36
BAB II MENANGIS DALAM PANDANGAN ISLAM
Pengertian Menangis
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” disebutkan bahwa “tangis” atau “menangis” diartikan sebagai ungkapan perasaan sedih kecewa, menyesal, dan
lain-lain dengan mencucurkan air mata dan mengeluarkan suara tersedu-sedu, menjerit-jerit, dan sebagainya.
13
al-Syaikh al-Tabarsî w. 546 H. dalam kitab “Majma’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân” mendefinisikan menangis al-bukâ sebagi berikut:
ﺪﺨْا ﻰ عْﻮ ﺪ ا يْﺮﺟ ﻪْﺟﻮْا ﻰ ﻏ ْ ﺮﻬْﻈ ْ لﺎ
“Menangis al-bukâ adalah suatu kondisi kemurungan hati yang lahir atau tampak dari kedukaan di wajah yang disertai dengan deraian air mata di atas pipi.”
14
Pengertian menangis di atas meniscayakan adanya cucuran atau tetesan air mata dari orang yang menangis. Hal ini berbeda dengan pengertian sedih atau
duka cita. Term sedih dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” diartikan sebagai: 1 susah hati; merasa sangat pilu di hati; 2 menimbulkan rasa susah pilu, dan
sebagainya dalam hati; duka.
15
Sedangkan “duka cita” sendiri diartikan sebagai: kesedihan hati; kesusahan hati.
16
Dalam ungkapan lain, “menangis” weep diartikan sebagai “to sheed tears as expression of emotion.” Mencucurkan air mata sebagai ungkapan emosi. Atau
“to express grief or anguish for lament” Ungkapan kesedihan atau penderitaan karena meratap atau menyesal.
13
Tim Penyusun, Kamus Besar bahasa Indonesia, , Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet.II, h. 1139
14
al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân f Ư Tafsîr al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994, Juz 5, h. 90
15
Ibid, h. 889
16
Ibid, h. 245
37 Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat dipahami bahwa
ekspresi menangis terkadang diwujudkan oleh gejala-gejala lahiriah, seperti cucuran air mata, isakan atau lengkingan suara yang keluar dari mulut, mata
berkaca-kaca, keluarnya ingus dari hidung, ataupun gerakan-gerakan tangan, kaki, atau kepala yang tak beraturan dan tak bertujuan. Terkadang ekspresi menangis
terpendam dalam batin, yang tampak hanyalah kemurungan dan kelesuan wajah.
17
Menangis, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas adalah sesuatu yang telah dipahami secara umum oleh masyarakat. Karena menangis adalah fenomena
keseharian yang acap kali disaksikan dalam realitas kehidupan. Dalam litertur utama Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis, ditemukan
beberapa istilah yang digunakan untuk menunjuk kepada pengertian menangis ini. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fâdat al-‘ainal-a’yunal-’uyûn bercucuran air mata dan segala derivasinya
Kata “f āda” pada asalnya dinisbahkan kepada kata “al-mâ” air. Orang
akan mengatakan “fâda al-mâ” Air melimpah jika air itu banyak sehingga mengalir sampai ke tepian lembah. Jika dikatakan “Afâdat al-‘ain al-dam’a
tufîduhu ifâdah” maka maknanya adalah: Mata mencucurkan air mata yang banyak. Contoh kalimat yang lain adalah:
a. Afâda fulân dam’ah, yang artinya “Si Fulan mencucurkan air matanya.”
17
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.I, h. 1
38 b. Fâd al-mâ wa al-matar wa al-khair idzâ katsura, yang artinya “Air,
hujan, dan kebaikan melimpah, jika banyak.” Dalam sebuah Hadis disebutkan “yafîd al-mâl” yang artinya “Harta
melimpah”. Maksudnya adalah banyak yaktsuru.
18
Di dalam al-Qur’an, kata ini fâda ditemukan pada dua tempat dan keduanya dalam bentuk fi’il mudâri’ taf
Ưdu serta dinisbahkan kepada lafal ‘a’yun”. Kedua ayat tersebut adalah:
ﺎ ﺪ ا ﻬ أ ىﺮ لﻮ ﺮ ا ﻰ إ لﺰ أ ﺎ اﻮ
اذإو اﻮ ﺮ
ﺪهﺎ ا ﺎ آﺎ ﺎ اء ﺎ ر نﻮ ﻮ ا
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul Muhammad, kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran al-Qur’an yang telah mereka ketahui dari kitab-kitab mereka sendiri; seraya berkata: Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah
kami bersama orang-orang yang menjadi saksi atas kebenaran al-Qur’an dan kenabian Muhammad saw. . QS.al-Maidah5:83
و أ ﺎ اذإ ﺬ ا ﻰ
ﻬ كﻮ
اﻮ ﻮ ﻜ أ ﺎ ﺪ أ
أ ﺎ ﺰ ﺪ ا ﻬ أو
نﻮ ﺎ اوﺪ
dan tiada pula dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku
tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka
tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. QS.al-Taubah9:92
Sedangkan dalam Hadis, contohnya adalah sebagai berikut:
ر ﺪ ز ﺔ ﺎ أ ﷲا
ﺔ ا نأ ﺎ ﻬ ρ
ﻮهو إ رأ
ﷲا ﻰ ا
ﺪ ا نأ
أو ﺪ و و ا ﺎﻬ إ رﺄ ﺎ ﺪﻬ ﺎ تﺮ
م و
ﻰ أ ﺎ و ﺬ أ ﺎ نإ لﻮ مﺎ
رﺄ ﺮ و
ﻰً ﺪ ء آو ا
ρ ﷲا ﻰ
ا ﺮ ا ﺮ ﺎ و
و و
ا ﺎ ﺎ
ρ ﷲا لﻮ ر ﺎ اﺬه ﺎ ﺪ لﺎ
ﷲا ﺎﻬ و ﺔ ر ﺬه لﺎ و دﺎ ءﺎ بﻮ
ا ﺮ إ دﺎ
ءﺎ ﺮ ا
18
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Beirut: Dâr al-Fikr, 1990, Cet. I, Juz 7, h. 210
39 Dari Usâmah bi Zaid r.a. berkata: Sesungguhnya seorang anak
perempuan Nabi saw. mengirimkan pesan kepada Nabi saw.saat beliau bersama Sa’ad dan Ubay bin ka’ab. Isi pesannya ‘Kami menduga bahwa
ajal anak saya telah tiba, maka saksikanlah kami.’ Lalu Rasulpun mengirimkan salam kepadanya dan bersabda, “Sesungguhnya apa yang
diambil dan apa yang diberi adalah milik Allah. Segala sesuatu di sisi-Nya telah ada ketentuannya, maka harapkanlah ridha Allah dan bersabarlah. Lalu
Nabi saw. berdiri dan anak kecil yang tengah sakit itu diletakkan di pangkuan beliau. Tak berapa lama kemudian, tubuh beliau bergetar dan air
matapun bercucuran. Melihat hal ini, Sa’d bertanya, “Ya Rasulullah, apa artinya ini?”
19
Beliau menjawab, “Ini adalah tanda kasih sayang yang disemayamkan oleh Allah ke dalam kalbu orang yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya. Allah tidak akan melimpahkan kasih sayang kecuali kepada orang-orang yang menyayangi sesama.”H.R. al-Bukhârî
20
2. Dami’at al-‘ainân Bercucuran air mata dan segala derivasinya. Term “al-dam’” ini sejak awal penggunaannya memang dinisbahkan
kepada kata “al-‘ainân”. al-Dam’u yang bentuk jamaknya plural adalah “admu’” dan “dumû’” bermakna air mata mâ al-‘ain Sedangkan orang yang
mudah menangis atau mencucurkan air mata disebut “al-dami’al-dammâ’al- damû’al-damî’”. Imam Husein bin Zaid bin Ali ridwânullâh alaihim
mendapatkan gelar laqab “dzû al-dam’ah” Pemilik tetesan air mata karena seringnya atau banyaknya tetesan air mata yang keluar dari kedua kelopak
matanya.
21
Dalam al-Qur’an, kata “al-dam’u” ditemukan pada dua tempat, yaitu dalam surat al-Mâidah ayat 83 dan surat al-Taubah ayat 92 sebagaimana yang
telah dicantumkan pada poin pertama fâda. Pada kedua ayat tersebut, term “al-dam’” digunakan dalam bentuk masdar, yaitu “al-dam’” dan dinisbahkan
kepada kata “tafîdu”. Dan menurut Imam al-Alûsî w. 1270 H., lafazh “min”
19
Pertanyaan Sa’d ini muncul karena beliau pernah mendengar Rasulullah melarang menangisi orang yang akan atau telah meninggal dunia.
20
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 7, Kitâb al-Mardâ wa al-Tibb Bâb ‘Iyâdah al-Sibyân, Beirût: Dâr al-Fikr, 1986, h. 5
21
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Jilid 8, hal.91
40 yang mendahului kata “al-dam’i” pada kedua ayat tersebut bermakna “li al-ajl
wa al-sabab” sebab.
22
Dalam literatur Hadis, term “ad-dam’” ditemukan dalam berbagai bentuk: mâdipast tense dami’at, mudâripresent tense tadma’ân, dan mashdarnoun
al-dam’, dam’uh, dan sebagainya. Sebagai contoh, berikut ini akan dicantumkan salah satu Hadis yang menggunakan kata tersebut:
ﺔ لﺎ
لﺎ ﺪ
ﷲا أ
ﺮ ر
ﻮ ل
ﷲا ρ
أ ن
أ ﺮ
أ و
ه ﻮ
ا ﻰ ﺮ
, ﺮ
أ ت
ﻮ ر
ة ا
ءﺎ ﻰ
إ اذ
ﻜ ا
ذ ا
ﺎ آ
ا ﺔ
ﻬ ﺪ
و ﺎ
ﻚ ﺆه ﻰ
ء ﻬ
ﺪا ﺰ
ر ﻮ
ل ﷲا
ρ نﺎ ﺪ ﺎ و إ تﺮ
Dari ‘Alqamah ia berkata: Abdullâh berkata: Aku diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk membacakan al-Qur’an untuknya, dan ketika itu beliau
berada di atas mimbar. Maka, akupun membacakan untuknya dari surat An- Nisa. Ketika sampai pada ayat yang berbunyi “ Maka bagaimanakah halnya
orang kafir nanti, apabila Kami mendatangkan seseorang saksi rasul dari tiap- tiap umat dan Kami mendatangkan kamu Muhammad sebagai saksi atas
mereka itu sebagai umatmu. “, Rasulullah saw. memberikan isyarat kepadaku dengan tangannya agar aku menghentikan bacaanku sesaat. Tatkala aku
menoleh dan memperhatikannya, terlihatnya kedua matanya berlinang air mata. H.R. al-Tirmidzî.
23
3. al-Bukâ Dalam “Kamus kontemporer Arab-Indonesia” karya Attabik Ali dan
Ahmad Zuhdi Muhdlor serta “Kamus Al-Munawwir” karya Ahmad Warson M., kata “al-bukâ” diartikan sebagai ratapan atau tangisan.
24
Menurut al-Farrâ w. 207 H., kata ini dapat dibaca panjang yumadd dan dapat pula dibaca pendek yuqassar. Jika dibaca panjang
ءﺎﻜ
, maka yang dimaksud adalah suara yang mengiri tangisan
نﻮﻜ يﺬ ا تﻮ ا
22
al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Beirût: Dâr al-Fikr, 1414 H.1994, Jilid 10, h. 233
23
al-Tirmidzî Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb Tafsîr al-Qur’ân, no. hadis 3213, Indonesia: Maktabah Dahlân, tth., h. 304
24
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor , Kamus kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Multi Karya Grafika, 1998, Cet.V, h. 346; Ahmad Warson M, Kamus Al-
Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, Cet.XIV, h. 103
41
ءﺎﻜ ا
. Sedangkan jika dibaca pendek
ﻰﻜ
, maka yang dimaksud adalah “air mata dan keluarnya air mata
ﺎﻬ وﺮ و عﻮ ﺪ ا
.
25
Abu Zaid pernah menyenandungkan sebuah sya’ir yang ditujukan kepada Ka’ab bin Malik:
ﺎهﺎﻜ ﺎﻬ و ﻜ
ﻮ ا و ءﺎﻜ ا ﻰ ﺎ و
“Mataku menitikkan air mata, dan itu memang haknya. Akan tetapi, tangisan dan ratapan itu tidak memberikan arti apa-apa.”
Al-Khansa juga pernah menyenandungkan sebuah sya’ir yang di dalamnya digunakan kata “al-bukâ” yang dipanjangkan yaitu
ءﺎﻜ ا
.
Sya’ir tersebut berbunyi:
أو بﻮ ا ﻚ
د ا
ا ﺪ اذ ﻰ ءﺎﻜ ا اذإ
ا ا كءﺎﻜ أر
Aku serahkan segala urusan kepadamu saat engkau masih hidup Setelah kematianmu kepada siapakah segala urusan besar diserahkan?
Jika menangisi orang yang terbunuh dianggap buruk Maka aku yakin bahwa menangisi kematian-mu adalah baik dan indah
Orang yang sering menangis disebut “bakiyyun”
ﻜ
atau “bakkâ”
ﺎﻜ
.
26
Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa menangis dalam pengertian “al-bukâ” meniscayakan adanya tetesan atau cucuran air mata yang
keluar dari kedua kelopak mata. Untuk memperjelas hal ini, Syaikh Abu ‘Ali al-Fadl bin al-Hasan al-Tabarsî w. 548 H. mendefiniskan “al-bukâ’
menangis sebagai berikut;
ﺪ ا ﻰ عﻮ ﺪ ا يﺮ ﻮ ا ﻰ ﺮﻬ لﺎ
“Menangis al-bukâ adalah suatu kondisi kemurungan hati yang lahir atau tampak dari kedukaan di wajah yang disertai dengan deraian air mata di atas
pipi.”
27
25
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab., Jilid 14, h. 82
26
Ibid, h. 83
27
al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân f Ư Tafsîr al-Qur’ân, Juz 5 h. 90
42 Dalam nas-nas agama, nampaknya istilah inilah yang paling poluler dan
paling banyak digunakan. Di dalam al-Qur’an saja, kata “al-bukâ” dengan segala bentuknya ditemukan dalam tujuh tempat, yaitu: QS.al-Taubah:82,
Yûsuf:16, al-Isrâ:109, Maryam:58, al-Najm:43 60, dan al-Dukhân:29. Sebagai contoh, berikut ini akan dikutip dua ayat dari ketujuh ayat di atas:
اﻮﻜ نﻮ ﻜ اﻮ ﺎآ ﺎ ءاﺰ اﺮ آ اﻮﻜ و
Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. QS.al-Taubah9:82
أ ﺬ ا ﻚ وأ ﷲا
ﺎ و مداء ﺔ رذ
ا ﻬ ﻬ ﻰ اذإ ﺎ
او ﺎ ﺪه و اﺮ إو هاﺮ إ ﺔ رذ و حﻮ
ﺎًﻜ و اﺪ اوﺮ ﺮ ا تﺎ اء
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat
bersama Nûh, dan dari keturunan Ibrâhîm dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-
ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. QS.Maryam19:58
Sedangkan dalam Hadis, penggunaan lafal “al-bukâ” dengan segala derivasinya untuk makna “menangis” terbilang yang paling banyak. Berikut
ini akan dicantumkan beberapa hadis yang menggunakan kata tersebut:
ا ةﺮ ﺮه أ
ρ
لﺎ ﺔ ﻰﻜ ﺪ أ رﺎ ا
ﷲا و عﺮ ا ا دﻮ ﻰ و ﺰ
ﺎ ر
ﷲا ئﺮ ا
ﺮ ا ﺪ ﻮ أ لﺎ و اﺪ أ ئﺮ ا يﺮ ﻬ نﺎ دو اﺪ أ
يﺮ
Dari Abû Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda, “Tidak akan masuk ke dalam neraka seseorang yang menangis karena takut akan murka Allah
sehingga susu perahan dapat kembali ke ambingmamaenya. Dan juga tidak akan berhimpun debu fi sabilillah dan asap neraka jahanam pada lubang
hidung seseorang selama-lamanya. Abû Abdirrahmân al-Muqri dalam
43 riwayat lain berkata: pada lubang hidung seorang muslim selama-lamanya.”
H.R. Ahmad
28
لﻮ يﺮهﺰ ا لﺎ ﺰ ﺰ ا ﺪ ﻮ أ داور أ نﺎ
لﺎ ﻚ ﻜ ﺎ ﻜ ﻮهو
ﺪ ﻚ ﺎ ا أ ﻰ د
ا ﺬه إ آردأ ﺎ ﺄ فﺮ أ ﺪ ة
ا ﺬهو ة
Dari ‘Usmân bin Abî Rawâd, saudara Abdul ‘Azîz, ia berkata: Saya mendengar al-Zuhrî berkata: Saya datang kepada Anas bin malik di
Damaskus yang kebetulan ketika itu ia sedang menangis. Akupun bertanya kepadanya: “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” Ia menjawab, “Saya
tidak mengetahui lagi amal yang kudapati di masa Nabi saw. Yang masih diindahkan orang selain salat. Itupun sudah disia-siakan orang .”H.R. al-
Bukhârî
29
4. al-Dzarf Dalam kamus “lisân al-‘Arab”, al-Munjid, “Kamus kontemporer Arab-
Indonesia” karya Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor serta “Kamus Al- Munawwir” karya Ahmad Warson M., kata al-dzarf bermakna “sabb al-
dam’” mengalirkan atau meneteskan air mata. Dzarafa semakna dengan kata “sâla” mengalir. Dzarafat al-‘ain al-dam’ bermakna “Kelopak
matanya mengalirkan atau meneteskan air mata.”
30
Dalam “Kamus Ilyas al-‘Ashri” disebutkan bahwa “dzarafat al-‘ain dam’aha” bermakna “to shed tears: to water” yang artinya mencucurkan atau
meneteskan air mata.
31
Dalam sebuah Hadis dari al-‘Irbâd ia berkata: “Rasulullah saw. menyampaikan nasehat yang sangat berkesan kepada kami mau’izah
28
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Beirût: Dâr al-Fikr, t.t., Jilid 2, h. 505
29
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Kitâb Mawâqît al-Salâh Bâb Tadyî’ al-Salâh ‘an Waqtihâ, Juz 1, h. 134
30
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab., Juz 9, .h. 109; Lous Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al- A’lâm, Beirût: Dâr al-Masyriq, 2002, Cet.XXXIX, h. 235; Ahmad Warson M., Kamus Al-
Munawwir, h. 445; Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus kontemporer Arab-Indonesia., h. 931
31
Ilyas Anton Ilyas dan Edwar Ilyas, Qamus Ilyas al-‘Ashri: ‘Arabi-Injilizi, Beirut: Dar al- Habl, 1972, h. 231
44 bâlighah sehingga membuat yang mendengarnya mencucurkan air mata
dzarafat minhâ al-‘uyûn.”
32
Dalam al-Qur’an, kata ini tidak ditemukan penggunaannya. Sedangkan dalam hadis adalah sebagai berikut:
ا نأ ﺔ ﺎ ρ
ﻜ ﻮهو ﻮهو نﻮ
نﺎ ﺎ لﺎ وأ
نﺎ رﺬ
33
Dari ‘Aisyah ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw. mencium ‘Utsmân bin Maz’ûn ketika ia telah menjadi mayat sambil menangis. atau: kedua
matanya meneteskan air mata. H.R. al-Tirmidzî dan Abû Dâwûd
5. ‘Abrah air mata
34
Kata “’abara” memiliki beberapa arti, yaitu: a. Menta’birkan atau menafsirkan. Sebagai contoh adalah yang terdapat
dalam surat Yûsuf ayat 43 berikut ini:
و فﺎ ﻬ آﺄ نﺎ تاﺮ ىرأ إ ﻚ ا لﺎ و ا ﺎﻬ أﺎ تﺎ ﺎ ﺮ أو ﺮ
ت نإ يﺎ ؤر ﻮ أ
نوﺮ ﺎ ؤﺮ آ
Raja berkata kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya: Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-
gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering. Hai orang-
orang yang terkemuka: Terangkanlah kepadaku tentang takbir mimpiku itu jika kamu dapat menakbirkan mimpi.QS.Yûsuf12:43
32
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Juz 9, .h. 109
33
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 2, Abwâb al-Janâ’iz Bâb Mâ Jâ fî Taqbîl al-Mayyit no. hadis 994 h. 229; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-Janâ’iz Bab fî Taqbîl al-Mayyit
Jakarta: Dâr al-Hikmah, tth., h. 201; Menurut Imam al-Tirmidzî, kualitas hadis ini adalah hasan sahih.
34
Ibid, .h. 529-533; Ahmad Warson M., Kamus Al-Munawwir, hal. 887-889; Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, h. 104, 1268
45 Orang yang menafsirkan mimpi disebut “’âbir” yaitu orang yang
mencermati sesuatu, karena ia mencermati dua sisi mimpi, lalu ia memikirkan ujung-ujungnya, ia cermati segala yang terjadi dalam mimpi,
dari awal hingga akhir. Ini semua diambil dari kata “al-‘ibr” yang artinya tepi atau sisi sungai
b. ‘Abara bermakna marra wa fâta yang artinya berlalu atau lewat. Oleh karena itu orang yang melewati suatu jalan disebut “âbir sabîl”. Dalam
al-Qur’an disebutkan:
اﻮ اء ﺬ ا ﺎﻬ أﺎ ا اﻮ ﺮ
ﻰ ىرﺎﻜ أو ة و نﻮ ﻮ ﺎ اﻮ
إ ﺎ اﻮ
ﻰ يﺮ ﺎ
ﺎ ا ﻜ ﺪ أ ءﺎ وأ ﺮ ﻰ وأ ﻰ ﺮ آ نإو أ
و ﺎ اﺪ
اﻮ ءﺎ اوﺪ ءﺎ ا
نإ ﻜ ﺪ أو ﻜهﻮ ﻮ اﻮ ﺎ
ﷲا ارﻮ اًﻮ نﺎآ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
jangan pula hampiri mesjid sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik suci; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Q.S.al-Nisâ4:43
c. ‘Abara bermakna tadabbara merenungi mengkaji.jika dikatakan “’abaral kitâb”, maka maknanya adalah : ia merenungi isi kandungan
kitab itu tanpa mengeraskan bacaannya. d. ‘Abara bermakna wazana menimbang contoh:
هارﺪ او عﺎ ا ﺮ
Artinya: Ia menimbang perhiasan dan dirham
46 e. Jika kata ‘abara ini berkembang menjadi i’tabara minh
ﺮ إ
, maka maknanya adalah ta’ajjaba takjubheran f. I’tabara
ﺮ إ
dapat pula diartikan mengambil pelajaran. Ibrah artinya pelajaran. Dalam al-Qur’an disebutkan:
…
ﺎ ﺮ
وا ﺎ
او ا
رﺎ
…Maka ambillah kejadian itu untuk menjadi pelajaran, hai orang- orang yang mempunyai pandangan.Q.S. Al-Hasyr58:2
g. al-‘Abûr = anak kambing h. al-‘Abîr = campuran minyak wangi yang dipadukan dengan za’faran.
Adapula yang menyatakan bahwa yang dimaksud al-‘abir adalah za’faran.
i. ‘Abara
ﺮ
dan ista’bara
ﺮ إ
bermakna “bakâ” yang artinya “menangis’. al-‘Abrah bermakna “al-dam’ah” yang artinya air mata.
Ada pula yang mengartikan al-‘abrah dengan: 1 Bercucuran air mata tanpa mendengar suara tangisan.
2 Air mata sebelum bercucuran. 3 Gejolak taraddud tangisan di dalam dada
4 Kesedihan tanpa tangisan Jama’ ‘abrah adalah ‘abarât atau ‘ibar. Dari sekian arti di atas, makna yang
paling sahih adalah yang pertama al-dam’ah. Jika dikatakan “’abarat ‘ainuh was ta’barat”
تﺮ او
تﺮ
maka maknanya adalah
د
atau
تﺮ
yang artinya bercucuran air matanya. Orang yang bercucuran air matanya disebut “al-‘âbir”
ﺮ ﺎ ا
47 j. Kata “al-‘ubr” memiliki beberapa makna berikut ini:
1 Perempuan yang kehilangan anaknya 2 Menangis karena sedih
3 Yang banyak 4 Kelompok orang
5 Awan yang berjalan cepat 6 Yang amat kuat
Dalam al-Qur’an tidak ditemukan penggunakan “’abrah” yang bermakna menangis atau mencucurkan air mata. Sedangkan dalam Hadis di antaranya
adalah sebagai berikut:
ﷲا لﻮ ر إ لﺎ ﺮ ا
ρ و ﺮ ا
ﻜ بﺎ ا ﺮ ﻮه اذﺈ
ا ﻮ ﻜ لﺎ
تاﺮ ا ﻜ ﺎ ﻬه ﺮ ﺎ
35
Dari Ibn ‘Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw. menghadap hajar aswad lalu beliau meletakkan kedua bibirnya di atas batu tersebut sambil menangis
cukup lama. Kemudian beliau berpaling dan tiba-tiba saja ada ‘Umar bin Khattab yang juga menangis. Lalu beliau bersabda: “Ya Umar, di sinilah air
mata akan banyak bertetesan.” H.R. al-Bukhârî dan Ibn Mâjah
6. Anîn rintihan atau tangisan Anîn berasal dari kata “anna-ya’innu-anînan” yang artinya merintih,
mengerang, atau mengaduh. Jika dikatakan “anna al-rajul min al-waja’i” maka artinya adalah “Seseorang merintih atau mengerang karena sakit yang
dideritanya.”
36
Orang yang banyak merintih disebut “annaan, unaan, unanah”.
35
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Manâsik Bâb Istilâm al-Hajar no. Hadis 2945 Indonesia: Maktabah Dahlân, tth
.
, h. 982; Lihat pula Hadis yang menggunakan term ‘abrah pada: al- Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 6, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Inna al-ladzîn Yuhibbûna an Tasyî’a al-
Fâhisyah h. 11-13;
36
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h. 45; Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab., Juz 13, h. 28
48 Di dalam al-Qur’an tidak ditemukan satupun ayat yang menggunakan term
ini. Sedangkan dalam Hadis adalah sebagai berikut:
رﺎ ا ةءﺮ ا نأ ﺎ ﻬ ﷲا
ر ﷲا ﺪ ﺮ ﺎ ﷲا لﻮ ﺮ ﺎ
ρ ﺪ ﺎ ﻚ
أ أ ﷲا لﻮ رﺎ ﺮ ا
نإ لﺎ ارﺎ ﺎ نﺈ
يﺬ ا نأ تدﺎآ ﻰ ﺎهﺪ
نﺎآ ا ﺔ ا ﺎ ا لﺰ
ρ ا أ
إ ﺎﻬ ﺎهﺬ أ ﻰ
ﻜ لﺎ تﺮ ا ﻰ ﻜ يﺬ ا ﺎآ ﺎ ﻰ
ﺮآﺬ ا
37
Dari Jâbir bin ‘Abdillâh r.a. ia berkata: Seorang wanita Ansar bertanya kepada Rasulullah saw. : Ya Rasulullah, bolehkan saya buatkan untuk Tuan
sebuah bangku tempat duduk Tuan? Karena sessungguhnya saya mempunyai anak muda tukang kayu.” Nabi menjawab: “Kalau anda mau, silakan” Wanita
itu berkata: “Maka saya buatkan sebuah mimbar untuk beliau. Pada hari Jumat Nabi duduk di mimbar itu. Pohon kurma yang berada di samping beliau
berkhutbah itu berteriak sehingga hamper belah. Nabi saw. turun, lalu beliau pegang pohon kurma itu dan mendekapnya. Pohon kurma itupun menangis
seperti tangisan seorang anak kecil yang didiamkan ibunya. Beliau mendekapnya sampai pohon kurma itu tenang. Nabi bersabda: “Ia menangis
seperti itu karena mendengar zikir pelajaran yang disampaikan Rasul.” H.R. al-Bukhârî
7. Inhamalat al-‘ain Kata “inhamala” jika dinisbahkan kepada kata “al-‘ain” maka maknanya
adalah “menangis”. Sehingga dalam “Kamus Al-Munawwir” dan “Kamus Kontemporer Arab-Indonesia”, kata “inhamalat ‘ainuh” bermakna bercucuran
air matanya.
38
37
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî., Juz 3, Kitâb al-Buyû’ Bâb al-Najjâr, h.14; Lihat juga Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Juz 3, h. 300
38
Ahmad Warson M., Kamus Al-Munawwir, h. 1518; Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, h. 268
49 Di dalam al-Qur’an, tidak ditemukan satupun ayat yang menggunakan kata
ini. Sedangkan dalam Hadis, ditemukan beberapa contoh, di antaranya yang diriwayatkan oleh Imam Abû Dâwûd dalam Kitab al-‘Ilm berikut ini:
ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ دﻮ ﷲا ﺪ
ρ
أﺮ إ ا إ لﺎ ؟لﺰ ا ﻚ و ﻚ أﺮ ا لﺎ ءﺎ ا ةرﻮ
ﻰ إ ﻬ ا ﻰ تأﺮ لﺎ يﺮ
ا نا ﻮ
ﻜ ا
ذ ا
ﺎ آ
ا ﺔ
ﻬ ﺪ
اذﺈ أر ﺮ ﺔ ا
ن ﻬ ﺎ
3 9
Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd r.a. ia berkata: Rasulullah saw. berkata kepadaku: ‘Bacakanlah untukku surat al-Nisâ’ Ibn Mas’ûd berkata: Aku
bertanya:’Apakah aku akan membacakannya untukmu, sedangkan ia diturunkan kepadamu?‘ Beliau menjawab: ‘Sesungguhnya aku suka
mendengarnya dari orang lain.‘ Ibn Mas’ûd berkata: Akupun membacakannya sehingga ketika sampai pada ayat “Maka bagaimanakah {halnya orang-orang
kafir nanti}, apabila kami mendatangkan seorang saksi {Rasul} dari tiap-tiap umat” – QS. al-Nisâ:41 Kuangkat kepalaku. Tiba-tiba kulihat kedua mata
beliau meneteskan air mata.” H.R. Abû Dâwûd
B. Macam-macam Menangis