Menyembah Allah dan Tidak Menyekutukan-Nya

188 ﺎﻬ وﺰ ةءﺮ ا وأ ﺎﻬ ﺎ د ﻰ إ ﺮ ه ﺎآ و ﻮ رو إ ﺮ ﺎه ﺎ ﻰ إ ﺮ ﻬ 254 Dari Amîril Mu’minîn Abî Hafs ‘Umar ibn al-Khattab r.a. ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya setiap pekerjaan itu ditentukan nilainya oleh niat, dan setiap orang memperoleh imbalan sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan sampai kepada Allah dan Rasulnya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena materi dunia yang ingin diraihnya atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya akan sampai kepada yang ditujunya” H.R. al-Bukhârî dan Muslim Lebih jauh dapat dikatakan bahwa nilai suatu amal bukan semata-mata dari wujud lahiriah, tetapi yang lebih penting adalah niat pelakunya. 255 Di sinilah diperlukannya keikhlasan dalam beraktivitas sebagai upaya untuk menghindari diri dari sikap riya dan sum’ah. Ikhlas, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Muhâsibî dalam kitab “al-Ri’âyah” adalah berkehendak untuk ta’at dan patuh kepada Allah, tidak kepada yang lain. 256

5. Menyembah Allah dan Tidak Menyekutukan-Nya

Keimanan seorang hamba kepada Allah harus dibuktikan dengan pengabdian secara nyata sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Tanpa pembuktian, kualitas iman seseorang menjadi diragukan. Itulah sebabnya, dalam surat al-Fatihah ayat kelima ditegaskan: 254 al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Wahy Bâb Kaif Kâna Bad’i al-Wahy ilâ Rasûl al-Lâh saw., h. 2 dan kitâb al-Îmân Bâb Mâ Jâ’a inna al-A’mâl bi al-Niyyah, h. 20; Juz 4, Kitâb al-Manâqib Bâb Hijrah al-Nabî wa Ashâbih ilâ al-Madînah, h. 252; Juz 6, Kitâb al-Nikâh Bâb Man Hajara au ‘Amila Khairan li Tazwîj Mar’ah falahu Mâ Nawâ, h. 118 dan Kitâb al-Talâq fî al-Ighlâq wa al-Mukrah wa al-Sakrân wa al-Majnûn, h. 168; Juz 7, Kitâb al-Aimân wa al- Nudzûr Bâb al-Niyyah fî al-Aimân, h. 231; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Imârah Bâb Qaulih saw. Innamâ al-A’mâl bi al-Niyyah, Indonesia: Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t., h. 157-158; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Jihâd Bâb Mâ Jâ’a Man Yuqâtilu Riyâ’an wa li al-Dunyâ, no. Hadis 1698, h. 100; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 2, Kitâb al- Talâq Bâb fî Mâ ‘Uniya bih al-Talâq wa al-Niyyât, no. Hadis 2201, Jakarta: Dâr al-Hikmah, tth.., h. 262; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Tahârah Bâb al-Niyyah fî al-Wudû, no. Hadis 75, Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002, Cet.I, h. 20 Kitâb al-Talâq Bâb al-Kalâm idzâ Qusida bih fîmâ Yahtamilu Ma’nâh, no. Hadis 3434, h. 560; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Niyyah, no. Hadis 4227, h. 1413; Ahmad, al-Musnad, Beirût: Dâr al-Fikr, t.t., Juz 1, h. 25, Juz 3, h. 60 255 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, h.754 256 al-Nawawî, Syarh al-Arba’în al-Nawawiyah, Surabaya: Maktabah Ahmad bin Sa’ad bin Nabhân wa Aulâdih, tth, h.7 189 “Hanya kepada-Mu-lah kami mengabdi dan hanya kepada-Mu-lah kami mohon pertolongan.” Ayat yang selalu dibaca berulang-ulang dalam shalat tersebut sesungguhnya merupakan suatu upaya mengingatkan dan memperbaharui tauhid seorang mukmin. Dalam akidah Islam, tidak mengabdi kepada Allah dan berbuat syirik kepada-Nya dianggap sebagai dosa terbesar yang tidak akan diampuni oleh Allah, jika yang bersangkutan tidak bertaubat sampai ajal menjemput. Dengan begitu, dapatlah dipahami jika para shalihin mengejawantahkan tauhid rubûbiyyah ke dalam tauhid ulûhiyyahubûdiyyah dengan menyembah hanya kepada Allah dan meninggalkan jauh-jauh segala bentuk kesyirikan. Lihat surat al-Anbiyâ21:72-72 dan al-Ankabût29:9 sebagaimana yang telah dicantumkan pada poin ketiga

6. Menegakkan Salat dan Menunaikan Zakat