109 diriku. Iapun berkata: ’Selamat datang wahai anak saudaraku Telah sampai berita
kepadaku bahwa engkau memiliki suara yang indah saat membaca al-Qur’an. Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya al-Qur’an turun
dengan kesedihan. Jika kalian membacanya, maka menangislah. Jika tidak menangis, maka hendaklah pura-pura menangis. Merdukanlah bacaan al-Qur’an .
Barangsiapa yang tidak memerdukan al-Qur’an dengan suaranya, maka ia tidak termasuk golongan kami.” H.R. Ibn Mâjah
Dan menurut Imam al-Nawawî w.675 H., menangis saat membaca al- Qur’an adalah sifat para arifin dan syi’ar para salihin.
125
2. Tangisan Rasulullah
saw. Menyaksikan Kematian Orang-orang yang Dicintai a Tangis Rasulullah saw. Saat Menyaksikan Kematian Anaknya Ibrâhîm.
Mengingat kematian secara proporsional adalah di antara sifat orang-orang mukmin. Bahkan Rasul menyebutkan bahwa mukmin yang cerdas adalah yang
senantiasa mengingat kematian dan paling banyak mempersiapkan bekal untuk kehidupan sesudahnya.
126
Sedangkan orang yang sibuk mengurus urusan dunia, yang terpasung oleh tipu dayanya dan yang cinta pada kemegahannya, hatinya
akan lalai dan lengah untuk mengingat kematian. Jika diingatkan, maka dia akan berlari darinya. Mereka itulah yang oleh Allah disinyalir melalui firman-
Nya:
ا ن
ا ﻮ
ت ا
ﺬ ي
ﺮ و
ن ﺎ
ﻜ ﺮ
د و
ن ا
ﻰ ﺎ
ا و
ا ﻬ
دﺎ ة
ﻜ آ ﺎ
ﻮ ن
Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. QS.al-Jumu’ah62:8
Bagi orang yang bertaubat, mengingat kematian merupakan sarana untuk membangkitkan rasa takut hatinya sehingga ia benar-benar bertaubat.
125
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî Syarh Sahîh al-Bukhârî, Juz 10, h. 121
126
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd, Bâb Dzikr al-Maut wa al-Isti’dâd lah, no. Hadis 4259, h. 1423
110 Bahkan, mungkin dia akan membenci kematian karena takut akan dijemput
secara tiba-tiba sedangkan dirinya belum melakukan taubat secara sempurna dan belum memperbaiki serta mempersiapkan bekal hidupnya kelak.
Kebencian seperti ini dapat dimaklumi karena akan memotivasi dirinya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas amal saleh.
Sedangkan orang arif akan senantiasa mengingat kematian, karena ia merupakan sarana pertemuan dirinya dengan kekasihnya. Kematian adalah
pintu gerbang yang mengalihkan seseorang dari alam dunia yang fana menuju alam akhirat yang kekal abadi. Bagi orang-orang yang arif salih, muncul
keyakinan bahwa di balik kematian telah menunggu beragam kebahagiaan dan kenikmatan hidup serta jauh dari hingar bingarnya kehidupan dunia yang
penuh tipu daya dan kesemuan. Kematian dalam pandangan ulama adalah pelajaran bagi orang yang
mau mengambil pelajaran dan pemikiran bagi orang yang mau berpikir.
127
. Perhatikanlah sikap Rasulullah saw. saat putra tercintanya dijemput kematian
ﷲا لﻮ ر ﺎ د لﺎ ﷲا ر ﻚ ﺎ ا
ρ ﻰ
ﷲا لﻮ ر ﺬ ﺎ هاﺮ اﺮ نﺎآو ا
ا ρ
هاﺮ ا هاﺮ او ﻚ ذ ﺪ
ﺎ د و ﺎ
لﻮ ر ﷲا
ρ ﺎ او ﷲا
ر فﻮ ﺮ اﺪ لﺎ نﺎ رﺬ
لﺎ ىﺮ ﺎ ﺎﻬ ا ﺔ ر ﺎﻬ ا فﻮ ا ﺎ لﺎ ؟ﷲا لﻮ ر ρ
نا ﺪ
ا ﻚ اﺮ ﺎ او ﺎ ر
ﺮ ﺎ ا لﻮ و نﺰ او
نﻮ وﺰ .
128
127
Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fi al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, T.tp.: al-Maktabah al- Taufîqiyyah, t.t., h. 261-262
128
al-Bukhârî, Sahiîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Qaul al-Nabî innâ bik Lamahzûnûn, h. 84-85; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Fadâ‘il Bâb Rahmatih saw. al-
Sibyân wa al-‘Îyâl wa Tawâdu’ih wa Fadl Dzâlik h. 324-325; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî al-Rukhsah fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 1011, h.
237; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz Bâb fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 3126, h. 193; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a î al-Bukâ
111 Dari Anas bin Mâlik r.a. dia berkata : Kami pernah masuk bersama
Rasulullah ke rumah Abû Saif, seorang pandai besi dan dia adalah sebagai zi’ir istrinya menyusui bagi Ibrahim, lalu Rasulullah saw. memegang
Ibrahim, kemudian memeluk dan menciuminya. Setelah itu, kamipun masuk menemuinya sedang Ibrâhîm terbujur seorang diri. Maka kedua mata
Rasulullah meneteskan air mata, lalu Abdurrahmân bin Auf bertanya kepada beliau: ‘Engkau juga menangis, ya Rasulullah? “beliau pun menjawab:
“Wahai Ibn ‘Auf, sesungguhnya tetesan air mata ini adalah rahmat.” Kemudian diikuti dengan lainnya, lalu beliaupun bersabda; “Sesungguhnya
mata ini telah berlinang, hati bersedih, dan kami tidak mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Tuhan kami. Dan sesungguhnya kami sangat bersedih atas
kepergianmu, wahai Ibrâhîm.” H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-Tirmidzî, Abû Dâwûd, Ibn Mâjah, dan Ahmad
Sebagaimana yang tersebut pada hadis di atas, ketika Ibrâhîm telah mendekati kematian, Rasulullah saw. tidak dapat menahan tetesan air
matanya. Kenyataan ini menakjubkan para sahabat yang hadir, karena dalam berbagai sabdanya beliau senantiasa memotivasi sahabatnya untuk bersabar
ketika musibah datang dan pernyataan beliau bahwa mayat akan disiksa karena tangisan keluarganya. Dengan penuh keheranan, Abdurrahmân bin
‘Auf w. 32 H. bertanya: “Dan engkau ya Rasulullah menangis? “Dalam redaksi Hadis yang disampaikan Abdurrahmân bin ‘Auf, bunyi pertanyaan
Abdurrahmân bin ‘Auf sebagai berikut:
ﻜ ﷲا لﻮ رﺎ ,
ءﺎﻜ ا وا
129
Saya bertanya: “Ya Rasulullah, anda menangis? Bukankah anda melarang kami dari menangis?”
Atas keheranan sahabatnya itu, Rasul menegaskan: “Wahai Ibn ‘Auf, sesungguhnya tangisan ini adalah rahmat. Sesungguhnya mata telah
meneteskan airnya, hati bersedih, dan kami hanya mengatakan apa yang diridhai Tuhan kami. Sesungguhnya kami sangat bersedih atas kepergianmu
‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 1589, h. 506-507; Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 3, h. 237
129
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî, Juz 3, h. 526
112 wahai Ibrahim.”
Menurut Ibnu Batal dan lainnya sebagaimana yang dikutip Imam Ibn Hajar w.852 H., Hadis ini menjelaskan adanya tangisan dan kesedihan yang
dibolehkan. Tetesan air mata yang keluar karena lembutnya kalbu tanpa murka terhadap keputusan Allah tidaklah dilarang. Hadis di atas juga mengandung
anjuran untuk mencium anak, menyusui anak, mengunjungi orang yang lebih kecil, menghadiri orang yang akan meninggal, menyayangi keluarga, serta
kebolehan menginformasikan kesedihan meskipun menyembunyikannya lebih utama.
130
Hal yang senada diungkapkan oleh Imam al-Nawawî w.675 H.. Beliau mengatakan: “Dalam hadis tersebut mengandung makna dibolehkannya
menangis dan bersedih atas orang yang sakit. Hal tersebut tidak bertentangan dengan konsep ridha terhadap takdir Allah. Bahkan, tangisan itu dipandang
sebagai rahmat yang Allah jadikan di dalam hati hamba-hambanya. Yang dicela itu adalah ratapan yang berlebihan nadb niyâhah, kata-kata celaka wail
tsubur, serta ucapan-ucapan batil lainnya. Iulah sebabnya, Rasul mengatakan :’Dan kami tidak mengatakan kecuali yangmembuat ridha Tuhan kami’
131
Al-Hasan w.110 H. mengatakan: “kematian menyingkap dunia. Dunia tidak meninggalkan kebahagiaan bagi orang yang berakal. Tidaklah
seorang hamba menguatkan hatinya untuk mengingat kematian, melainkan di matanya dunia tampak kecil dan semua yang ada di dalamnya menjadi hina.
132
Pada suatu hari, Ibn Mu’tî pernah melihat rumahnya, lalu ia terkagum-kagum
130
Ibid, Juz 3, h. 526 ; Muh. Syams al-Haqq Abâdî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd, Beirût: Dâr al-Fikr, tth, Juz 8, h. 394
131
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî., Jilid 8, h. 85
132
Ahmad Farîd, al-Bahr al-Râ’iq fî al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 260
113 pada keindahannya dan kemudian menangis seraya berucap, “Demi Allah,
kalau bukan karena kematian, niscaya aku akan bahagia bersamamu. Dan kalau bukan karena kita akan kembali ke kuburan yang sempit, niscaya kami
akan menyenangi dunia.”
133
Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi orang yang kematian menjadi tempat kembalinya, tanah sebagai tempat pembaringannya, cacing sebagai
teman setia, Munkar dan Nakir sebagai teman duduknya, kuburan sebagai tempat tinggalnya, dan kiamat sebagai waktu yang dijanjikan baginya serta
surga dan neraka sebagai tempat kembalinya, hendaklah dia tidak memiliki pemikiran lain, kecuali hal tersebut, dan tidak menyiapkan diri kecuali hanya
untuk itu saja.”
134
Rasulullah adalah manusia yang telah mencapai ketakwaan tertinggi dan orang yang paling takut kepada Allah. Namun, kematian anaknya tak
urung membuatnya menangis karena cinta kasihnya. Dengan ingat kematian, beliau juga mendapatkan kenikmatan tersendiri dalam hatinya. Itulah
sebabnya, kitapun harus mengikuti prilaku mulia Rasul ini.
b Tangisan Rasulullah saw. Saat Menyaksikan Kematian Cucunya
Sebagaimana beliau menangis saat menyaksikan anaknya, Ibrâhîm, meninggal dunia, beliau pun menangis dan meneteskan air mata kasih
sayangnya menyaksikan kematian cucunya Umâmah bin Zainab
135
Disebutkan dalam sebuah Hadis:
ا تﺎ ا نﺎآ لﺎ ﺔ ﺎ أ
ρ رﺄ
133
Ibid
134
Ibid, h. 262
135
Muhammad bin ‘Allân al-Siddîqî, Dalîl al-Fâlihîn, Beirût: Dâr al-Fikr, tth, Jilid 3, h. 404
114
ﷲ نإ رﺄ ﺎﻬ ﺄ نأ إ أ ﻰ إ آو ﻰ أ ﺎ و ﺬ أ ﺎ
ﺄ إ رﺄ
و ﺮ ﻰً
مﺎ ﷲا لﻮ ر
ρ ةدﺎ و آ أو ذﺎ و
و ﷲا لﻮ ر اﻮ وﺎ ﺎ د ﺎ ﺎ ا
ρ و
ا ﻰﻜ ﺔ ﺎﻬ ﺄآ لﺎ
رﺪ ﷲا لﻮ ر
ρ لﺎ
ﷲا ﺮ ﺎ إ لﺎ ﻜ أ ةدﺎ ﺪ
دﺎ ءﺎ ﺮ ا
.
136
Dari Usâmah bin Zaid ia berkata: “seorang anak perempuan Nabi saw. telah mengirimkan surat kepada beliau, ‘sesungguhnya anakku mendekati
kematian, maka kunjungilah kami.’ Maka beliau mengirimkan surat balasan sambil menyampaikan salam dan mengucapkan,’Sesungguhnya milik Allah-
lah apa yang telah di ambil-Nya Dan kepunyaan Allah-lah apa yang telah diberikan-Nya. Dan setiap yang ada disisi-Nya ada ajal yang telah ditentukan,
maka sabarlah dan carilah ridha Allah,’lalu putri Rasul itu mengirimkan surat lagi kepada beliau agar mempertimbangkan untuk mengunjunginya.
Kemudian beliaupun berdiri dan ikut juga bersamanya Sa’ad bin Ubadah, Mu’âdz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsâbit, dan beberapa orang
lainnya. Lalu anak kecil itu diangkat untuk diserahkan kepada Rasulullah saw. sedang jiwa anak itu bergetar tersengal-sengal. Usâmah mengatakan,
‘Seolah-olah aku mengira beliau mengatakan, ‘Jiwanya bagai syannun suara tempat air dari kulit yang digerakkan, ‘Lalu air mata beliau bercucuran. Maka
Sa’ad bertanya: “wahai Rasulullah, apa ini?’ Maka beliau menjawab: ‘Ini adalah rahmat yang Allah jadikan dalam hati hamba-hamba-Nya.
Sesungguhnya Allah melimpahkan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang penyayang.” H.R. al-Bukhârî
Rasa sakit yang diderita orang saat sakaratul maut tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Tarikan nyawa oleh malaikat Izrail
melemahkan seluruh anggota tubuh, sehingga boleh jadi tidak ada suara dan teriakan dari calon mayit karena rasa sakit yang terlalu dalam. Kedukaan demi
kedukaan dialami oleh orang yang tengah sakaratul maut hingga akhirnya
136
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-janâ’iz Bâb Qaul al-Nabî Yu’adzdzabu al-Mayyit bi Ba’d Bukâ Ahlih ‘Alaih, h. 80, Juz 7, Kitâb al-Aimân wa al-Nudzûr Bâb Qaul Allâh
Ta’âlâ wa Aqsamû bi al-Lâh Jahd Aimânihim, h. 223-224, Juz 8, Kitâb al-Tauhîd Bâb Qaul al-Lâh Tabâraka wa ta’âlâ Qul Ud’u Allâh, h. 165, Juz 8, Kitâb al-Tauhîd Bâb Mâ Jâ’a fî Qaul Allâh
Ta’âlâ Inna Rahmah Allâh Qarîb min al-Muhsinîn, 186; Muslim, Sahîh Muslim., Juz 1, Kitâb al- Janâ’iz Bâb al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, h. 367; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz
Bâb fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 3125, h. 193; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb al-janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 1580, h. 506
115 nyawa sampai ke tenggorokan.
Pada saat itu pandangannya terputus dari dunia dan penghuninya, dan ditutup pula pintu taubat. Ketika itu, hanya penyesalan yang mengitari para
pelaku dosa dan maksiat. Mengenai hal ini, Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud firman Allah dalam surat al-Nisâ: 18
و ا
ﻮ ﺔ
ﺬ ﻮ
ن ا
تﺎ ا ﻰ
ذ ا
ﺮ ا
ﺪ ه
ا ﻮ
ت لﺎ
ا ا
ن و
ا ﺬ
ﻮ ﻮ
ن و
ه آ
رﺎ ا
و ﻚ
ا ﺪ
ﺎ ﻬ
ﺬا ﺎ
ا ﺎ
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara
mereka, barulah ia mengatakan: Sesungguhnya saya bertobat sekarang Dan tidak pula diterima tobat orang-orang yang mati sedang mereka di
dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.QS.al-Nisâ4:18
Adalah “Apabila orang tersebut telah melihat malaikat maut” Rasulullah saw.sendiri menegaskan:
ا ﺮ ا ρ
ﷲا نإ لﺎ ﺎ ﺪ ا ﺔ ﻮ
ﺮ ﺮ
137
“Dari Ibn ‘Umar r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama ruh belum sampai di
tenggorokan.” H.R. al-Tirmidzî
c Tangisan Rasulullah saw. Menyaksikan Kematian Putrinya
Sebagaimana Rasulullah saw. menangis ketika anaknya, Ibrâhîm, dipanggil ke rahmatullah, beliau juga meneteskan air mata ketika anaknya
yang lain meninggal dunia.
سﺎ ا ﷲا لﻮ ﺮ تﺮ
ﺎ لﺎ ρ
ةﺮ
137
al-Tirmi żī, Sunan al-Tirmidzî, Juz 5, Abwâb al-Da’awât, no. Hadis 3603, h. 207; Ibn
Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb Dzikr al-Taubah, no. Hadis 4253, h. 1420; Nilai Hadis ini hasan garib.
116
ﷲا لﻮ ر ﺎهﺬ ﺄ ρ
ﺎﻬ ﺪ و رﺪ ﻰ إ ﺎﻬ
ﷲا لﻮ ر يﺪ هو ρ
ﺎﻬ لﺎ أ مأ ﻜ ﷲا لﻮ ر
ρ مأ ﺎ
ﷲا لﻮ رو ﻜ أ أ ρ
ﺎ كﺪ ﺎ
ﷲا لﻮ رو ﻜ أ ρ
ﷲا لﻮ ر لﺎ ﻜ ρ
إ ﷲا لﻮ ر لﺎ ﺔ ر ﺎﻬ ﻜ و ﻜ أ
ρ ﺮ ﺆ ا
عﺰ لﺎ آ ﻰ ﺰ ا ﺪ ﻮهو
و
.
138
Dari Ibnu Abbas ra dia berkata: Ketika puteri Rasulullah saw. akan mendekati ajal kematian, beliau mengambil puterinya lalu menggendongnya,
merangkul ke dadanya dan selanjutnya meletakkan tangan beliau ke tubuh puterinya. Kemudian puterinya itupun meninggal di hadapan beliau. Maka,
Ummu Aiman menangis dengan keras sehingga Rasulullah saw. bersabda: “Apakah engkau menangis di dekat Rasulullah?” Ummu Aiman balik
bertanya: “mengapa aku tidak menangis, sedangkan engkaupun pernah menangis?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku tidak menangis.
Sesungguhnya tangisan saya merupakan rahmat.” Beliaupun melanjutkan dengan sabdanya: “Sesungguhnya seorang mukmin selalu berada dalam
kebaikan dalam setiap keadaan. Sesungguhnya nyawanya dicabut dari dua sisinya sedang dia dalam keadaan memuji Allah.”
Demikianlah seharusnya yang ditunjukkan seorang mukmin. Apapun yang menimpa seorang mukmin, ia akan selalu menyikapinya dengan positif.
Jika kebaikan, ia akan syukuri. Dan jika ketidakbaikan, ia akan sabar. Adapun tetesan air mata Rasulullah saw. bukanlah wujud ketidakrelaan
beliau terhadap kematian putrinya, tetapi sebagai tanda cinta dan kasih sayangnya kepada orang yang menghadap Ilahi.
d Tangisan Rasulullah saw. Saat Kematian ‘Utsmân bin Maz’ûn
Salah seorang sahabat yang dicintai oleh Rasulullah saw. dan lebih dulu memasuki taman Islam adalah ‘Utsmân bin Maz’ûn w.2 H., seorang
ahli ibadah lagi bertakwa, seorang mukhlis lagi bersih, pemberani yang tak
138
al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Janâ’iz Bâb fî al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, no. Hadis 1840, Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002, Cet.I., h 314-315
117 pernah gentar, dan seorang pemimpin yang tangguh.
Untuk orang seperti inilah beliau meneteskan air mata ketika Allah memanggil ke pangkuan-Nya.
ا نأ ﺔ ﺎ ρ
ﻮهو ﻮهو نﻮ
نﺎ نﺎ رﺬ ﺎ لﺎ وأ ﻜ
139
Dari ‘Aisyah ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw. mencium ‘Utsmân bin Maz’ûn ketika ia telah menjadi mayat sambil menangis. atau: kedua matanya
meneteskan air mata. H.R.al- Tirmidzî dan Abû Dâwûd Betapa beliau berduka atas kematian ‘Utsmân bin Maz’ûn. Beliau
peluk dan cium sambil meneteskan air mata saat sahabat tercintanya itu meninggal dunia. Air mata Rasulullah saw. adalah laksana lempengan permata
yang berkilauan di atas pipinya. Sikap yang ditunjukkan oleh teladan umat ini mengindikasikan
mulianya kedudukan sahabat ‘Utsmân bin Maz’ûn. Beliau adalah sahabat muhajirin pertama yang meninggal dunia di Madinah, sebagaimana dia adalah
orang pertama yang dimakamkan di Baqi. Ketika Rasulullah saw. mengutamakan kelompok minoritas yang
beriman yang berada dalam penindasan seraya menyuruh mereka untuk hijrah ke Habasyah, maka ‘Utsmân bin Maz’ûn adalah pemimpin golongan
pertama dari kalangan orang-orang Muhajirin yang ditemani oleh puteranya, al-Sâ’ib, yang menghadapkan wajahnya ke negeri yang jauh dari tipu daya
musuh Allah, Abu Jahal, serta kebengisan kaum kafir Quraisy.
e Tangisan Rasulullah saw. atas Syahidnya Panglima Mu’tah
Allah swt. berfirman dalam surat al-Taubah ayat 111:
139
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî Taqbîl al- Mayyit, no. Hadis 994, h. 229; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz Bâb fî
Taqbîl al-Mayyit, no. Hadis 3163, h. 201
118
ﺔ ا ﻬ نﺄ ﻬ اﻮ أو ﻬ أ ﺆ ا ىﺮ ا ﷲا نإ
, نﻮ و نﻮ ﷲا
نﻮ .
ﻰ ﺎً اﺪ و
ارﻮ ا ناﺮ او
ا و ة .
ﷲا ﺪﻬ ﻰ وأ و ,
ﺎ يﺬ ا ﻜ اوﺮ ﺎ
, ا زﻮ ا ﻮه ﻚ ذو
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi Janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah
yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang
besar. QS. al-Taubah9:111
Imam ‘Ali al-Sâbûnî menjelaskan bahwa firman Allah ini merupakan perumpamaan tamtsîl yang paling jelas dan gamblang tentang balasan untuk
orang-orang yang berjihad. Allah akan membalasnya dengan surga atas pengerahan dan pengorbanan harta dan jiwa mereka di jalan-Nya, dan itu
diungkapkan-Nya dengan term “jual-beli”.
140
Di antara para mujahid yang membenarkan janji Allah di atas adalah tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu: Zaid bin Hârits w.8 H., Ja’far bin Abî
Tâlib w. 8 H., dan Abdullâh bin Rawâhah w.8 H.. Ketiganya telah menjadi syuhada dalam perang Mu’tah.
ﷲا ر ﻚ ﺎ أ
ا لﺎ لﺎ ρ
ﺔ اﺮ ا ﺬ أ ﷲا ﺪ ﺎهﺬ أ
ﺄ ﺮ ﺎهﺬ أ ﺄ ﺪ ز
ﷲا لﻮ ر نإو
ﺄ ﺔ اور ρ
ﺬ أ نﺎ رﺬ ﺎه
ةﺮ إ ﺮ ﺪ ﻮ ا ﺪ ﺎ .
141
Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Panji dipegang oleh Zaid lalu terbunuh. Kemudian panji diteruskan oleh Ja’far, lalu iapun
140
Ali al-Sâbûnî, Safwah al- Tafâsîr, Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, 14201999, Jilid 1, h. 564
141
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb al-Rajul Yan’â ilâ Ahl al- mayyit bi Nafsih, h. 72; Juz 3, Kitâb al-Jihâd wa al-Siyar, h. 203; Juz 4, Kitâb Fadâ’il Ashâb al-
Nabî saw. Bâb Manâqib Khâlid Ibn Wâlid, h. 218; Juz 5, Kitâb al-Maghâzî Bâb ‘Umrah al-Qadâ h. 87
119 terbunuh. Selanjutnya dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, lalu iapun
terbunuh.” Sesungguhnya kedua mata beliau meneteskan air mata. Kemudian panji diambil alih oleh Khalid bin Walid hingga kemenanganpun dpaat
diraih.” H.R. al-Bukhârî
f Tangisan Rasulullah saw. atas Syahidnya Hamzah
Allah swt. menguatkan Islam, salah satunya adalah dengan kegigihan Hamzah w.3 H., paman Rasulullah saw. Dengan semangat membara,
Hamzah membela Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Hamzah memang tidak dapat membendung segala kekerasan dan
siksaan kafir Quraisy. Tetapi keislamannya seolah-olah menjadi benteng dan perisai, di samping menjadi daya tarik bagi kabilah Arab. Terlebih ketika
diikuti pula oleh keislaman ‘Umar bin Khattâb r.a w.23 H.. Panji pertama yang dipercayakan oleh Rasulullah saw. kepada umat
Islam, diserahkan kepada Hamzah r.a. w.3 H. Dan ketika pasukan Islam berhadap-hadapan dengan kaum kafir di perang Badar, Hamzah telah
menunjukkan keberanian yang sangat luar biasa.
142
Sahabat yang mulia ini syahid dalam perang Uhud di tangan seorang budak Habsyi yang bernama Wahsyi. Setelah Hamzah wafat dengan lemparan
tombak Wahsyi, Wahsyipun mengambil hatinya dan mempersembahkannya kepada Hindun bin ‘Utbah istri Abû Sufyân sesuai pesan.
Maka Hindun yang Ayahnya telah tewas di tangan kaum muslimin dalam perang Badar, mengigit dan mengunyah hati Hamzah karena dendam
dan amarah murka.
143
Betapa sedih dan pedih Rasulullah saw. menghadapi kenyataan pahit ini, sehingga tatkala beliau kembali dari perang Uhud dan menyaksikan wanita-wanita
142
Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Shahabat Rasulullah, Jakarta: Pustaka Amani, 1997, Cet.I, h. 200-201
143
Ibid, h. 207
120 Ansar menangisi suami mereka yang terbunuh, beliaupun bertambah sedih.
ﷲا لﻮ ر نأ ﺮ ا ρ
ا ﺪ ءﺎ ﺮ ﻜ ﻬ
ﷲا لﻮ ر لﺎ ﺪ أ مﻮ هﺎﻜ ه ρ
ةﺰ ﻜ آاﻮ
ا ءﺎ ءﺎ ﻜ رﺎ
لﻮ ر ﺎ ةﺰ
ﷲا ρ
لﺎ و
هوﺮ ﺪ ا ﺎ ﻬ و
ﺪ ﻚ ﺎه ﻰ ﻜ مﻮ ا
. يﺮ او ﺔ ﺎ ا اور
144
3. Tangisan Rasulullah saw. di Depan Makam Ummu Kultsûm