Tangisan Para Nabi dan Keturunannya saat Mendengar Ayat-ayat Allah

86 kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. QS.al- Taubah9:92 86 Itulah tangisan kesedihan yang telah ditunjukkan oleh para sahabat yang bersih hatinya, yang selalu ingin menunjukkan cinta mereka kepada Islam. Tangisan seperti inilah tangisan yang dibenarkan dan mendapatkan ridha dari Allah. Tangisan mereka adalah tangisan murni dan karenanya bernilai ibadah, bukan tangisan pembual yang diada-adakan agar terkesan memiliki niat yang baik. Dengan turunnya ayat di atas, maka kewajiban berjihad bagi orang yang berhalangan dengan uzur yang dibenarkan menjadi gugur. Tiga uzur yang dibenarkan sebagaimana yang tergambar dari ayat 91-92 di atas adalah: karena lemah, karena sakit, dan karena fakir. Bagi orang yang memiliki salah satu di antara tiga uzur di atas, maka mereka tidak berhak mendapat celaan dan dosa karena tidak berangkat berperang.

5. Tangisan Para Nabi dan Keturunannya saat Mendengar Ayat-ayat Allah

Satu di antara cara al-Qur’an menyampaikan sebuah kebenaran adalah melalui kisah atau cerita nabi, rasul, dan umat terdahulu. Kisah-kisah itu banyak mengandung ibrah atau pelajaran, baik bagi Nabi Muhammad ataupun bagi umatnya. Menurut Syaikh Mannâ’ al-Qattân, setidaknya ada 6 manfaat kisah yang disampaikan Allah dalam al-Qur’an, yaitu: 86 Ibid; Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 2, h. 381; K.H.Q. Shaleh, Asbabun Nuzul, Bandung: Penerbit cv, Diponegoro, 1984, h. 258 87 a. Menjelaskan dasar atau prinsip dakwah Islam. b. Memantapkan hati Nabi Muhammad saw. dan umatnya dalam beragama. c. Membenarkan eksistensi para nabi terdahulu, mengingat mereka, dan mengabadikan peninggalan-peninggalannya. d. Menampakkan kebenaran dakwah Nabi Muhammad saw. e. Menundukkan ahli kitab tentang kebenaran dan hidayah yang mereka sembunyikan melalui hujjah yang jelas. f. Kisah merupakan salah satu cara penyampaian yang enak didengar telinga dan sangat berpengaruh bagi jiwa. 87 Dalam surat Maryam, Allah banyak menceritakan kisah orang-orang shalih terdahulu, seperti nabi Zakariyyâ a.s., nabi Yahyâ a.s., Maryam, nabi Isâ a.s., nabi Ibrâhîm a.s., dan nabi Mûsâ a.s. Allah memerintahkan kepada kekasih-Nya, Nabi Muhammad saw., untuk mengingat nabi-nabi yang utama itu yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Setelah kisah-kisah itu disampaikan, maka pada ayat 58 dari surat Maryam, Allah berfirman: ﷲا أ ﺬ ا ﻚ وأ و مداء ﺔ رذ ا ﻬ ﺎ ﺪه و اﺮ إو هاﺮ إ ﺔ رذ و حﻮ ﺎ ﻬ ﻰ اذإ ﺎ او ﺎًﻜ و اﺪ اوﺮ ﺮ ا تﺎ اء Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat- ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. QS.Maryam19:58 Menurut Ibn Katsîr w. 774 H., bahwa yang dimaksud dengan para nabi itu tidak sebatas yang disebutkan dalam surat Maryam saja, tetapi mencakup 87 Mannâ’ al-Qattân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Riyâd: Mansyûrât al-‘Asr al-Hadîts, 1973, h. 307 88 seluruh nabi. Menurut al-Suddî w. 127 H. dan Ibn Jarîr w. 310 H., yang dimaksud dari keturunan Adam adalah Idrîs, dari keturunan pengikut bahtera Nûh adalah Ibrâhîm, dari keturunan Ibrâhîm adalah Ishâq, Ya’qûb, dan Ismâ’îl, dan dari keturunan Israil Daud adalah Mûsâ, Hârûn, Zakariyyâ, Yahyâ, dan Isâ bin Maryam. Ibn Jarîr menegaskan: “Oleh karena itu, keturunan mereka dibedakan meski semuanya kembali kepada Adam. Sebab, di antara mereka terdapat yang bukan dari keturunan pengikut bahtera Nûh, yaitu Idrîs. Ia adalah kakek dari nabi Nûh.” Menurut Ibn Katsîr w.774 H., inilah pendapat yang paling jelas. Idris berada dalam garis keturunan nabi Nuh. Konon dikatakan, ia termasuk nabi dari kalangan bani Israil. 88 Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah. Mereka adalah manusia, bukan jenis makhluk lainnya. Tetapi mereka terpilih sebagai penyampai risalah Ilahi yang suci kepada umat manusia di bumi. Merekalah orang-orang yang telah mendapatkan hidayah petunjuk hakiki dari Allah, yaitu Islam. Mereka menjadi manusia terpilih, karena hidup mereka dihiasi dengan iman dan takwa. Itulah beberapa karakteristik mulia yang dimiliki oleh manusia-manusia mulia. Dan ada satu lagi karakteristik positif mereka yang mendapat pujian dari Allah, yaitu “Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” Mereka semua adalah orang-orang yang telah diberi nikmat, diberi petunjuk, dan merupakan manusia pilihan di sisi Allah. Namun, ketinggian dan kemuliaan martabat mereka di sisi Allah tidak membuat mereka menjadi manusia sombong dan angkuh, terlebih di hadapan Sang Penguasa. Mereka 88 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 3, h.126-127 89 hanyalah ‘ibâdullâh, hamba-hamba Allah. Bila malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu kepada mereka, mereka menyungkur, berlutut, dan bersujud merendahkan diri sambil menangis. Hal itu mereka lakukan karena rasa takut khasy-yah mereka kepada Allah, sedangkan mereka sendiri memiliki martabat yang luhur, jiwa yang suci, serta kedekatan kepada Yang Mahakuasa. Ayat ini sekaligus menjadi dalil bahwa ayat-ayat Allah Yang Maha Rahman memiliki pengaruh yang dapat membekas dalam kalbu 89 Sikap seperti itulah yang juga harus ditunjukkan oleh seluruh manusia sebagai hamba-Nya. Tidak ada alasan dan dalil apapun bagi seseorang untuk membangkang dan durhaka kepada Allah. Dengan segala kerendahan hati, sambil berlutut dan bersujud, manusia harus dengan sungguh-sungguh mengakui dirinya sebagai abdi dan Allah sebagai Tuhannya. Bukankah jika Allah ingin mengangkat derajat hamba-Nya, dipanggilnya hamba itu dengan sebutan “abdi” hamba, sahaya, atau budak? Ketika Allah menceritakan tentang anugerah yang Ia karuniakan kepada Nabi kita dengan meng-isra-kan beliau pada surat al-Isrâ ayat 1, Allah menyebut nabi kita dengan “’abdihi” hamba-Nya.Ketika Allah menceritakan nabi Zakariyyâ, Ia menyebutnya “’Abduhû Zakariyyâ” hamba-Nya, Zakariyyâ.Dalam surat al- Isrâ ayat 3, Allah menyebut Nuh dengan “’abdan syakûrâ” hamba yang bersyukur. Ketika nabi Mûsâ menuntut ilmu kepada seseorang, seseorang itu disebut oleh Allah sebagai “’abdan min ‘ibadina” Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami. Nabi Sulaiman juga disebut-Nya sebagai “ni’mal ‘abdu” hamba yang paling baik, demikian pula dengan nabi Ayyûb. 89 al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 16, h. 157; ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr., Jilid 2, h. 221 90 Begitulah para nabi yang mulia. Semakin ditambah anugerah nikmat oleh Allah, bertambah pula sujud dan deraian air mata sebagai wujud tunduk dan cinta kepada Allah, seraya mengakui bahwa diri mereka adalah hamba Allah. Menurut Ibn Katsîr w.774 H., para ulama sepakat untuk melakukan sujud pada ayat ini sebagai bentuk iqtidâ dan ittibâ’ mengikuti kebiasaan mereka. 90 Bahkan menurut Imam al-Alûsî w.1270 H., ayat ini menjadi dalil dianjurkannya untuk bersujud dan menangis ketika membaca membaca al- Qur’an. 91 Para ulama memberikan petunjuk agar ketika berjumpa atau mendengar ayat-ayat yang dikategorikan sebagai ayat sajadah, hendaknya kita melakukan sujud tilawah. Dan ketika kita telah sampai pada ayat 58 dari surat Maryam ini, kita dianjurkan untuk membaca doa berikut ini: 92 ةو ﺪ آﺎ ا ﺪﻬ ا ﻬ ا كدﺎ ا ﻬ ا ﻚ ﺎ ا Ya Allah, jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang telah dianugerahkan nikmat, mendapatkan petunjuk, bersujud kepada-Mu dan menangis ketika membaca ayat-ayat-Mu.” Begitulah tangisan yang ditunjukkan oleh hamba-hamba-Nya yang shalih dan terpilih. Demikianlah tangisan yang lahir karena adanya rasa takut akan siksa Allah, kerinduan kepada Allah, dan sebagai wujud syukur atas segala anugerah nikmat yang sedemikian melimpah dari Allah.

6. Allah Berkuasa Menjadikan Seseorang Menangis dan Tertawa