Menyucikan Hati sebagai Upaya Membiasakan Menangis

199 Dan Kami telah memberikan kepadanya Ibrâhîm Ishâq dan Ya`qûb, sebagai suatu anugerah daripada Kami. Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang salih. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin- pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah, dan kepada Lut, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari azab yang telah menimpa penduduk kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik, QS. al-Anbiyâ21:72- 74 Menurut Imam al-Tabarsî w.548 H., mereka adalah pemimpin-pemimpin yang diikuti dalam perbuatan dan perkataan mereka, serta menunjukkan manusia ke jalan yang benar dan agama yang lurus. 266 Orang-orang salih adalah teladan dan pelopor kebaikan di tengah masyarakat. Sebagai pelanjut dari risalah kenabian, orang-orang saleh harus menunjukkan bahwa Islam adalah “rahmah li al-‘âlamîn”. Segala perkataan, perbuatan, dan tindak-tanduknya mencerminkan jati diri muslim sejati sehingga layak untuk diteladani. Dalam realitas hidup, kebutuhan masyarakat terhadap figur seorang teladan merupakan keniscayaan. Ketika tidak ditemukan figur teladan dalam kehidupan karena tidak seiramanya antara ucapan dengan perbuatan seseorang, betapapun masyarakat menjadi kehilangan pegangan. Sebab, al-Qur’an akan menjadi hidup dan bermakna jika ada orang-orang yang mengamalkan atau mengimplementasikan ayat- ayatnya dalam kehidupan. Jika demikian, maka kehidupan akan menjadi carut-marut dan tidak tentu arah. Di sinilah arti penting keberadaan orang-orang saleh yang dapat membimbing dan mengarahkan manusia menuju jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah swt.

B. Menyucikan Hati sebagai Upaya Membiasakan Menangis

266 al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, Juz 8, h. 88 200 Setelah diketahui bahwa menangis merupakan salah satu karakteristik atau bahkan akhlak orang-orang salih, maka yang menjadi persoalan selanjutnya adalah bagaimanakah caranya agar tradisi menangis ini dapat menyatu dan menghiasi hari- hari keberagamaan umat Islam? Maka jawabnya adalah hati atau jiwa yang bersih. Hati adalah mahkota manusia. Suasana hatilah yang akan menggerakan segenap indera manusia untuk melakukan berbagai aktivitas. Hati akan menjadi komando bagi setiap anggota tubuh untuk berbuat dan bertindak. Kebeningan hati akan memudahkan setiap orang untuk berada dalam suasana khusyu saat ayat-ayat al-Qur’an dilantunkan. Kebersihan hati akan menyebabkan seseorang patuh dan pasrah secara total saat mendapatkan nasehat keagamaan. Kesucian hati akan menghantarkan seseorang untuk selalu berempati saat melihat penderitaan saudaranya. Allah menegaskan dalam surat al-A’lâ: ﺪ ا ﺰ آ ﻰ Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dengan beriman. QS.al-‘A’lâ87:14 267 Menurut Hadis yang sahih, Nabi Muhammad saw. senantiasa membaca surat al-A’lâ pada raka’at pertama shalat ‘idain. 268 Demikian pula halnya yang dilakukan Imam ‘Ali, sehingga ada orang munafik yang menuduh beliau tidak pandai membaca al-Qur’an. Menjawab hal ini Imam ‘Ali r.a. w.40 H. berkata: “Seandainya orang tahu apa yang terdapat dalam surat a-A’lâ, niscaya ia akan membacanya dua puluh kali sehari.” 269 Hati atau jiwa mempunyai fitrah untuk menjadi kotor apabila manusianya melakukan kejahatan. Namun, jiwa atau hati juga siap membawa manusia untuk 267 Lihat pula dalam surat al-Syams91:7-10 268 al-Nawawî, Al-Adzkâr, hal.46 269 Jalaluddin Rakhmat, Meraih Cinta Ilahi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, Cet.III, hal.153 201 bertakwa dan menjadi manusia shalih. Dalam sebuah Hadis sahih, Rasulullah menyatakan bahwa dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Dan jika ia buruk maka buruk pula seluruh jasadnya. Segumpal daging itu adalah qalb hati. 270 Hati adalah sebuah kuil yang ditempatkan Allah dalam diri setiap manusia, sebuah kuil untuk menampung percikan cahaya Ilahi. Hati juga bagaikan sebuah cermin mengkilap yang dapat memantulkan rahasia-rahasia Ilahi. Kebersihan dan kebeningan hati akan memancarkan dan mewujudkan amaliah yang menyejukkan dan menentramkan manusia. Namun sebaliknya, kekotoran hati akan menimbulkan perilaku-perilaku sesat yang meresahkan masyarakat. Semuanya sangat tergantung dari penataan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh setiap individu. Ketika seorang individu melakukan satu kemaksiatan, maka menurut Rasulullah saw., ia telah menciptakan satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia tidak bertaubat dan perbuatan dosa semakin banyak dilakukan, maka titik-titik hitam itu akan menutupi kesucian hati yang pada akhirnya ia tidak lagi dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, yang baik dan yang buruk. Jika ia seorang penguasa, maka dengan kekuasaaannya, ia tidak segan- segan melakukan tindakan represif, zalim, dan tiranik demi mempertahankan kekuasaannya. Jika ia seorang yang berharta, maka ia tidak segan-segan mengeluarkannya untuk beragam kemaksiatan, berzina, berjudi, berfoya-foya dan lain-lain, serta menumpuk-numpuk dengan cara batil dan menghitungnya laksana Qarun yang rakus. Jika ia sebagai orang yang kuat, iapun tidak merasa risih untuk 270 Hadis diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî Imam Muslim. Lihat al-Nawawî, Matan al-Arba’în al-Nawawiyyah, Surabaya: Bungkul Indah, t.t., hal.19-20 202 menekan dan menindas kaum dhu’afa yang tertindas tanpa belas kasihan laksana binatang buas. Dekadensi akhlak akibat kekeruhan dan kekotoran hati sehingga tidak mampu menangkap pesan-pesan moral al-Qur’an telah menciptakan tatanan kehidupan yang rusak dan amburadul. Penipuan, penyuapan, kecurangan, kelaliman, perzinaan, pergaulan bebas, dan berbagai kemaksiatan masyarakat menjadi pemandangan rutin sehari-hari. Semua orang tidak peduli dan tidak menghiraukan dengan situasi yang terjadi. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar tidak lagi menjadi pilar hidup bermasyarakat. Situasi ini teramat menyesakkan pandangan mata dan hati. Tidak ada lagi keadilan yang diharapkan. Tidak ada lagi penghormatan terhadap orang-orang tua dan jompo. Tidak ada lagi kepedulian sosial terhadap orang lemah di masyarakat. 271 Di sinilah peranan al-Qur’an menjadi amat dibutuhkan. Karena di antara dimensi pokok risalah Nabi Muhammad saw. adalah membersihkan hati dan jiwa manusia yang menjadi sumber kekuatan moral. Perhatikanlah ayat di bawah ini: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab al-Qur’an dan al-Hikmah al-Sunah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”QS.al-Baqarah2:129 272 Oleh karena itu, tugas Nabi saw. terhadap bangsa Arab ketika itu ada dua, yaitu; 1. Membersihkan akal mereka dari kemusyrikan dan kebatilan, membersihkan hati mereka dari kekerasan jahiliyah, membersihkan keinginan mereka dari syahwat binatang, dan membersihkan perilaku mereka dari perbuatan- perbuatan kotor. 271 Harun Yahya, Moralitas Al-Qur’an, Jakarta: Robbani Press, 2002, hal.35 272 Lihat juga dalam QS.2al-Baqarah:151; QS.3Ali ‘Imrân:164; dan QS.al-Jumu’ah;2 203 2. Mengembangkan akal mereka dengan ilmu pengetahuan dan hati mereka dengan keimanan sehingga kehendak hati mereka mengarah kepada amal saleh, kebaikan, dan akhlak karimah. 273 Orang-orang yang suci hatinya adalah orang-orang yang hanya mengabdi kepada Allah. Mereka senantiasa mensucikan dan mengagungkan-Nya seraya berusaha untuk mencontoh sifat-sifat yang Allah miliki. Orang-orang yang suci hatinya adalah orang-orang yang mengenal hak-hak orang lain. Mereka akan selalu berusaha bersikap adil kepada siapapun, karena adil adalah sifat Tuhan yang dijadikan sebagai idea moral dalam al-Qur’an. 274 Orang-orang yang suci hatinya adalah orang-orang yang mencintai Allah dan mencintai makhluk-Nya. Singkatnya, Orang-orang yang suci hatinya adalah orang-orang salih yang senantiasa memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Mereka memiliki hubungan yang baik dengan Allah silah billâh dan juga baik dengan sesama silah bi al-nâs. Dalam pandangan al-Qur’an dan Hadis, ada beberapa hal yang menjadi sarana penyucian hati, yaitu:

1. Menegakkan salat dengan khusyu secara disiplin.