidup adalah bahwa di sini harus dibuktikan adanya kemungkinan bahaya untuk kesehatan umum atau nyawa
manusia.
Selan itu
perlu pengaturan
transplantasi dan
memperjualbelikan organ tubuh, dimana perbuatan pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi
darah dilakukan
untuk mencari
keuntungan, termasuk
didalamnya memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh.
Naskah Akademik RUU KUHP | 229
2.9. Tindak Pidana Terhadap Hak Asasi Manusia yang Berat