121 kesabaran dan ketabahan yang tidak tertandingi. Berikut ini adalah salah satu
sikap beliau memberikan ucapan selamat jalan kepada puterinya, Ummu Kultsûm.
ﻚ ﺎ أ ﷲا لﻮ ﺮ ﺎ ﺎ ﺪﻬ لﺎ ا
ر ρ
ﷲا لﻮ رو لﺎ ρ
نﺎ ﺪ أﺮ لﺎ ﺮ ا ﻰ ﺎ
لﺎ ﺎ أ ﺔ ﻮ أ لﺎ ﺔ ا فرﺎ ر ﻜ ه لﺎ لﺎ
ﺎ ﺎهﺮ لﺰ لﺎ لﺰ
146
Dari Anas bin Mâlik, dia berkata: “Kami pernah menghadapi pemakaman salah seorang puteri Rasulullah saw. Dia berkata, sementara Rasul duduk di dekat
kuburan, lalu aku melihat kedua matanya meneteskan air mata, kemudian beliau bersabda; ‘Apakah ada salah seorang di antara kalian yang tidak berjima tadi
malam? ‘Abu Thalhah menjawab: ‘Aku’ Beliau berkata: ‘Kalau begitu’ turunlah engkau’ maka Abu Thalhah pun menuruni kuburan Ummu Kaltsûm.” H.R. al-
Bukhârî
Begitulah sikap Rasulullah saw.memberikan ucapan selamat jalan kepada puteri tercintanya. Beliau duduk sambil melihat kubur dan meneteskan air mata
dengan penuh keridhaan menerima takdir Ilahi. Rasulullah memberi salam perpisahan dengan penuh khidmat dan tenang yang disertai linangan air mata
kejujuran, di mana seakan-akan beliau berkata kepadanya: “Sampai bertemu lagi puteriku di pelataran kiamat dan surga yang dijanjikan, insya Allah.”
4. Tangisan Rasulullah saw. saat Berziarah Kubur
Alam kubur atau alam barzakh adalah suatu masa tanpa batas tertentu yang akan dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali. Dan menurut pandangan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah bahwa ketika manusia telah meninggal dunia, pasti ia akan ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, baik jika mayat itu dikuburkan ataupun tidak.
147
Bahagia dan sengsaranya seseorang di alam kubur sangat ditentukan oleh amal
146
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Qaul al-Nabi saw.Yu’adzdzabu al-Mayyit bi Ba’d Bukâ Ahlih ‘Alaih, h. 80 Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Man
Yadkhulu Qabr al-Mar’ah, h. 93
147
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, Bandung: CV Diponegoro, 1999, h. 389-390
122 ketika ia hidup di dunia. Jika amalnya baik, maka ia akan mendapatkan kenikmatan. Dan
jika amalnya buruk, maka ia akan mendapatkan siksa kubur. Itulah sebabnya, Rasulullah saw. mengajarkan kepada umatnya agar berlindung dari siksa kubur.
Dalam sebuah Hadis dari Abû Hurairah r.a.w.57 H. bahwa Nabi saw. bersabda:
أ ﷲا لﻮ ر لﺎ لﻮ ةﺮ ﺮه
ρ ﺪﻬ ا آﺪ أ غﺮ اذإ
ا ﷲﺎ ذﻮ
ﺮ ﺮ ا باﺬ و ﻬ باﺬ رأ
ﺪ ا ا ﺮ و تﺎ او ﺎ
ا ﺔ و لﺎ
148
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian selesai dari tasyahud akhir, maka hendaklah ia
memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal, yaitu: dari azab neraka, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari fitnah al-Masîh
al-Dajjâl.” H.R. Muslim
Membicarakan alam kubur identik dengan membicarakan kematian. Sedangkan membicarakan dan mengingat kematian sangat dianjurkan oleh
Rasulullah saw. Dalam sebuah Hadis disebutkan:
ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ ةﺮ ﺮه أ ρ
تاﺬ ا مذﺎه ﺮآذ اوﺮ آأ تﻮ ا
149
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Perbanyaklah untuk mengingat pemutus kenikmatan” yaitu kematian. H.R.
al-Tirmidzî, al-Nasâ’î, Ibn Mâjah, dan Ahmad Hal yang perlu diketahui adalah bahwa azab kubur adalah azab alam
barzakh sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
نﻮ مﻮ ﻰ إ خزﺮ ﻬ ارو و
148
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al-Salâh Bâb Mâ Yusta’âdzu minh fî al-Salâh, h. 237
149
al-Tirmidzî Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Dzikr al-Maut, no. Hadis 2409, h. 378-379; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Katsrah dzikr al-
Maut, no. Hadis 1821, h. 311-312; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb Dzikr al-Maut wa al-Isti’âdzah, no. Hadis 4258, h. 1422; Ahmad, al-Musnad, Juz 2, h. 293; al-Nawawî,
Riyâd al- Sâlihîn, Kairo: Matba’ah al-Istiqâmah, 13571939, h. 258-259; Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa, Jakarta: Robbani Press, 2003, Cet. III, h.123; Nilai Hadis ini hasan sahih
garib.
123 “Dan di belakang mereka terdapat alam barzakh sampai waktu mereka
dibangkitkan.” QS. al-Mu’minûn23:100 Kenyataan adanya azab kubur ini disadari betul oleh Rasulullah saw. sehingga
beliau menjadi orang yang paling takut dan bertakwa di antara manusia. Beliau diliputi rasa takut yang sebenar-benarnya saat menyaksikan orang menggali kubur. Beliaupun
segera mendatangi mereka dan melihat kuburan serta menangis karena takut pada berbagai peristiwa menyeramkan selama masa yang menakutkan itu.
Tentang hal ini, disebutkan dalam Hadis berikut ini:
ﷲا لﻮ ر ﺎ آ لﺎ ءاﺮ ا ρ
ﺮ ﻰ ةزﺎ
اوﺪ ﺄ اﺬه اﻮ إ ﺎ لﺎ ىﺮ ا ﻰ ﻰﻜ ﺮ ا
Dari al-Barâ dia berkata: Ketika kami bersama Rasulullah saw. berada di hadapan jenazah, lalu beliau duduk di sisi kuburan. Beliaupun menangis hingga air
matanya membasahi tanah. Selanjutnya beliau bersabda: “Wahai saudara-saudaraku, untuk hari seperti ini, hendaklah kalian menyiapkan diri” H.R. Ibn Mâjah
150
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa beliaupun menangis ketika berziarah ke kubur ibunya.
ا راز لﺎ ةﺮ ﺮه أ ρ
ﻮ ﻰﻜ أو ﻰﻜ أ ﺮ ذﺄ او نذﺆ ﺎﻬ ﺮ
أ نأ ر ذﺄ ا لﺎ ﺈ رﻮ ا اوروﺰ نذﺄ ﺎهﺮ روزأ نأ
تﻮ ا ﺮآﺬ ﺎﻬ
151
Dari Abû Hurairah r.a. ia berkata: “Nabi saw. pernah berziarah ke makam ibunya lalu menangis dan membuat orang di sekitarnya ikut menangis. Lalu beliau
bersabda: ‘Aku telah meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampunan baginya tetapi tidak diberikan izin. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk
berziarah ke kuburannya, maka Dia-pun memberikan izin kepadaku. Oleh karena itu, berziarahlah ke kuburan, karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada
kematian.’”H.R. Muslim, Abû Dâwûd, al-Nasâ’î, dan Ibn Mâjah,
Sesungguhnya hati itu dapat khusyu dan mata dapat meneteskan airnya
150
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4195, h. 1403
151
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Isti’dzân al-Nabî saw. Rabbah ‘Azza wa Jalla fî Ziyârah Qabr Ummih, h. 289; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-
Janâ’iz Bâb fî Ziyârah al-Qûbûr, no. Hadis 3234, h. 218; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î., Kitâb al- Janâ’iz Bâb Ziyârah Qabr al-Musyrik, no. Hadis 2031, h. 342; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Majah, Juz
1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ’a fî Ziyârah Qubûr al-Musyrikîn, no. Hadis 1572, h. 501
124 karena mengetahui berbagai peristiwa menyeramkan pada saat yang menegangkan
itu. Rasulullah sendiri takut dan bersegera merenungkan liang lahad. Air mata beliau menetes sehingga membasahi pipi, bahkan tanah. Lalu apa yang harus kita
lakukan dengan setumpuk dosa dan kemaksiatan diri kita? Tidak ada seorangpun yang dapat menjamin, apakah ketika ia masuk ke
dalam kubur ia dapat menjawab pertanyaan atau tidak? Apakah kuburnya menjadi luas dan menjadi bagian dari taman surga atau justru menyempit dan menjadi
bagian dari liang neraka. Untuk kondisi itulah beliau meminta kepada umatnya agar mempersiapkan
bekal menghadapi alam yang belum pernah dialami oleh seorangpun. Meski beliau dijamin masuk surga, namun beliau biasa menangis dan bertaubat dalam sehari
tidak kurang dari seratus kali, sedangkan kita tertawa terbahak-bahak. Beliau biasa takut akan siksa Allah, sementara kita justru berangan-angan dan merasa aman.
Beliau selalu menyiapkan diri untuk menghadapi kematian yang merupakan keniscayaan bagi semua manusia, sementara kita selalu bersikap masa bodoh.
Tetesan air mata beliau adalah tetesan air mata spiritual yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Tetesan air mata seperti inilah yang mampu
menggerakkan pelakunya untuk melakukan introspeksi dan evaluasi diri sehingga selalu melakukan perbaikan diri dalam kehidupan.
a. Tangisan Rasulullah saw. Saat Menjenguk Sa’ad bin ‘Ubâdah
Rasulullah saw. adalah prototipe manusia yang sangat cinta dan peduli kepada sesama, terlebih kepada sahabat-sahabatnya. Sebagai “rahmatan lil
‘aalamiin”, kebaikan dan kemurahan beliau acapkali dirasakan dan dinikmati oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Beliau menyadari betul segala hak dan
125 kewajiban manusia dalam hidup bermasyarakat.
Dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan Imam al-Bukhârî dan Imam Muslim, Nabi saw. bersabda:
أ ﷲا
ر ةﺮ ﺮه ﷲا لﻮ ر
لﺎ ρ
لﻮ ا ﻰ
ا ا در
عﺎ او ﺮ ا ةدﺎ و م
ﺎ ا و ةﻮ ﺪ ا ﺔ ﺎ إو ﺰ ﺎ ا
152
Dari Abû Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima, yaitu 1 menjawab salam;
2 menjenguk orang yang sakit; 3 mengantar jenazah; 4 memenuhi undangan; dan 5 mendoa’akan yang bersin.” Muttafaq ‘alaih
Apa yang Rasul katakan dan ajarkan, beliaulah orang pertama yang merealisasikannya. Hal ini dibuktikan tatkala Sa’ad bin ‘Ubâdah w.15 H.,
pembawa bendera Ansar, jatuh sakit. Sa’ad bin ‘Ubâdah w. 15 H. adalah pemuka suku Khazraj di kota
Madinah. Ia pernah mendapat siksaan kejam dari kafir Quraisy kota Mekah. Kekejaman kafir Quraisy tersebut mempertebal semangatnya hingga diputuskan
secara bulat untuk membela Rasulullah saw., para sahabatnya, dan agama Islam secara mati-matian.
Tentang keagungan beliau, Ibn Abbâs r.a. w.68 H. pernah berkata: “Di setiap peperangannya, Rasulullah saw. mempunyai dua bendera: Bendera
Muhajirin di tangan Ali bin Abi Thalib w.40 H. dan bendera Ansar di tangan Sa’ad bin ‘Ubâdah.”
153
Itulah sebabnya, tatakala Sa’ad bin ‘Ubâdah jatuh sakit, Rasulullah saw. datang menjenguk dan menitikkan air mata karena empati melihat penderitaan
152
al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî, Juz 2, Kitab al-Jana’iz Bâb al-Amr bi Ittibâ’ al-Janâ’iz, h. 70; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Salâm Bâb min Haqq al-Muslim li al-Muslim Radd
al-Salâm, h. 266; al-Nawawî, Riyâd al-Sâlihîn, h. 354-355
153
Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Shahabat Rasulullah, h. 571-574
126 sahabatnya itu.
ﷲا ﺪ ﷲا
ر ﺮ ىﻮﻜ ةدﺎ ﺪ ﻰﻜ ا لﺎ ﺎ ﻬ
ا ﺎ ﺄ ρ
صﺎ و أ ﺪ و فﻮ ﺮ ا ﺪ دﻮ
ﷲا ﺪ و ﷲا
ر دﻮ ﺔ ﺎ ﺪ ﻮ
د ﺎ ﻬ اﻮ ﺎ ﻰ ﺪ لﺎ هأ
ﷲا لﻮ ر ﺎ ا ﻰﻜ
ρ مﻮ ا ىأر ﺎ
ا ءﺎﻜ ρ
أ لﺎ اﻮﻜ ﷲا نإ نﻮ
ا ﺪ بﺬ و
ا نإو ﺮ وأ ﺎ ﻰ إ رﺎ أو اﺬﻬ بﺬ ﻜ و ا نﺰ
هأ ءﺎﻜ بﺬ
154
Dari Abdullâh bin ‘Umar, dia berkata: Sa’ad bin ‘Ubâdah pernah mengeluhkan suatu hal kepadanya. Lalu Nabi saw. datang menjenguknya
bersama Abdurrahmân bin ‘Auf, Sa’ad bin Abî Waqqâs, dan Abdullâh bin Mas’ûd. Ketika beliau masuk menemuinya, beliau mendapatkannya telah
dikerumuni oleh keluarganya. Lalu beliau bertanya: “Apakah dia sudah meninggal?” Mereka menjawab: “Belum, ya Rasulullah” Maka, Nabipun
menangis. Ketika orang-orang melihat tangisan Nabi saw., merekapun ikut menangis. Lalu beliaupun bersabda: “Tidakkah kalian mendengar,
sesungguhnya Allah tidak akan mengazab karena tetesan air mata dan tidak juga karena kesedihan hati. Tetapi dia akan menyiksa karena ini – Beliau
menunjuk ke lidahnya – atau Dia mengasihi. Dan sesungguhnya mayit itu disiksa dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya.” H.R. al-Bukhârî
Muslim
Sikap Rasulullah saw. dengan menjenguk sahabat yang sakit dan menangis di dekatnya mengindikasikan keeratan hubungannya dengan sahabatnya tersebut.
Kemuliaan posisi beliau sebagai pemimpin tertinggi dan manusia paling mulia tidak menjadi penghalang untuk menunjukkan kasih sayangnya, meski dengan
turun dan mendatangi orang yang berada di bawah beliau.
b. Tangisan Rasulullah saw. untuk Mush’ab bin ‘Umair
Mush’ab bin ‘Umair adalah seorang remaja Quraisy terkemuka yang paling ganteng dan tampan, penuh dengan jiwa dan semangat kepemudaan. Ia
lahir dan dibesarkan dalam kesenangan. Mungkin tidak seorangpun di antara
154
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 2, Kitâb al-Janâ’iz Bâb al-Bukâ ‘ind al-Marîd, h. 85; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Janâ’iz Bâb al-Bukâ ‘alâ al-Mayyit, h. 368
127 anak-anak muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya
seperti Mus’ab bin ‘Umair. Namun, ketika ia memeluk agama Islam, ia rela meninggalkan segala
kemewahan dan fasilitas dari orang tuanya. Pada suatu hari ia tampil di hadapan beberapa sahabat yang sedang duduk
bersama Rasulullah. Saat melihat Mus’ab, mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang menitikkan air mata karena duka.
Mereka melihat Mus’ab mengenakan jubah usang yang bertambal, suatu hal yang sangat berbeda ketika Mus’ab belum memeluk Islam.
Rasulullah sendiri menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai dengan cinta kasih dan syukur. Beliau bersabda:
ﷲ ﺎً آ ﻚ ذ كﺮ ﻮ أ ﺪ أ ﻰ ﺔﻜ ﺎ واﺬه ﺎ أر ﺪ
ﻮ رو
155
Dahulu saya melihat Mush’ab ini tidak ada yang mengimbanginya dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Kemudian ditinggalkannya semua itu,
demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam sebuah Hadis diriwayatkan:
ﺎ أ ﺪ ﺮ ا آ ﺪ
ﷲا لﻮ ر سﻮ ﺎ إ لﻮ ρ
ذإ ﺪ ا
إ ﺎ ﺮ
ﷲا لﻮ ر ر ﺎ وﺮ ﺔ ﻮ ﺮ ةدﺮ ρ
لﻮ ر لﺎ مﻮ ا ﻮه يﺬ او ﺔ ا نﺎآ يﺬ ﻰﻜ ﷲا
ρ آﺪ أ اﺪ اذإ ﻜ آ
وو ﺔ حارو ﺔ اﻮ ﺎ ﺔ ﻜ ا ﺮ ﺎ آ ﻜ ﻮ ﺮ و ىﺮ أ
رو ﺔ ﺪ
ﷲا لﻮ ر ﺎ ﻰ ﻜ و ةدﺎ غﺮ مﻮ ا ﺎ ﺮ ﺬ ﻮ
155
Khalid Muh. Khalid, Karakteristik Perihidup Shahabat Rasulullah, h. 44-45
128
ﺔ ﺆ ا ﷲا لﻮ ر لﺎ
ρ ﺬ ﻮ ﻜ ﺮ مﻮ ا
156
Dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazî ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami orang yang mendengar ‘Alî bin Abî Tâlib berkata: Sesungguhnya kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw. di masjid. Tiba-tiba
muncullah Mus’ab bin ‘Umair. Tidak ada yang dikenakannya kecuali sebuah selendang burdah yang ditambal dengan kulit. Ketika Rasulullah melihatnya,
beliau menangisi perbedaan antara kenikmatan yang dahulu ada pada dirinya dengan sesuatu yang saat ini ada pada dirinya berupa ujian dan kesulitan hidup.
Kemudian Rasulullah bersabda: “Bagaimana keadaan kalian jika salah seorang di antara kalian pergi di pagi hari dengan mengenakan pakaian dan pergi di sore hari
dengan mengenakan pakaian yang lain. Juga di hadapannya diletakkan piring berisi makanan dan kemudian diganti lagi dengan makanan yang lain. Juga
kalian hiasi rumah kalian sebagaimana ka’bah dihiasi?
157
Para sahabat menjawab: “Wahai Rasulullah, kami ketika itu, tentu lebih baik. Sebab kami memiliki waktu
luang untuk beribadah dan kebutuhan makanan kami juga tercukupi.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya keadaanmu pada hari ini lebih baik
daripada saat itu.” H.R. al-Tirmidzî
Rasul saw. menangis karena sedih sekaligus bangga dengan keteguhan iman Mush’ab dan keberaniannya meninggalkan segala kemewahan dunia demi
meraih ridha Allah. Sungguh Mus’ab bin ‘Umair w.3 H. dahulunya adalah seorang pemuda
Quraisy yang dimanja. Jika ia memakai pakaian, maka pakaian tersebut adalah yang paling mahal, paling indah, dan paling mewah. Para ahli sejarahnya
menyebutnya: “Ia bagaikan wewangian penduduk Mekah.” Semua kemanjaan, kebahagiaan, dan kenikmatan, ada pada dirinya.
158
Namun, tatkala sinar Islam menyusup ke dalam kalbunya, keadaan berubah total. Kenikmatan dunia rela ia tinggalkan, demi meraih kenikmatan yang
ada pada sisi Allah.
c. Tangisan Rasulullah saw. saat Menegakkan Salat
156
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb Sifah al-Qiyâmah Bâb 15, no. Hadis 2594, h. 61; Nilai Hadis ini hasan garib.
157
Ungkapan Rasul ini merupakan isyarat melimpahnya harta yang dimiliki seseorang sehingga pakaiannya berganti-ganti, makanannya juga demikian, dan rumahnya dihiasi dengan
hiasan indah lagi mahal. Lihat Muh. Abdurrahmân al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzî, Beirût: Dâr al-Fikr, t.t., Jilid 7, h. 176
158
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat Menangis, h. 168
129 Salat adalah kondisi terdekat antara seorang hamba dengan Sang Khalik.
Dalam salat, seorang hamba memiliki kesempatan untuk berdialog, bermunajat, serta menyampaikan segala keluhannya kepada Allah swt. itulah sebabnya, salat
bagi Rasulullah, dan juga selayaknya bagi umat Islam, menjadi sesuatu yang sangat disenangi. Hal ini dapat dilihat dari ketekunan dan kekhusyuan beliau
dalam menegakkan shalat. Dalam sebuah Hadis disebutkan:
ﷲا لﻮ ر أر لﺎ أ فﺮ ﺎ ρ
ءﺎﻜ ا ﻰ ﺮ ا ﺰ زﺄآ ﺰ زأ رﺪ و
ρ
159
Dari Tsâbit dari Mutarrif dari Ayahnya, ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw. sedang salat dan di dalam rongga dadanya terdengar suara seperti
suara orang yang berjalan kaki karena tangisnya. H.R. Abû Dâwûd Dalam riwayat lain disebutkan:
ﷲا ر
لﺎ داﺪ ا ﺮ رﺪ مﻮ سرﺎ ﺎ نﺎآ ﺎ
إ ﺎ ﺎ و ﺎ أر ﺪ و إ ﺎ
ﷲا لﻮ ر ρ
ةﺮ أ ﻰ ﻜ و
.
160
Dari ‘Alî bin Abî Tâlib r.a. dia berkata: “Pada waktu perang Badar, di antara kami tidak terdapat penunggang kuda kecuali Miqdâd. Dan aku melihat
tidak ada seorangpun di antara kami yang terbangun kecuali Rasulullah saw. yang tengah berada di bawah pohon sedang mengerjakan shalat dan menangis sampai
pagi hari.” H.R. Ahmad
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam kitab “Sahih”-nya kitab “al-salâh” bab “al-dalîl ‘alâ anna al-bukâ lâ yaqta’ al-salâh”
no.899 dan dia menilainya sahih.. Ibn Hibbân juga meriwayatkan dalam “Kitab al- Salâh” bab “dzikr ibâhah al-bukâ fî al-salâh” no.2254, dan dia menilainya
159
Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Jilid 1, kitâb al-Salâh Bâb al-Bukâ fi al-Salâh, no Hadis 904, h. 238; Lihat juga Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Mâ Jâ’a fî
Fadl al-‘Ibâdah, no. Hadis 98, Kairo: Dâr al-‘Aqîdah, 2004, Cet.I, h. 123
160
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Juz 1, h. 125
130 sahih.
161
Hadis di atas menunjukkan bahwa menangis dalam salat tidak membatalkan salat, bahkan dianjurkan karena dicontohkan oleh Rasulullah.
Tangisan dalam salat boleh jadi menunjukkan kekhusyuan pelakunya. Namun yang harus ditekankan adalah hendaknya tangisan itu tidak semata-mata terjadi
dalam salat, namun harus berimplikasi secara positif dalam kehidupan sehari- hari, baik secara individual maupun sosial.
d. Tangisan Rasulullah saw. Saat Perang Badar
ﺪ ﷲا
نﺎآ ﺎ لﺎ بﺎ ا ﺮ ﺪ لﺎ سﺎ
ﷲا لﻮ ر ﺮ رﺪ مﻮ ρ
ﺎ أو أ هو آﺮ ا ﻰ إ
ر ﺮ ﺔ و ﺔ ﺎ ث ﷲا
ﺎ ρ
ا ﺪ ﺪ ﺔ
ﺪ و ﺎ ت ﻬ ا ﺪ و ﺎ ﺰ أ ﻬ ا ﺮ ﻬ ﺈ ا هأ ﺔ ﺎ
ا ﺬه ﻚ ﻬ نإ ﻬ ا م
ا ﺪ ضر
ﺎ ﺮ ﻬ لاز ﺎ ؤادر
ﻰ ﺔ ا ﺪ اًد
ﺰ ا ﻜ ﻰ ﺎ ﺄ ءادر ﺬ ﺄ ﺮﻜ ﻮ أ ﺎ ﺄ ﻜ ﷲا ﺎ لﺎ و ارو
ﺈ ﻚ ر ﻚ ﺪ ﺎ كﺎ آ ﺎ ﻚ ﺰ
ﷲا لﺰ ﺄ كﺪ و أ ﻜ بﺎ ﺎ ﻜ ر نﻮ
ذإ و ﺰ ا ﺄ آﺪ
ﷲا ﺪ ﺄ دﺮ ﺔﻜ ﺎ
ﻮ أ لﺎ ﺔﻜ لﺎ سﺎ ا ﺪ ز
ﺪ ﺬ ﻮ ا ر ﺎ
ﻮ طﻮ ﺎ ﺔ ﺮ ذإ ﺎ أ آﺮ ا ر ﺮ أ
ﺮ ﺎ أ كﺮ ا ﻰ إ ﺮ موﺰ مﺪ أ لﻮ سرﺎ ا تﻮ و ﺎ
ﺔ ﺮ آ ﻬ و و أ ﺪ ﻮه اذﺈ إ ﺮ
ا ءﺎ أ ﻚ ذ ﺮ
ﺎ طﻮ ا لﻮ ر ﻚ ﺬ ثﺪ يرﺎ
ﷲا ρ
ﺬ ﻮ اﻮ ﺔ ﺎ ا ءﺎ ا دﺪ ﻚ ذ ﺪ لﺎ اوﺮ أ ﺎ سﺎ ا لﺎ ز ﻮ أ لﺎ
اوﺮ أو ا
ىرﺎ ﷲا لﻮ ر لﺎ
ρ ﺆه نوﺮ ﺎ ﺮ و ﺮﻜ
ا ء ىرﺎ
ﷲا ﺎ ﺮﻜ ﻮ أ لﺎ او ا ﻮ ه
ﻬ ﺬ ﺄ نأ ىرأ ةﺮ
161
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat Menangis, h. .92
131
ﷲا ﻰ رﺎ ﻜ ا ﻰ ةﻮ ﺎ نﻮﻜ ﺔ ﺪ ﻬ ﺪﻬ نأ
لﺎ م ﷲا لﻮ ر
ρ بﺎ
ا ا ﺎ ىﺮ ﺎ ﷲاو
ﷲا لﻮ ر ﺎ ﻮ أ ىأر يﺬ ا ىرأ ﺎ
ﻬ ﺎ أ بﺮ ﺎ ﻜ نأ ىرأ ﻜ و ﺮﻜ
ﻜ و بﺮ
ﺎً ﻜ ﺮ ﺎ ن
ﺆه نﺈ بﺮ ﺄ
ﷲا لﻮ ر يﻮﻬ ﺎهﺪ دﺎ و ﺮ ﻜ ا ﺔ أ ء ρ
اذﺈ ﺪ ا نﺎآ ﺎ ﺎ ﻮﻬ و ﺮﻜ ﻮ أ لﺎ ﺎ
ﷲا لﻮ ر ρ
ﷲا لﻮ ر ﺎ نﺎ ﻜ ﺪ ﺎ ﺮﻜ ﻮ أو ﺮ أ
ﻜ تﺪ و نﺈ ﻚ ﺎ و أ ﻜ ء يأ نإو ﻜ ءﺎ
ﷲا لﻮ ر لﺎ ﺎ ﻜ ﺎﻜ آﺎ ءﺎﻜ ﺪ أ ρ
ضﺮ يﺬ ﻜ أ ﻰ دأ ﻬ اﺬ
ضﺮ ﺪ ءاﺪ ا هﺬ أ ﻚ ﺎ أ
ﺔ ﺮ ةﺮ ةﺮ ا ﺬه ﷲا
ρ ﷲا لﺰ أو
ﺎ و ﺰ ا
ﻰ ىﺮ أ نﻮﻜ نأ نﺎآ
ﻮ ﻰ إ ضر ﺎ اﻮ ﻜ
ﷲا ﺄ ﺎ ﻬ ﺔ
ا
Dari Ibn ‘Abbâs r.a. dia berkata: ‘Umar bin Khattâb r.a. pernah memberitahukanku, ia berkata: Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah melihat ke
arah orang-orang musyrik. Mereka berjumlah seribu orang, sedangkan sahabat- sahabat beliau hanya berjumlah 319 orang. Kemudian Nabi saw. menghadap
kiblat lalu mengangkat tangannya seraya berseru kepada Rabb-nya: “Ya Allah, wujudkanlah untukku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah,
berikanlah kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika Engkau hancurkan pasukan dari para pemeluk Islam ini, niscaya Engkau tidak
akan disembah lagi di muka bumi.” Beliau masih terus berseru kepada Tuhannya dengan mengangkat kedua tangannya sambil menghadap kiblat sehingga
selendang beliau jatuh dari atas pundaknya. Lalu Abu Bakar mendatangi beliau dan mengangkat selendang itu dan kemudian meletakkannya kembali di atas
kedua pundak beliau sambil berkata; “Wahai Nabiyullah, cukuplah seruanmu kepada Rabb-mu. Sesungguhnya Dia akan mewujudkan apa yang telah Dia
janjikan kepadamu.” Maka Allah-pun menurunkan ayat [Ingatlah], ketika kalian memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu Dia memperkenankan bagi kalian,
‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.’ QS.al-Anfâl:9. Lalu, Allahpun
mendatangkan untuknya malaikat. Abû Zumail menceritakan, Ibn ‘Abbâs mengatakan: Ketika pada saat itu ada seorang lelaki muslim yang sedang
mengejar seorang lelaki musyrik yang ada di depannya, tiba-tiba dia mendengar suara pukulan cambuk di atasnya dan suara penunggang kuda yang berteriak:
“Majulah Haizum nama kuda” Lalu ia memperhatikannya, dan ternyata hidungnya telah luka dan wajahnya robek seperti terkena pukulan cambuk, dan
semuanyapun menjadi hitam. Lalu datanglah seorang Ansar dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah. Rasulpun bersabda: “Engkau benar. Itu adalah berasal dari
bantuan langit ketiga.” Pada saat itu mereka dapat membunuh 70 orang dan
132 menawan 70 pasukan. Abu Zumail menceritakan, Ibn ‘Abbâs mengatakan: Ketika
mereka menawan beberapa orang tawanan, Rasulullah bersabda kepada Abû Bakar dan ‘Umar: “Bagaimana pendapat kalian tentang para tawanan tersebut?” Maka Abû Bakar
menjawab: “Wahai Nabiyullah, mereka adalah bani al-‘Amm dan al-‘Asyîrah termasuk keluarga. Menurutku, kita ambil saja fidyah tebusan dari mereka sehingga menjadi
kekuatan bagi kita untuk melawan orang-orang kafir. Mudah-mudahan saja Allah memberikan petunjuk kepada mereka untuk memeluk Islam.” Selanjutnya Rasulullah
bertanya: “Bagaimana menurutmu, wahai Ibn al-Khattâb?”Akupun menjawab: “Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah. Saya tidak sependapat dengan Abû Bakar. Menurut saya,
hendaknya engkau memberikan wewenang kepada kami sehingga kami penggal leher mereka. Berikan tugas kepada ‘Alî untuk menghadapi Aqil, lalu ia memenggal lehernya.
Dan berikan tugas kepadaku untuk menghadapi si Fulan, lalu aku penggal lehernya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemimpin dan pemuka orang-orang kafir.” Ternyata,
Rasulullah saw. menerima pendapat Abû Bakar da menolak pendapatku. Pada keesokan harinya aku datang. Saat itu, aku dapati Rasulullah saw. dan Abû Bakar tengah menangis.
Lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa sebabnya engkau dan sahabatmu ini menangis Jika aku bisa menangis, maka aku akan menangis. Dan
jika aku tidak bisa menangis, maka aku akan berpura-pura menangis tersebab tangisan kalian berdua.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Aku menangis karena sesuatu yang
diperlihatkan kepadaku disebabkan tindakan sahabat-sahabatmu mengambil fidyah tebusan. Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku azab mereka lebih dekat daripada
pohon ini, sebuah pohon yang dekat Nabiyullah saw. Sedangkan Allah telah menurunkan ayat Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi…QS.al-Anfâl:67 sampai firman-Nya yang berbunyi Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu
sebagai makanan yang halal lagi baik. QS. al-Anfâl:69. Dengan demikian, Allahpun telah menghalalkan harta rampasan perang untuk mereka. H.R. Muslim Ahmad
162
Ayat ini, menurut al-Syaikh ‘Alî al-Sâbûnî, merupakan celaan terhadap Nabi saw. dan para sahabatnya yang telah mengambil tebusan dari para tawanan perang. Allah lebih
menghendaki balasan akhirat yang kekal abadi, ketimbang harta tebusan yang sesaat.
163
Itulah sebabnya, menurut al-Syaikh Muh. al-Ghazâlî, di antara yang akan dihisab oleh Allah dengan hisab yang keras terhadap kaum muslimin adalah sikap
mereka terhadap para tawanan pada perang Badar.
164
162
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Jihâd wa al-Siyar Bâb al-Imdâd bi al- Malâ’ikah fî Ghazwah badrwa Ibâhah al-Ghanâ’im, h. 84-85; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Juz
1, h. 31,33; Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Penerbit Tintamas, 1984, cet.IX, h. 275; al-Wâhidî, Asbâb al-Nuzûl, Beirût: Dâr al-Fikr, 19941414, h. 133-134
163
‘Alî al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 1, h. 514-515
164
Khumais As-Said, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat Menangis, h. 111
133
Macam-macam Menangis Ditinjau dari Segi Hukum
Jika ditinjau dari segi hukum, maka aktivitas menangis dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu: Menangis yang dibolehkan, menangis
yang terlarang, dan menangis yang dianjurkan.
1. Menangis yang Dibolehkan