Antara Menangis dan Tertawa

97 Tentang ayat di atas QS.44:29, Imam Ibn Katsîr menjelaskan bahwa mereka tidak memiliki amal-amal salih yang akan naik ke langit yang menyebabkan langit akan menangis. Mereka juga tidak punya satu tempatpun di bumi yang mereka gunakan untuk mengabdi kepada Allah. Itulah sebabnya, keduanya tidak menangisi mereka dan mereka berhak untuk segera mendapatkan azab dari Allah tanpa ditangguhkan. Itu semua terjadi, karena kekufuran, dosa, dan pembangkangan yang telah mereka lakukan. 105 Menurut al-Janabazi, kata langit mewakili alam ruhani ruhani-samawi, sedang kata bumi mewakili alam jasmani jasmani-ardî. Artinya, orang-orang durhaka selalu berbuat kerusakan di alam jasmani dan ruhani. Karenanya, mereka tidak memiliki kebaikan jasmani dan ruhani, sehingga kematian dan penderitaan yang dialaminya tidak patut untuk ditangisi. 106

D. Antara Menangis dan Tertawa

Dalam surat al-Dzariyat ayat 49 Allah menyatakan: نوﺮآﺬ ﻜ وز ﺎ ء آ و “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” Merujuk pada ayat di atas, maka pembahasan menangis tidak terlepas dari pembahasan tertawa. Hal ini penting dibahas untuk: 1 mengetahui perbedaan ciri-ciri dan macam-macam menangis dan tertawa; 2 mengetahui manfaat menangis dan tertawa; dan 3 mengetahui sebab-sebab menangis dan tertawa, serta motivasi yang menyertainya. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, maka 105 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 4, h. 142 106 Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 4 98 diharapkan setiap individu dapat menjaga keseimbangan jiwanya dalam menghadapi segala hal yang terjadi pada dirinya. 107 Sebagai salah satu sunnatullah, menangis dan tertawa sama-sama memiliki peluang yang sama untuk diklaim sebagai ekspresi jiwa yang posisitif atau negatif. Seluruh perilaku manusia, termasuk dalam hal menangis dan tertawa, tidak netral etik, namun sarat etik. Artinya, menangis dan tertawa akan dapat melahirkan hukum kontradiktif, pahala atau dosa dan manfaat atau madharat. Menangis dan tertawa yang bermanfaat akan menimbulkan pahala bagi pelakunya, sedangkan yang tidak bermanfaat madarat akan melahirkan konsekuensi dosa bagi pelakunya. Lihatlah beberapa kasus yang umum kita saksikan dalam kehidupan manusia. Seseorang akan tertawa ketika mengetahui dirinya lulus mengikuti tes memasuki sebuah perusahaan yang didambakan. Namun, ia akan menangis ketika mengetahui bahwa dirinya tidak lulus dalam tes tersebut. Seorang guru akan tertawa menghadapi muridnya yang pandai dan patuh. Tetapi ia akan menangis menghadapi murid-murid yang sangat sulit menerima pelajaran dan membangkang. Seorang dokter yang berhasil menyembuhkan pasien akan tertawa dengan keberhasilannya itu. Namun ia akan menangis ketika pengobatannya gagal, bahkan membawa kematian bagi pasiennya. Seorang ibu yang mengandung akan tertawa ketika mengetahui bayinya lahir dengan sempurna, sehat, tanpa cacat sedikitpun. Namun, ia akan menangis ketika bayi yang dilahirkannya dalam keadaan cacat. Contoh-contoh di atas adalah kewajaran yang lazim terjadi di tengah masyarakat. Meski demikian, yang perlu dipahami adalah apa arti dan fungsi dari 107 Ibid, h. 60 99 tangisan atau tertawa yang dilakukan oleh seseorang. Ini sangat perlu untuk diketahui dengan harapan agar jiwanya tetap stabil, dan yang tak kalah pentingnya, agar perilakunya dalam menangis dan tertawa sesuai dengan yang dikehendaki oleh agama. Dalam “Kamus Besar bahasa Indonesia” kata “tawa” diartikan: ungkapan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan mengeluarkan suara pelan, sedang, keras melalui alat ucap. 108 Menurut Hanna Djumhana Bastaman, tertawa merupakan pengejawantahan dari humor, karena keduanya sama-sama menciptakan situasi riang, lucu dan jenaka, meskipun dalam hal-hal tertentu keduanya tidak selalu sejalan. Tertawa menjadi fenomena insani, sebab dalam tertawa mengundang intensionalitas, yaitu tertawa kepada laughing at dan tertawa bersama laughing with. Selain itu, tertawa selalu menciptakan suatu perspektif mengambil jarak dan sekaligus menciptakan suatu relasi dalam corak tertentu antara pihak yang menertawakan dengan pihak yang ditertawakan, termasuk menertawakan diri sendiri. 109 Tertawa yang wajar akan menghantarkan seseorang kepada suasana psikologis yang menyenangkan, menggembirakan, dan membahagiakan. Hidupnya terasa damai, tenang, tanpa dikejar-kejar oleh rasa takut dan cemas. Hal ini berbeda sekali jika seseorang tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal. Tertawa seperti ini adalah tidak wajar dan telah melampaui batas sehingga akan mengakibatkan kekerasan hati qaswah al-qalb yang dapat menjauhkan diri dari Allah swt. 108 Tim Penyusun, Kamus Besar bahasa Indonesia, h. 1150 109 Hanna Djumhana Bastaman, Meraih hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis, Jakarta: Paramadina, 1996, h. 81-82 100 Berikut ini akan disebutkan beberapa macam tertawa positif, yaitu yang dianggap baik menurut kriteria agama dan baik pula untuk aktualisasi insani. Macam-macamnya adalah: 1. Tertawa yang menunjukkan keriangan dan kegembiraan karena mendapatkan nikmat yang tak terhitung dari Allah. Perhatikanlah firman Allah: ةﺮ ﺬ ﻮ ﻮ و ةﺮ ﺔﻜ ﺎ “Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria.”QS’Abasa80:38-39 Tertawa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah tertawa yang dialami oleh para penghuni surga pada hari kiamat kelak. Syaikh Ali as-Sabuni menjelaskan, bahwa wajah-wajah penghuni surga ketika itu bersinar terang karena senang dan gembira. Mereka juga tertawa gembira dan bahagia dengan kemuliaan Allah dan keridhaan-Nya, serta dengan kenikmatan abadi yang mereka lihat dan mereka rasakan di surga itu. 110 2. Tertawa sebagai tanda syukur karena mendapatkan anugerah yang mengagumkan. Dengan tertawa, ia berharap agar anugerah itu tidak dicabut, namun akan tetap diberikan selama-lamanya. Hal ini berbeda, jika anugerah Allah itu disikapi dengan wajah cemberut sehingga Pemberinya tidak akan memberinya lagi dan ia tergolong sebagi orang yang tidak bersyukur. Perhatikanlah ayat berikut ini: ا ﻚ ﺮﻜ أ نأ زوأ بر لﺎ و ﺎﻬ ﻮ ﺎﻜ ﺎ دأو ﺎ ﺮ ﺎ ﺎ أ نأو يﺪ او ﻰ و أ ﺎ ا كدﺎ ﻚ ﺮ Maka dia tersenyum dengan tertawa karena mendengar perkataan semut itu. Dan dia berdoa: Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri 110 ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 3, h. 522 101 nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh. QS.al-Naml27:19 Tertawa Sulaiman as. di atas, oleh psikologi kontemporer dikategorikan sebagai tertawa gila, sebab tertawa itu tanpa disertai bukti empiris yang menyebabkan seseorang menjadi tertawa. Namun psikologi Islam menilainya lain. Apa yang dilakukan oleh Sulaiman as.adalah di antara wujud syukur atas mukjizat yang telah diberikan kepadanya, yaitu kemampuannya untuk mampu mendengarkan dan memahami komunikasi yang dilakukan oleh sekelompok semut. Bahkan, kisah Qurani ini menjustifikasi kebenaran, bahwa ada di antara umat Nabi Muhammad saw. yang memiliki kemampuan untuk menangkap dan memahami bahasa binatang tertentu. Orang yang tidak mengerti, boleh jadi akan menduganya sebagai orang gila. Namun, sesungguhnya ia tertawa dan tersenyum karena ada sebab- sebab metafisik al-ghaibiyah. Inilah karunia atau karamah yang Allah berikan kepadanya. 111 3. Tertawa yang dapat dijadikan terapi pengobatan diri, sehingga hidupnya penuh gairah, optimis, dan riang gembira. Allport menyatakan: “Orang yang sakit jiwa neurotis yang belajar menertawakan dirinya sendiri dapat menjadi suatu cara untuk membina diri atau barangkali untuk pengobatan.” 112 Dalam suatu kisah disebutkan, bahwa ‘Umar bin Khattâb terkadang tertawa sendiri ketika ia merenungi masa lalunya yang unik. Betapa tidak menggelikan, ia pernah membuat sebuah patung yang terbuat dari bahan roti untuk kemudian disembah. Namun, ketika perutnya terasa lapar, iapun 111 Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 64 112 Hanna Djumhana Bastaman, Meraih hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis, h. 87 102 memakannya. Ia telah mencipatkan tuhan dengan tangannya sendiri, dan ia pula yang merusaknya. Di samping tertawa positif sebagaimana yang disebutkan di atas, ada pula tertawa negatif. Macam-macamnya adalah: 1. Tertawa yang melalaikan dari ingat dzikr kepada Allah. Allah menyatakan: ﻬ آو يﺮآذ آﻮ أ ﻰ ﺎًﺮ هﻮ ﺬ ﺎ نﻮﻜ Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kesibukan kamu mengejek mereka menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka.QS.al-Mu’minûn23:110 Dalam sebuah Hadis dinyatakan: لﻮ أ لﺎ ﺎ اﺪ ﻚ إ ﷲا لﻮ ر ﺎ اﻮ ﺎ لﺎ ةﺮ ﺮه أ ﺎً إ 113 Dari Abû Hurairah ia berkata: Mereka sahabat berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau telah bersenda gurau dengan kami. Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”HR al- Tirmidzî dan Ahmad 2. Tertawa yang mengejek atas peringatan Rasulullah. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh surat al-Najm ayat 59-60 berikut ini: نﻮ ﺪ ا اﺬه أ و نﻮﻜ و نﻮﻜ Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? QS.al-Najm53:59-60 Ayat yang berbentuk kalimat tanya istifhâm ini merupakan bentuk celaan taubîkh terhadap sikap orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik itu, ketika disampaikan kepada mereka ayat-ayat al-Qur’an yang 113 al- Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Birr wa al-Silah, h. 241; Ahmad, al- Musnad, Juz 2, h. 340 103 menginformasikan tentang akan terjadinya hari kiamat dan hal-hal lainnya, mereka tertawa sebagai ejekan dan olokan, dan tidak menangis sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang yakin sebagaimana tercantum dalam ayat: Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.QS.17:109 Lihat pula ayat berikut ini; نﻮﻜ ﺎﻬ ه اذإ ﺎ ﺎ هءﺎ ﺎ Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya. QS.al- Zukhrûf43:47 3. Tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal yang dapat mengeraskan hati. Rasulullah saw. bersabda: ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ ةﺮ ﺮه أ ρ نﺈ ﻚ ااوﺮ ﻜ ا ﻚ ا ةﺮ آ 114 Dari Abû Hurairah ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah kalian memperbanyak tertawa, karena memperbanyak tertawa itu dapat mengeraskan hati.”HR al-Tirmidzî, Ibn Mûjah, dan Ahmad ﺔ ﺔﻜ ﻚ لﺎ ا 115 Barangsiapa yang tertawa dengan satu tertawaan yang keras, maka sebagian ilmunya dicabut dengan sekali cabutan.HR al-Dûrimî dari ‘Ali bin Husein 114 Sanad Hadis ini sahih karena para rawinya tsiqât. Lihat: Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4193 h. 1403; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî., Juz 3, Abwâb al-Zuhd, no. hadis 2407, h. 377-378; Ahmad, al-Musnad, Juz 2, h. 340; Isnad Hadis ini sahih dan para rawinya tsiqat. 115 al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah Bâb al-Rihlah fî Talab al-‘Ilm, no. hadis 583, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2000, Cet. I, , h. 136 104 4. Tertawa kedustaan yang dapat menyakitkan hati orang lain. Ia sengaja mendustakan membuat-buat cerita agar orang lain menertawakannya. Rasulullah saw. bersabda: ﷲا لﻮ ر لﺎ ﺪ أ ﻜ ﺰﻬ ρ و و ﻬﻜ بﺬﻜ مﻮ ا ثﺪ يﺬ و لﻮ 116 Dari Bahz bin Hakim dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “Celakalah orang yang menceritakan suatu kaum, kemudian ia mendustakan ceritanya agar orang lain menertawakannya. Celakalah baginya, celakalah baginya.” HR. al-Tirmidzî, Abû Dâwûd, dan Ahmad Berdasarkan uraian di atas, maka seorang muslim dituntut harus benar- benar pandai menempatkan kapan ia menangis dan kapan ia tertawa. Sebab, dalam pandangan al-Qur’an, tidak ada sesuatupun yang lahir dari diri manusia, melainkan ada konsekuensi yang akan diterimanya. Jika baik dan sesuai dengan tuntunan agama, maka ia akan menerima ganjaran pahala. Namun, jika buruk dan tidak sesuai dengan petunjuk agama, ia akan menerima dosa. Dan kesemuanya itu akan sangat berpengaruh kepada suasana kehidupan yang akan ia rasakan, bahagia ataupun sengsara, di dunia ataupun di akhirat. Tentang menangis dan tertawa ini, Rasulullah mengingatkan kita melalui sabdanya: ﷲا لﻮ ر نأ ﺎﻬ ﷲا ر ﺔ ﺎ ρ ﷲاو ﺪ ﺔ أ ﺎ لﺎ ه أ ﻜ و اﺮ آ ﻜ أ ﺎ نﻮ ﻮ 117 Dari ‘Aisyah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Wahai umat Muhammad Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan.HR.al-Bukhârî dan Muslim 116 al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ Man Takallama, no. hadis 2417, h. 382; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb Bâb fî al-Kadzib, no. hadis 4990, h. 298; al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Jilid 2, Kitâb al-Isti’dzân Bâb fî al-lazdî yakdzibu, no. hadis 2702, h. 176; Ahmad, al-Musnad, Juz 5, h. 5; Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h. 393 117 al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî., Juz 6, Kitâb al-Nikâh Bâb al-Ghairah, h. 156; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb Salâh al-Istisqâ Bâb Salâh al-Kusûf., h. 357-358 105 BAB III MENANGIS DALAM KONSEP HADIS

A. Beragam Tangisan Rasulullah SAW.