157
ﻜ أ ﺎ نﻮ ﻮ و
اﺮ آ ﻜ و
2 0 9
Dan seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” H.R. Al-Bukh
ārī Muslim
Menurut Imam al-Nawawî bahwa makna Hadis ini adalah Rasulullah saw. tidak pernah melihat kebaikan yang lebih banyak
daripada apa yang dilihatnya di surga, dan tiak pernah melihat keburukan yang lebih banyak daripada yang disaksikannya di neraka. Andaikan saja
para sahabat dan umat Islam yang lain dapat melihat yang beliau lihat pasti mereka akan sedikit tertawa dan banyak menangis.
210
Nasehat seperti inilah yang telah membuat para sahabat mencucurkan air mata karena mereka membayangkan apa yang akan terjadi dengan
kedahsyatan hari kiamat. Dan jika hari kiamat terjadi, yang mereka khawatirkan adalah bagaimana mereka mempertanggungjawabkan semua
amal mereka selama di dunia dan ke mana pula Alah akan menempatkan mereka, surga yang penuh dengan kenikmatan atau neraka yang penuh
dengan segala kepedihan.
B. Keutamaan Menangis
Jika menangis dalam pandangan Rasulullah saw. diperbolehkan bahkan dianjurkan, maka tentunya hal ini banyak mengandung hikmah atau keutamaan
yang besar bagi umatnya untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhirat. Adapun keutamaan menangis itu adalah sebagai berikut:
1. Menangis dapat memotivasi seseorang untuk banyak merenungi makna
209
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 5, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Qaulih Lâ Tas’alû ‘an asy-yâ’a in tubda lakum Tasu’kum, h.190; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-Fadâ’il Bâb
tauqîrih saw. waTark Iktsâr Su’âlih ‘ammâ lâ Darûrah ilaih, h. 338
210
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat Menangis, h. 20
158 kehidupan sehingga ia akan tekun beribadah.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit
tertawa dan banyak menangis.”
211
ﷲا لﻮ ر لﺎ ﻚ ﺎ أ ρ
ء ﺎ أ
ﻮ و ﺮ او ﺮ ا مﻮ ﺎآ رأ رﺎ او ﺔ ا ﺮ لﺎ
ﻜ أ ﺎ نﻮ
آ ﻜ و ﻰ ﻰ أ ﺎ لﺎ اﺮ
ﷲا لﻮ ر بﺎ أ
ρ ﻬ و ﻬ وءر اﻮ لﺎ ﺪ أ مﻮ
ﷲﺎ ﺎ ر لﺎ ﺮ مﺎ لﺎ
ﺎ و ﺎًر لﺎ ﺎً ﺪ
و ﺎ د م ﺎ ﺮ ا كاذ مﺎ
كﻮ أ لﺎ أ ل ﺬ ا ﺎﻬ أ ﺎ ﺰ ن
اﻮ آﺆ ﻜ ﺪ نإ ءﺎ أ اﻮ ﺄ
2 1 2
Dari Anas bin Mâlik, dia berkata: pernah disampaikan kepada Rasulullah saw. sesuatu tentang sahabat-sahabatnya. Lalu beliau berkhutbah seraya berkata:
“Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, di mana aku tidak pernah melihat seperti hari ini dalam hal kebaikan dan keburukan. Seandainya kalian
mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” Anas mengatakan: “Para sahabat Rasulullah saw. pernah didatangi
oleh suatu hari yang lebih memberatkan menyedihkan daripada hari itu. Mereka menutupi kepala mereka dan mereka menangis dengan keras.” Ia Anas berkata:
“Umarpun berdiri dan berkata, ‘Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabiku.’ Ia berkata: “Lelaki itupun berdiri
kemudian berkata, ‘Siapakah ayahku?’ Ia menjawab, ‘Ayahku adalah Fulan.’ Maka turunlah ayat Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu. H.R. al-Bukhârî dan Muslim
ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ رذ أ ρ
ﺎ ىرأ إ ﺎ
أو نوﺮ رأ
ﻮ ﺎﻬ ﺎ نأ ﺎﻬ و ءﺎ ا أ نﻮ
إ ﺎ أ ﷲ اﺪ ﺎ ﻬ
او ﻚ و ﷲاو
ﻮ أ ﺎ نﻮ
ﻜ شﺮ ا ﻰ ءﺎ ﺎ ذﺬ ﺎ و اﺮ آ ﻜ و
211
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî,, Juz 7, Kitâb al-Riqâq Bâb Qaul al-Nabî saw. Lau ta’lamûna mâ A’lamu, hal.186 Juz 7 kitâb al-Aimân wa al-Nudzûr Bâb Kaif Kânat yamîn al-
Nabî saw., h.218-219; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî., Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fi Qaul al-Nabî saw. Lau ta’lamûna mâ A’lamu, no. Hadis 2414, h. 380-381; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah,
Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4190 4191, h. 1402; Ahmad, al- Musnad, Jilid 2, h. 257. Menurut Imam al-Tirmidzî, nilai Hadis ini adalah sahih
212
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 5, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Qaulih Ta’âlâ lâ Tas’alû ‘an Asy-yâ’a in Tubda lakum Tasu’kum, h.190; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 2, Kitâb al-
Fadâ’il Bâb Tauqîrih saw. Wa Tark Iktsâr Su’âlih ‘ammâ lâ darûrah ilaih, h. 338
159
ﷲا ﻰ إ نورﺄ تاﺪ ا ﻰ إ ﺮ و
ةﺮ آ أ تددﻮ ﺪ
213
Dari Abû Dzar ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kalian lihat dan aku mendengar apa yang kalian tidak
dengar. Langit telah berkeriut dan itu memang sudah menjadi haknya. Di sana tidak ada tempat untuk menyisipkan empat jari melainkan di sana ada malaikat
yang meletakkan dahinya untuk bersujud kepada Allah. Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan
banyak menangis, kalian juga tidak akan bersenang-senang dengan wanita istri di tempat tidur, kalianpun akan keluar ke jalan-jalan untuk memohon pertolongan
kepada Allah” H.R. At-Tirmi
żī dan Ibn Mājah Melalui Hadis-hadis di atas dan yang senada dengannya, Nabi Muhammad
saw. ingin menegaskan, bahwa seandainya manusia mengetahui berbagai siksaan dan kepedihan yang Allah berikan kepada para pendurhaka serta hiruk pikuknya
hari penghitungan kelak, pasti mereka akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis. Artinya, rasa takut khauf mereka berada di atas rasa harap rajâ
mereka. Menurut al-Hâfiz, bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan di sini adalah terkait dengan keagungan Allah, siksa bagi para pendurhaka, huru-hara
atau kepelikan yang terjadi saat kematian, saat di alam kubur, dan hari kiamat kelak.
214
2. Menangis dapat menyebabkan seseorang mendapatkan naungan Allah di hari kiamat. Dalam salah sebuah riwayat disebutkan:
ا ةﺮ ﺮه أ ρ
ﷲا ﻬ ﺔ لﺎ مﻮ
إ ا
ر ةدﺎ ﺄ بﺎ و لدﺎ ا مﺎ رو
رو ﺪ ﺎ ا ﷲا ﺎ ﺎ ن
ﺎ ا
إ لﺎ لﺎ و تاذ ةأﺮ ا
رو ﺎ ﺮ و
213
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Qaul al-Nabî saw. Lau Ta’lamûna mâ A’lamu, no. Hadis 2414, h. 380-381; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2,
Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4190, h. 1402. Menurut Imam al-Tirmidzî nilai hadis ini hasan garib.
214
Muh. Abdurrahmân al-Mubarakfûrî, Tuhfah al-Ahwadzî, Juz 6, h. 603
160
ﷲا فﺎ أ ﻰ ﻰ أ قﺪ رو
ﺎ ﺎ
ﷲا ﺮآذ رو ﺎ
ﺎ ﺎ ﺎ
215
Dari Abû Hurairah r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di dalam naungan-Nya pada saat
tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu: 1 imam pemimpin yang adil, 2 pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah, 3 seseorang yang
hatinya selalau dipertautkan dengan masjid, 4 dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, 5
seseorang yang dibujuk oleh seorang wanita yang berpangkat dan cantik untuk melakukan zina, maka dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut
kepada Allah.’ 6 seseorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya, dan 7 orang yang mengingat berzikir kepada Allah dalam kesedirian sehingga meneteskan air mata.H.R. al-Bukhârî, Muslim, al-
Tirmidzî, al-Nasâ’î, Mâlik, dan Ahmad
Seorang muslim yang menyendiri dengan Rabb-nya dengan mengakui segala kemaksiatan, kejahatan, dan berbagai dosa yang telah dilakukannya,
mengingat dan menyebut Pencipta dan Penguasa dirinya seraya bersimpuh memohon ampunan-Nya, bertaubat di hadapan-Nya, dan benar-benar sangat
menyesal. Siapa saja orang yang berperilaku seperti tersebut, maka tetesan air matanya akan mengalir karena keikhlasan dirinya bersimpuh di hadapan Sang
Khaliq. Dengan demikian, zikir dalam kesendirian dapat melembutkan hati dan mencairkan kebekuan. Zikirlah yang mencucurkan air mata dan melembutkan
kejumudan mata. Zikir jugalah yang hanya mampu memberikan ketenangan dan kedamaian hati seorang muslim.
ﷲا ﺮآﺬ ﻬ ﻮ و اﻮ اء ﺬ ا
أ ﷲا ﺮآﺬ
بﻮ ا
215
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 1, Kitâb al-Adzân Bâb Man Jalasa fî al-Masjid Yantaziru al-Salâh wa Fadl al-Masâjid, h. 160-161; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Zakâh
Bâb Fadl Ikhfâ al-Sadaqah, h. 412; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 4, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî al-Hubb fî al-Lâh, no. Hadis 2500, h. 24-25; al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î, Kitâb Adab al-
Qudâh Bâb al-Imâm al-‘Âdil, no. Hadis 5390, h. 851; Mâlik, al-Muwatta, h. 726; Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 1, h. 374; ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Fadl Dzikr al-Lâh
‘Azza wa Jalla, no. Hadis 1053, h. 550-551
161 yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Q.S. al-Ra’d13:28
3. Menangis yang dilakukan karena takut kepada Allah akan membebaskan pelakunya dari siksa api neraka. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
4. Menangis dapat membantu seseorang dalam mentadabburi al-Qur’an. Allah memang menganjurkan kepada umat Islam untuk mentadabburi
ayat-ayat al-Qur’an
ا ﺪ
ﺮ و
ن ا
ﺮ نا
ا م
ﻰ ﻮ
ب ا
ﺎ ﻬﺎ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” QS. Muhammad47:24
Itulah sebabnya, Imam al-Qurtubî w.567 H. mengatakan: ”Para ulama mengatakan: ’Diwajibkan bagi pembaca al-Qur’an untuk menghadirkan hatinya
serta bertafakkur merenungkan saat membacanya, karena dia sedang membaca khitâb firman Allah yang ditujukan kepada hamba-hambanya.” Oleh karena itu,
barangsiapa yang membaca al-Qur’an dengan tidak bertafakkur padanya, sedang dia termasuk orang yang mempunyai kemampuan untuk memahami dan
mentafakkurinya, maka dia sama seperti orang yang tidak membacanya dan tidak sampai pada tujuan dari bacaannya itu.”
216
Rasulullah saw. setiap kali mendengarkan atau membaca Kitabullah senantiasa menyaksikannya dengan hati dan pemahaman, tidak lengah dan tidak lalai. Kondisi inilah
yang memberikan pengaruh kuat kepada beliau sehingga tatkala Al-Quran dibacakan, maka beliau akan diliputi rasa takut dan akhirnya meneteskan air mata.
Ibn Hajar al-‘Asqalânî w.852 H. mengutip pandangan Imam al-Ghazâlî
216
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. Dan Para Sahabat Mmenangis, .h. 51
162 w.505 H. yang menyatakan: “Disunahkan menangis saat membaca al-Qur’an.
Dan cara menghadirkan tangis saat membaca al-Qur’an adalah dengan menghadirkan kepada kalbunya rasa sedih dan rasa takut, dengan merenungi
segala ancaman yang keras dan janji-janji di dalamnya. Kemudian mengingatkan segala pelanggaran yang dia lakukan dalam hal tersebut. Jika dia tidak bisa
menghadirkan kesedihan, maka hendaklah dia menangis atas hilangnya kemampuan untuk itu dan menilai hal itu sebagai musibah yang paling parah.”
217
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah menangis saat merenungi surat Ibrâhîm ayat 36 dan surat al-Mâidah ayat 118 berikut ini:
ﷲا ﺪ ا نأ صﺎ ا وﺮ
ρ ﷲا لﻮ
ﺰ سﺎ ا اﺮ آ
أ ﻬ إ بر هاﺮ إ و ا
ﺈ ا
ﻰ لﺎ و ﺔ ﻬ ﺬ نإ م
كدﺎ ﻬ ﺈ أ ﻬ ا لﺎ و ﺪ ﺮ ﻜ ا ﺰ ﺰ ا أ ﻚ ﺈ ﻬ ﺮ نإو
ﷲا لﺎ ﻰﻜ و أ ﻚ رو ﺪ
ﻰ إ هذا ﺮ ﺎ و ﺰ ﻜ ﺎ
أ ا
ﺮ ﺎ ﺄ ﻚ لﻮ ر ﺮ ﺄ ﺄ م
ﷲا ρ
ﷲا لﺎ أ ﻮهو لﺎ ﺎ ﺪ
ﻰ إ هذا ﺮ ﺎ و ﻚ أ ﻚ ﺮ ﺎ إ
كءﻮ
Dari ‘Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘As r.a. bahwa Nabi saw. membaca firman Allah dalam surat Ibrâhîm Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan manusia. Maka, barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku…QS.Ibrâhîm:36. Dan Isa a.s
berkata Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya
Engkau-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. – QS. al-Mâidah:118- Lalu beliau mengangkat kedua tangannya seraya berucap sambil menangis: “Ya Allah,
umatku, umatku” lalu Allah berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada datangilah Muhammad, dan Tuhanmu lebih mengetahui, lalu tanyakan
kepadanya, apa yang menyebabkanmu menangis” Kemudian Jibril mendatangi beliau dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah saw. memberitahu kepada Jibril
a.s. mengenai apa yang dikatakan, dan Dia lebih mengetahui.Lalu Allah berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada datangilah Muhammad dan
217
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî., Juz 10, h. 121
163 katakanlah, ‘Sesungguhnya Kami akan meridhaimu terhadap umatmu dan tidak
akan berbuat buruk kepadamu.’” H.R. Muslim
218
Menurut Imam al-Nawawî, Hadis di atas mengandung beberapa hal, yaitu: Pertama: Besarnya rasa kasih sayang yang sempurna serta perhatian Rasul
terhadap kemaslahatan segala urusan umat beliau. Hal ini ditunjukkan dengan disebutnya umat beliau sambil menangis agar diselamatkan dari siksa Allah.
Kedua: Disunnahkan untuk mengangkat tangan ketika berdoa. Ketiga: Kabar gembira untuk umat Nabi Muhammad saw. bahwa Allah akan
memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Keempat: Keagungan kedudukan Nabi saw. di sisi Allah serta besarnya kasih
sayang Allah kepada beliau.
219
Imam Ibn Mâjah juga meriwayatkan Hadis yang menganjurkan menangis saat membaca al-Qur’an
ﺎ ﺎ ا ﺮ ا ﺪ
صﺎ و أ ﺪ ﺎ مﺪ ل ﺎ ﺮ لﺎ ﺮ ﺄ أ لﺎ
ﺮ آ ﺪ و ﷲا لﻮ ر
ن ﺮ ﺎ تﻮ ا ﻚ أ
أ ﺎ ρ
ﺮ ا اﺬه نإ لﻮ نﺰ لﺰ ن
اﻮﻜ نﺈ اﻮﻜ ﺎ ﻮ أﺮ اذﺈ ﺎ
اﻮ و اﻮآﺎ .
220
Dari ‘Abdurrahmân bin al-Sâ’ib ia berkata: “Sa’ad bin Abî Waqqâs datang kepada kami, dan ketika itu penglihatannya sudah terganggu. Aku mengucapkan
salam kepadanya, lalu ia bertanya: ’Siapa anda? ‘Akupun memberitahu tentang diriku. Iapun berkata: ’Selamat datang wahai anak saudaraku Telah sampai berita
kepadaku bahwa engkau memiliki suara yang indah saat membaca al-Qur’an. Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya al-Qur’an turun
dengan kesedihan. Jika kalian membacanya, maka menangislah. Jika tidak menangis, maka hendaklah pura-pura menangis. Merdukanlah bacaan al-Qur’an.
Barangsiapa yang tidak memerdukan al-Qur’an dengan suaranya, maka ia tidak
218
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îman Bâb Du’â al-Nabî saw. Li Ummatih wa Bukâ’ih Syafaqah ‘alaihim, h.107
219
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, Jilid 2, h. 80
220
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 1, Kitâb Iqâmah al-Salâh, Bâb fî Husn al-Saut bi al- Qur’ân, no. Hadis 1337, h. 424
164 termasuk golongan kami.” H.R. Ibn Mâjah
Dan menurut Imam al-Nawawî, menangis saat membaca al-Qur’an adalah sifat para arifin dan syi’ar para salihin.
221
5. Menangisi segala kesalahan merupakan salah satu kiat meraih kesuksesan. Seluruh umat Islam, tanpa terkecuali, pasti mengidamkan kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat yang kekal abadi dalam bentuk surga yang penuh dengan kenikmatan. Sedangkan neraka yang penuh dengan beragam siksa yang
memedihkan dan menghinakan membuat semua orang tidak pernah mengharapkannya, bahkan semuanya berdoa agar dihindari dari siksa neraka.
Akan tetapi, kenikmatan dunia yang penuh kesemuan telah menterlenakan dan menipu manusia dari tujuan hidup yang sebenarnya. Dorongan nafsu dan bisikan
setan telah menyebabkan seseorang tidak lagi melihat akhirat dan menjadikannya sebagai orientasi hidup dalam jangka panjang. Orientasi hidupnya hanyalah
terbatas pada kehidupan jangka pendek, yaitu yang hanya memberikan kenikmatan sesaat. Merka menjual kenikmatan yang kekal abadi dengan materi
dunia yang tiada berarti. Dalam kondisi seperti ini, muhasabah introspeksi diri menjadi
sedemikian penting dan berarti dalam kehidupan setiap manusia. Muhasabah adalah upaya untuk introspeksi diri, menghitung-hitung, atau menimbang amal-
amal yang telah kita lakukan. Aktivitas ini lazimnya dilakukan setiap hari saat seseorang hendak memejamkan matanya menuju peraduannya. Ia kembali
mengenang segala peristiwa yang terjadi pada hari itu. Ada bahagia dan sengsara,
221
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî., Juz 10, h. 121
165 ada suka dan duka, ada senang dan marah, ada damai dan galau kesal, ada tenang
dan hiruk pikuk, dan sebagainya. Saat itu, seorang muslim akan menimbang, berapa banyak dosa yang sudah ia lakukan sehingga menimbulkan murka Sang
Khaliq dan karenanya ia haus beristighfar.. Dan berapa banyak pula kebaikan yang telah berhasil ia persembahkan sehingga harus disyukuri.
Salah seorang ulama berkata: “Para orang tua kami selalu menghisab diri dari apa yang mereka perbuat dan apa yang mereka ucapkan, kemudian mereka
menulisnya dalam sebuah daftar. Jika salat isya telah usai, mereka mengeluarkan daftar amal dan ucapannya kemudian menghisabnya. Jika amalan yang diperbuat
adalah amalan buruk yang perlu istigfar, maka mereka bertaubat dan beristigfar. Namun jika amalannya adalah amalan yang baik dan perlu disyukuri, maka
merekapun bersyukur kepada Allah hingga mereka tertidur. Dan kamipun mengikuti jejak mereka. Kami mencatat apa yang kami perbuat dan kami
menghisabnya.”
222
Dikisahkan bahwa pada suatu malam seseorang seang tidur di atas tikar bersama anaknya. Tiba-tiba tubuh anaknya menggigil. Si ayahpun bertanya: “Hai
anakku, apakah engkau sakit?” Anak itu menjawab: “Tidak ayah Ayah, besok adalah hari kamis, di mana ustadz akan memeriksa ilmu yang kudapati dalam
seminggu. Aku khawatir ustadz akan menemukan kesalahan dariku sehingga ia memarahi ataupun memukulku.”
Kemudian sang ayah bangkit dari tidurnya seraya berkata: “Wahai anakku, aku lebih layak untuk takut menghadapi hari yang ditampakkannya
amalanku di hadapan Allah dengan dosa-dosa yang telah aku perbuat di dunia,
222
Abdurrahman As-Sinjari et.al., Menangis karena Takut pada Allah, h. 33-34
166 sebagaimana firman Allah, ‘Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabb-mu
dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada kami sebagaimana kami menciptakan kamu pada kali pertama. Bahkan kamu mengatakan bahwa kami
sekali-kali tidak menetapkan bagi kamu waktu memenuhi perjanjian.’QS.al- Kahfi18:48”
223
Oleh karena itu, dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. menganjurkan agar seseorang selalu menangisi segala dosa dan kesalahannya, bahkan menangis
seperti ini dipandang sebagai salah satu kiat agar dapat meraih kesuksesan. Dalam sebuah hadis disebutkan:
ﺔ ﺮ ﺎ
لﺎ ﺎ
لﻮ ر ﷲا
ﺎ ؟ةﺎ ا
لﺎ ﻚ أ
ﻚ ﻚ ﺎ
ﻚ و
ﻚ و
ﻚ أ ﻰ
ﻚ
224
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata: Saya bertanya: “Ya Rasulullah, Bagaimana caranya untuk mendapatkan keberhasilan itu?” Beliau menjawab:
“Tahanlah lisanmu agar hanya kebaikan yang keluar darinya, hendaknya rumahmu memberikan keluasan kepadamu nyaman tinggal di rumah, dan
menangislah atas segala kesalahanmu”H.R. al-Tirmidzî
223
Ibid, h. 34-35
224
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ’a fî Hifz al-Lisân, no. Hadis 2517,h. 31; ‘Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Bâb Mâ Jâ’a fî al-Huzn
wa al-Bukâ, no. Hadis 119, h.132; Kualitas Hadis ini hasan.
167
BAB IV
MENANGIS DAN KESALEHAN PRIBADI
Pengertian dan Karakteristik Kesalehan
Kata “sâlih”
ﺎ
berasal dari akar kata “salaha” atau “saluha” yang maknanya merupakan antonim dari kata “fasâd”
دﺎ
yang berarti “rusak”.
225
Kata “sâlih” juga diartikan sebagai “bermanfaat dan sesuai” Dengan demikian, amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dilakukan, maka suatu
kerusakan akan terhenti atau menjadi tiada. Atau dapat pula diartikan sebagai suatu pekerjaan yang dengan melakukannya diperoleh manfaat dan kesesuaian.
226
Sementara itu, Syaikh Muh. ‘Abduh w.1323 H.mendefinisikan amal saleh dengan “Segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok,
dan manusia secara keseluruhan.” Sedangkan Syaikh al-Zamakhsyarî w.538 H. berpendapat bahwa amal salih adalah “Segala perbuatan yang sesuai dengan dalil
akal, al-Qur’an, dan atau Sunnah Nabi Muhammad saw.”
227
Seorang yang salih ialah yang aktivitasnya mengakibatkan terhindarnya madharat, atau yang pekerjaannya memberikan manfaat kepada pihak-pihak lain,
atau pekerjaannya sesuai dengan petunjuk Ilahi, akal sehat, atau dapat istiadat yang baik.
228
225
Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, Beirut: Dâr al-Fikr, 1990, Cet. Ke-1, Juz II, h. 516
226
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, Cet. II, h. 480
227
Ibid
228
Ibid
168 Menurut al-Zajjâj w. 310 H., sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurtubî
w.567 H., seorang yang salih adalah yang menunaikan segala kewajiban yang Allah tetapkan dan memenuhi hak-hak manusia.
229
Sedangkan Imam al-Tabarsî w.548 H.mendefinisikan bahwa orang yang salih adalah orang yang membaguskan aktivitasnya dan kemudian berbuat segala
yang baik, tidak yang buruk.
230
Dalam pada itu, al-Sayyid Muh. Syatâ al-Dimyati mendefinisikan salih sebagai berikut:
دﺎ ا قﻮ و ﷲا قﻮ ﺎ ا ﻮه ﺎ ا
231
“Orang yang salih adalah orang yang menunaikan segala hak Allah dan hak-hak manusia.”
Menurut penelusuran penulis, di dalam al-Qur’an, kata “sâlih” dalam bentuk
tunggal mufrad disebutkan sebanyak empat puluh empat kali, dalam bentuk tatsniyah dua sekali QS.66:10, dan dalam bentuk jamak plural sebanyak 29
kali.
232
Di dalam kitab suci tersebut ditegaskan bahwa para nabi dan rasul dikategorikan sebagai orang-orang salih Lihat QS.2:130; 3:39,46; 6:85; 16:122;
21:72,86; 29:27; 37:112, dan 68:50. Predikat “salih” adalah suatu posisi atau derajat yang tinggi di sisi
Allah.
233
Sebab, sebagaimana yang dikatakan Dr. Wahbah Zuhaili, orang-orang
229
al-Qurtubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Fikr, 14071987, Cet.I, Juz 4, h. 79
230
al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, Beirut: Dâr al-Fikr, 14141994, Juz 7, h. 89
231
al-Sayyid Muh. Syata al-Dimyati, Iânah al-Tâlibîn, Semarang: Toha Putra, tth, Juz 1, h. 165
232
M. Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’ân al-Karîm, Indonesia: Maktabah Dahlân, t.t., h. 521-522
233
M. ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jakarta: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah, 1999, cet.I,, Juz II, h. 148
169 saleh adalah para pemberi petunjuk al-hudâh kepada umat manusia, karena ia
merupakan martabat para nabi.
234
Itulah sebabnya, banyak para nabi yang bermunajat kepada Allah swt. agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang salih. Di antara para nabi yang
mengharapkan hal itu adalah nabi Yûsuf QS.12:101, nabi Ibrâhîm QS.26:83, dan nabi Sulaimân a.s. QS.27:19. Bukan hanya itu, nabi Ibrâhîm a.s. berdoa
kepada Allah agar dianugerahkan anak atau keturunan yang salih QS.37:100. Di dalam surat al-Nisâ ayat 69, kelak di akhirat nanti di dalam surga,
orang-orang salih akan disandingkan dengan para nabi, para siddîqîn, dan para syuhadâ. Allah swt. menyatakan:
ﷲا و
و ﷲا أ ﺬ ا ﻚ وﺄ لﻮ ﺮ ا
ﻬ ر ﻚ وأ
و ﺎ او ءاﺪﻬ او ﺪ او
ا ﺎ
Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para siddîqîn, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.QS.al-Nisâ4:69
Ketinggian derajat orang-orang salih sâlihîn sehingga senantiasa mendapatkan pujian dan penghargaan dari Allah swt. memotivasi umat Islam
untuk meraih predikat tersebut. Akan tetapi, masalahnya kemudian adalah, apakah kriteria atau ciri-ciri orang yang salih itu?
Berdasarkan hasil kajian penulis terhadap teks-teks al-Qur’an dan Hadis, ada empat belas kriteria orang-orang salih. Salah satu di antaranya adalah
menangis saat mendengar al-Qur’an. Poin inilah yang akan banyak dibahas karena memang yang sangat berhubungan dengan tema yang sedang dibahas. Sedangkan
234
Wahbah Zuhailî, al-Tafsîr al-Munîr,Beirut: Dâr al-Fikr, 1991Juz XX, h. 202
170 tiga belas kriteria lainnya hanya akan dipaparkan secara singkat. Keempat belas
kriteria itu adalah sebagai berikut:
1. Menangis saat Mendengar al-Qur’an