Tangisan Kaum Munafikin di Neraka

54 Mufahras li Alfâz al-Qur’ân” karya Muh. Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, bahwa di dalam kitab suci umat Islam tersebut hanya ditemukan sembilan ayat yang berbicara tentang menangis dengan konteks yang berbeda-beda. Kesembilan ayat tersebut menggunakan term yang berbeda-beda, namun seluruhnya bermuara kepada makna menangis sebagaimana yang dimaksud dalam tulisan ini. Tujuh ayat di antaranya menggunakan kata “al-bukâ” dengan berbagai derivasinya, yaitu: Q.S.9:82 dalam bentuk perintah dengan lam al-amr dan fi’il mudâri’, 12:16 fi’il mudâri’’, 17:109 fi’il mudâri’, 19:58 jama’: bukiyyâ, 53:43 fi’il mâdî, 53:60 fi’il mudâri’, dan 44:29 fi’il mâdi. Sedangkan dua ayat yang lainnya menggunakan kata “tafîdu” yang dinisbahkan dengan kata “al-dam’”, yaitu dalam surat al-Mâidah ayat 83 dan surat al-Taubah ayat 92.

1. Tangisan Kaum Munafikin di Neraka

Kalangan munafikin adalah kelompok yang sangat licik dan menimbulkan problem tersendiri dalam dakwah Nabi Muhammad saw. Mereka bagaikan api dalam sekam, duri dalam daging. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki dua wajah sehingga dapat menimbulkan roman wajah yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan mereka. Karena sedemikian pentingnya bagi Nabi Muhammad saw. dan umat Islam untuk mengetahui karakteristik orang-orang munafik, hatta dalam al-Qur’an terdapat satu surat khusus yang bernama Surat al-Munâfiqûn. Hal ini dimaksudkan agar mereka lebih meningkatkan kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap gerak-gerik kaum munafik. 55 Di samping surat al-Munâfiqûn, surat al-Taubah adalah di antara surat yang banyak mengungkap tentang kaum munafikin. Ada beberapa sifat mereka yang diungkap dalam surat tersebut, yaitu: a. Kebimbangan dan keraguan orang-orang munafik mendorong mereka untuk memohon izin agar tidak ikut berperang bersama Nabi Muhammad saw. ayat 45 b. Kalaupun mereka berangkat untuk berperang, mereka hanya akan mengacaukan barisan kaum muslimin ayat 47-48. c. Mencari-cari alasan agar tidak ikut berperang ayat 49. d. Mereka membenci umat Islam yang mendapat kebaikan dan senang saat umat Islam mendapat musibah ayat 50. e. Mereka bersumpah palsu bahwa mereka adalah golongan umat Islam ayat 56. f. Mereka tidak senang mencela pembagian sedekah atau zakat yang dilakukan oleh Nabi saw. ayat 58-61. g. Mereka khawatir akan diturunkan surat yang menerangkan serta membongkar apa yang ada di dalam hati mereka ayat 64. h. Mereka mengolok-olokkan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya ayat 65. i. Ikrar orang-orang munafik tidak dapat dipercaya ayat75-78. j. Mereka mencela sedekah yang dilakukan oleh orang-orang mukmin ayat 79. k. Mereka merasa senang karena tidak ikut berjihad ayat 81. Setelah Allah menjelaskan segala sikap dan perilaku orang-orang munafik yang sungguh tercela, Allahpun menyebutkan balasan terhadap mereka. Pada ayat 79 ditegaskan bahwa Allah swt. membalas penghinaan 56 mereka karena mereka telah menghina orang-orang mukmin yang bersedekah. Di akhirat kelak, untuk merekapun telah disiapkan azab yang amat pedih. Pada ayat selanjutnya ayat 80, ditegaskan bahwa permohonan ampun yang dimunajatkan oleh Nabi saw. untuk mereka, meski dilakukan hingga 70 kali, tetap saja Allah tidak akan mengampuninya. Imam Ibn Katsîr menjelaskan bahwa dengan ayat ini Allah memberitakan kepada Nabi saw. bahwa orang-orang munafik bukanlah orang-orang yang layak untuk dimohonkan ampun. Oleh karena itu, meskipun Nabi saw. beristighfar sebanyak-banyaknya tujuh puluh kali, Allah tetap saja tidak akan mengampuni mereka. Penyebutan angka tujuh puluh dalam ayat tersebut tidak bermakna pembatasan tahdîd, namun hanya menunjukkan intensitas yang tinggi mubâlaghah. 48 Permohonan ampun untuk mereka menjadi tidak bermanfaat, karena mereka sendiri kufur. “dzâlika bi annahum kafarû” Yang demikian itu karena mereka kufur. Demikian alasan Allah yang tercantum pada ayat tersebut. Lebih jelas lagi, Dr. Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa orang-orang munafik itu kufur dan mengingkari Allah swt dan Rasul-Nya. Mereka tidak mengikrarkan ke-Esa-an Allah, tidak mengakui kerasulan Nabi saw., dan senantiasa berada dalam pengingkaran. Hati mereka tidak pernah siap untuk menerima kebaikan al-khair dan cahaya al-nûr. Dan memang sudah menjadi 48 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Semarang: Toha Putra, t.t., Juz 2, hal.376 57 sunnatullah bahwa kebaikan tidak akan dianugerahkan kepada kaum yang terus-menerus kufur, tidak taat, dan tidak ada niat atau keinginan untuk beriman dan bertaubat. 49 Bandingkanlah dengan ayat 5 dan 6 surat al-Munûfiqûn. Dalam ayat tersebut dijelaskan, meskipun Rasulullah saw. telah memanggil mereka orang-orang munafik untuk dimohonkan ampun, tetap saja mereka tidak menyahut, bahkan berpaling dari beliau. Karenanya, Allahpun menegaskan bahwa untuk orang-orang munafik, dimintakan ampun atau tidak, Allah tetap tidak akan mengampuni mereka. Mereka adalah orang-orang fasik yang secara jelas melanggar hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya. Setelah pada ayat 80 dijelaskan satu sifat buruk orang-orang munafik yang lain, yaitu merasa senang berdiam diri untuk tidak berperang dan membenci jihad fi sabilillah, maka Allah menegaskan pada ayat 82: اﻮﻜ نﻮ ﻜ اﻮ ﺎآ ﺎ ءاﺰ اﺮ آ اﻮﻜ و Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.QS.At-Taubah9:82 Jika ayat tersebut dicermati, sesungguhnya ia berbentuk perintah amr yang tersusun dari lam al-amr dan fi’il mudâri’. Namun, jika lebih dicermati, maka maknanya adalah berita khabar atau ancaman tahdîd. Demikianlah pandangan Dr. Wahbah Zuhaili, Imam al-Alûsî w. 1270 H., Imam Ali al- Sabûnî, Imam al-Râzî w. 544 H., Imam al-Tabarsî w. 548 H., dan pengarang Ruhul Bayan Isma’il Haqqi al-Buruswi. 50 49 Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, Beirût: Dâr al-Fikr, 1991, Juz 10, h. 328 50 Ibid, jilid, hal.331; al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H.1994 M., jilid 20, h.220; Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, jilid I, h.552; al-Tabarsî, Majma’ al-Bayân, Juz 5, h.91; Ismail Haqqi al-Buruswi, Tafsir Ruhul Bayan. Penerjemah Drs. Syihabuddin Bandung: C.V. Diponegoro, 1998, Jilid 26, h. 153 58 Bahkan menurut Imam al-Alûsî w. 1270 H., informasi yang disampaikan dalam bentuk perintah sîghat al-amr menunjukkan keniscayaan terjadinya sesuatu itu. Sebab, dalam kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa sîghat amr kalimat perintah pada dasarnya meniscayakan makna wajib sehingga ia banyak digunakan untuk makna itu. Atau, karena bentuk perintah tidak mengandung pengertian benar sidq dan dusta kadzib sebagaimana yang dikandung dalam kalimat berita. Begitulah penegasan Asy-Syihab. 51 Melalui ayat ini, Allah menginformasikan kondisi mereka di dunia dan di akhirat. Tersebab sikap dan keburukan mereka, maka mereka akan merasakan sedikit tertawa kebahagiaan di dunia dan banyak menangis sengsara di akhirat sebagai wujud penyesalan dan akibat ulah mereka sendiri. Tawa mereka di dunia, meski terjadi sampai kematian menjemput mereka, masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan tangisan mereka di akhirat yang kekal abadi dan tanpa batas. Menurut Ibn ‘Abbâs r.a. w. 68 H., sebagaimana yang dikutip Imam Ibnu Kas īr w. 774 H. dan al-Syaikh ‘Ali al-Sâbûnî, dunia itu sedikit, maka silakan orang-orang munafik tertawa sekehendak mereka. Jika dunia telah berakhir terjadi hari kiamat dan semua manusia kembali kepada Allah swt., maka mereka orang-orang munafik akan mulai menangis dan tidak akan pernah terputus untuk selamanya. Ada sebuah keterangan yang menyebutkan bahwa orang-orang munafik akan menangis dalam neraka seusia dunia. Air matanya tiada henti berderai dan rasa kantuknya tidak akan hilang dengan tidur. 52 Dalam sebuah Hadis riwayat Imam Ibn Mâjah w.273 H. dikatakan: 51 al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Jilid 10, h. 220-221 52 Ibid; Ismail Haqqi al-Buruswi, Tafsir Ruhul Bayan, Jilid 10, h. 523 59 ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ ﻚ ﺎ أ ρ هأ ﻰ ءﺎﻜ ا ﺮ ﺮ ﻰ مﺪ ا نﻮﻜ عﻮ ﺪ ا ﻰ نﻮﻜ رﺎ ا دوﺪ ﺄ ا ﺔ ﻬآ ﻬهﻮ و . ا رأ ﻮ تﺮ 53 Tangisan diutus oleh Allah kepada penghuni neraka. Merekapun menangis hingga air matanya kering. Selanjutnya merekapun menangis dengan mengucurkan darah hingga wajahnya berubah seperti habis dicambuki. Seandainya perahu-perahu dilayarkan, niscaya akan berjalan”H.R. Ibn Mâjah Berkenaan dengan azab yang yang dirasakan oleh orang-orang munafik, Dr. Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya menyampaikan hadis berikut ini: ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ ﺮ نﺎ ا ρ ا هأ نﻮهأ نإ رﺎ ﺎ اﺬ ﺎ آ ﺎ د ﺎ ﻬ رﺎ نﺎآاﺮ و ن ﻰ إو ﺎ اﺬ ﺪ أ اﺪ أ نأ ىﺮ ﺎ ﺮ ا ﻬ ﻮه ﺎ اﺬ 54 Dari Nu’mân bin Basyîr ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya pada hari kiamat adalah seseorang yang memiliki dua alas kaki sedang kedua talinya terbuat dari api neraka, dan dari keduanya otaknya bergolak mendidih seperti mendidihnya air dalam ketel. Dia tidak melihat mengira bahwa ada orang lain yang azabnya lebih pedih daripadanya. Padahal sesungguhnya dialah yang paling ringan azabnya.” H.R. Muslim Menurut Imam al-Alûsî w. 1270 H., ayat 82 surat al-Taubah ini dapat pula dipahami bahwa tertawa ini merupakan kinayah dari kebahagiaan al- farh dan menangis adalah kinayah dari duka cita atau kesedihan al-ghamm. Artinya orang-orang munafik, kalaupun mereka merasakan kebahagiaan di dunia, maka kebahagiaan itu hanyalah sedikit dan sebentar. Sebab, tatkala perputaran dunia berakhir sebagai tanda dimulainya babak kehidupan yang baru akhirat, maka duka cita dan kesedihan akan segera mulai mereka 53 Dalam sanad Hadis in terdapat Yazîd bin Abân al-Raqasyi yang merupakan rawi daif. Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb Sifât al-Nâr no. hadis 4324, h. 1446 54 Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Imân Bâb Ahwân Ahl al-Nâr ‘adzâban, h. 110 60 nikmati, dan itu akan terus mereka rasakan kekal abadi. 55 Menurut Ibn ‘Atiyyah, al-bukâ menangis dan al-dahk tertawa yang disebutkan dalam ayat di atas, keduanya dapat pula terjadi di dunia. Hal ini sebagaimana bunyi sebuah Hadis berikut ini: ر ةﺮ ﺮه ﺎ أ نأ ا ﺪ ﷲا لﻮ نﺎآ لﻮ ر لﺎ ﷲا ρ ﻮ ﻜ أ ﺎ نﻮ ﻜ و اﺮ آ 56 Dari Sa’îd bin al-Musayyab bahwa Abû Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedidkit tertawa dan banyak menangis.” H.R. al-Bukhârî Maksudnya, tatkala orang-orang munafik telah banyak melakukan berbagai kemaksiatan yang mengotori diri mereka dan kemudian mereka mau merenunginya dengan tenang, niscaya mereka akan banyak menangis dan sedikit tertawa menyesali perbuatan yang telah mereka lakukan. 57 Duka dan derita yang mereka rasakan adalah akibat dari perilaku mereka yang buruk di dunia jazâ’an bimâ kânû yaksibûn. Menurut Imam Al-Alusi, perpaduan antara dua shighat, yaitu mâdi kânû dan mudâri yaksibûn menunjukkan bahwa perbuatan maksiat itu mereka lakukan secara terus- menerus. 58 Demikianlah keadaan orang-orang munafik di akhirat. Mereka adalah contoh dari orang-orang yang tidak memahami hakikat dan arti sebuah kehidupan. Kehidupan dunia tidak ditempatkan sebagaimana mestinya sesuai 55 al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî, Jilid 10, h. 220-221 56 al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 7, Kitâb al-Riqâq Bâb Qaul al-Nabi saw. lau Ta’lamûna mâ A’lamu, hal.186 Juz 7 Kitâb al-Aimân wa al-Nudzûr Bâb Kaif Kânat Yamîn al-Nabi, h. 219; al- Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ fî Qaul al-Nabi saw. lau Ta’lamûna no. hadis 2414 h. 381; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. hadis 4190, h. 1402; Ahmad, al-Musnad., Jilid 2, h. 257. Menurut Imam al-Tirmidzî, nilai Hadis ini adalah sahih 57 al-Âlûsî, Rûh al-Ma’ânî, Jilid 10, h. 220-221 58 Ibid 61 dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan pasca kehidupan dunia, tidak disadari oleh mereka akan terbentang sebuah negeri luas tanpa batas dan kekal abadi. Sebagai biasnya, merekapun bertindak semau dan sekehendak mereka dengan memperturutkan ke mana hawa nafsu melangkah. Tersebab bergelimang dengan berbagai maksiat, hatinya telah tertutup sehingga tidak lagi mampu melihat dan membedakan antara yang hak dan yang batil.

2. Tangisan Pembual