94 menyaksikan prosesi khidmat akad nikah anaknya. Mereka bergembira, dan
dalam kegembiraannya mereka mencucurkan air mata. Semua itu diatur oleh Allah. Itulah sebabnya, kita diajarkan agar tidak terlalu bergembira ketika
datang sesuatu yang menyenangkan hati. Kita diperintahkan untuk mensyukurinya. Begitu pula ketika datang sesuatu yang menyedihkan, kita
diperintahkan agar bersikap sabar.
100
7. Celaan Allah Kepada Orang yang Tidak Menangis Mendengar Berita Hari Kiamat
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, nilai menangis dan tertawa sangat ditentukan oleh motif dan niat yang menyertainya. Tertawa
jika disertai dengan niat yang baik, maka ia bernilai ibadah. Namun, jika disertai dengan niat yang buruk, seperti mengejek, maka tertawa itu akan
membawa akibat yang buruk bagi yang bersangkutan. Inilah yang ditunjukkan oleh surat al-Najm ayat 59-60 berikut ini:
نﻮ ﺪ ا اﺬه أ
و نﻮﻜ و
نﻮﻜ
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?”
Ayat yang berbentuk kalimat tanya istifhâm ini merupakan bentuk celaan taubîkh terhadap sikap orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik itu,
ketika disampaikan kepada mereka ayat-ayat al-Qur’an yang menginformasikan tentang akan terjadinya hari kiamat dan hal-hal lainnya,
mereka tertawa sebagai ejekan dan olokan, dan tidak menangis sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang yakin sebagaimana tercantum dalam
100
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz 27, h. 127-128
95 ayat: Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan
mereka bertambah khusyuk.QS.17:109
101
Mereka seharusnya menangis, bukan justru tertawa mendengar berita tentang hari kiamat, karena tidak memiliki bekal sama sekali sebagai
persiapan menghadapi kehidupan yang abadi itu. Tidakkah Rasulullah saw. setelah turun ayat ini, tidak lagi pernah tertawa, kecuali hanya sekedar
tersenyum saja.
102
Padahal, beliau adalah insan kamil yang telah dijamin masuk surga. Lantas, apa yang seharusnya ditunjukkan oleh orang-orang
selain beliau yang hidupnya bergelimang dengan dosa dan maksiat? Jika seseorang tidak menangis di dunia mendengar titah-titah Ilahi, maka kelak di
akhirat ia akan menangis air mata dan darah akibat penderitaan dan penyesalan yang dialaminya.
8. Tangisan Langit dan Bumi
Di atas telah disinggung, bahwa menangis tidak hanya mampu dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga oleh langit dan bumi. Keduanya memiliki
perasaan menangis dan tertawa. Jika penderitaan menimpa orang-orang shalih, maka langit dan bumi ikut menangis. Tetapi, jika penderitaan itu
menimpa orang-orang durhaka yang membangkang Allah dan rasul-Nya, keduanya enggan bersedih dan menangis. Bahkan menurut Imam al-Qurtubî
w.567 H., makhluk-makhluk seperti langit, bumi, angin, dan udara ikut bersedih dan menangis jika terdapat orang shalih meninggal dunia, sebab ia
101
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm., Juz 4, h. 260; ‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 3, h. 280
102
al-Âlûsî, Rûh al-Ma’ânî, Juz 27, h. 111
96 telah melakukan berbagai aktivitas yang baik dengan menggunakan sarana dan
fasilitas kebaikan di dalamnya. Sebaliknya, mereka akan cuek dan enggan menangis ketika ada orang-orang durhaka yang meninggal, sebab ia sering
berbuat kerusakan di dalamnya.
103
Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya sebagai tempat pemenuhan amanah manusia, ternyata
tidak digunakan sebagaimana mestinya, sehingga ia tidak peduli dengan kematian orang-orang yang jahat itu.
104
Begitulah juga yang terjadi dengan Fir’aun dan bala tentaranya, saat mati digulung ombak, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh surat al-Dukhân ayat 29 berikut ini:
او ءﺎ ا ﻬ ﻜ ﺎ ﺮ اﻮ ﺎآ ﺎ و ضر
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.
Fir’aun adalah sosok manusia yang terkenal angkuh dan sombong luar biasa. Tersebab kekuasaan yang dimilikinya, ia akhirnya mendeklarasikan
dirinya sebagai tuhan yang paling tinggi di hadapan para pembesarnya dan rakyatnya QS.79:24. Ia tidak mengakui ada tuhan selain dirinya. Ia akan
membunuh dan membantai siapa saja yang berusaha untuk menggoyang kekuasaannya dan tidak mengakui dirinya sebagai tuhan. Apa yang telah
dilakukan oleh Fir’aun dan para pengikutnya adalah bentuk dosa terbesar yang pada akhirnya tidak mendapatkan ampunan dari Allah, karena ruh telah berada
di kerongkongan.
103
Pandangan Imam al-Qurtubî ini didasarkan kepada Imam ‘Ali r.a.yang menyatakan: “Jika hamba salih meninggal dunia, niscaya akan menangis tempat shalatnya di bumi dan tempat naik
amalnya dari langit dan bumi.” Lihat ‘Abdullâh Ibn al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, Kairo: Dâr al-‘Aqîdah, 2004, Cet. I, h. 220
104
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 3
97 Tentang ayat di atas QS.44:29, Imam Ibn Katsîr menjelaskan bahwa
mereka tidak memiliki amal-amal salih yang akan naik ke langit yang menyebabkan langit akan menangis. Mereka juga tidak punya satu tempatpun
di bumi yang mereka gunakan untuk mengabdi kepada Allah. Itulah sebabnya, keduanya tidak menangisi mereka dan mereka berhak untuk segera
mendapatkan azab dari Allah tanpa ditangguhkan. Itu semua terjadi, karena kekufuran, dosa, dan pembangkangan yang telah mereka lakukan.
105
Menurut al-Janabazi, kata langit mewakili alam ruhani ruhani-samawi, sedang kata bumi mewakili alam jasmani jasmani-ardî. Artinya, orang-orang
durhaka selalu berbuat kerusakan di alam jasmani dan ruhani. Karenanya, mereka tidak memiliki kebaikan jasmani dan ruhani, sehingga kematian dan
penderitaan yang dialaminya tidak patut untuk ditangisi.
106
D. Antara Menangis dan Tertawa
Dalam surat al-Dzariyat ayat 49 Allah menyatakan:
نوﺮآﺬ ﻜ وز ﺎ ء آ و
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.”
Merujuk pada ayat di atas, maka pembahasan menangis tidak terlepas dari pembahasan tertawa. Hal ini penting dibahas untuk: 1 mengetahui perbedaan
ciri-ciri dan macam-macam menangis dan tertawa; 2 mengetahui manfaat menangis dan tertawa; dan 3 mengetahui sebab-sebab menangis dan tertawa,
serta motivasi yang menyertainya. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, maka
105
Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz 4, h. 142
106
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 4
98 diharapkan setiap individu dapat menjaga keseimbangan jiwanya dalam
menghadapi segala hal yang terjadi pada dirinya.
107
Sebagai salah satu sunnatullah, menangis dan tertawa sama-sama memiliki peluang yang sama untuk diklaim sebagai ekspresi jiwa yang posisitif atau
negatif. Seluruh perilaku manusia, termasuk dalam hal menangis dan tertawa, tidak netral etik, namun sarat etik. Artinya, menangis dan tertawa akan dapat
melahirkan hukum kontradiktif, pahala atau dosa dan manfaat atau madharat. Menangis dan tertawa yang bermanfaat akan menimbulkan pahala bagi
pelakunya, sedangkan yang tidak bermanfaat madarat akan melahirkan konsekuensi dosa bagi pelakunya.
Lihatlah beberapa kasus yang umum kita saksikan dalam kehidupan manusia. Seseorang akan tertawa ketika mengetahui dirinya lulus mengikuti tes
memasuki sebuah perusahaan yang didambakan. Namun, ia akan menangis ketika mengetahui bahwa dirinya tidak lulus dalam tes tersebut. Seorang guru akan
tertawa menghadapi muridnya yang pandai dan patuh. Tetapi ia akan menangis menghadapi murid-murid yang sangat sulit menerima pelajaran dan membangkang.
Seorang dokter yang berhasil menyembuhkan pasien akan tertawa dengan keberhasilannya itu. Namun ia akan menangis ketika pengobatannya gagal, bahkan
membawa kematian bagi pasiennya. Seorang ibu yang mengandung akan tertawa ketika mengetahui bayinya lahir dengan sempurna, sehat, tanpa cacat sedikitpun. Namun, ia
akan menangis ketika bayi yang dilahirkannya dalam keadaan cacat. Contoh-contoh di atas adalah kewajaran yang lazim terjadi di tengah
masyarakat. Meski demikian, yang perlu dipahami adalah apa arti dan fungsi dari
107
Ibid, h. 60
99 tangisan atau tertawa yang dilakukan oleh seseorang. Ini sangat perlu untuk
diketahui dengan harapan agar jiwanya tetap stabil, dan yang tak kalah pentingnya, agar perilakunya dalam menangis dan tertawa sesuai dengan yang
dikehendaki oleh agama. Dalam “Kamus Besar bahasa Indonesia” kata “tawa” diartikan: ungkapan
rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan mengeluarkan suara pelan, sedang, keras melalui alat ucap.
108
Menurut Hanna Djumhana Bastaman, tertawa merupakan pengejawantahan dari humor, karena keduanya sama-sama menciptakan situasi
riang, lucu dan jenaka, meskipun dalam hal-hal tertentu keduanya tidak selalu sejalan. Tertawa menjadi fenomena insani, sebab dalam tertawa mengundang
intensionalitas, yaitu tertawa kepada laughing at dan tertawa bersama laughing with. Selain itu, tertawa selalu menciptakan suatu perspektif mengambil jarak dan
sekaligus menciptakan suatu relasi dalam corak tertentu antara pihak yang menertawakan dengan pihak yang ditertawakan, termasuk menertawakan diri sendiri.
109
Tertawa yang wajar akan menghantarkan seseorang kepada suasana psikologis yang menyenangkan, menggembirakan, dan membahagiakan.
Hidupnya terasa damai, tenang, tanpa dikejar-kejar oleh rasa takut dan cemas. Hal ini berbeda sekali jika seseorang tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal.
Tertawa seperti ini adalah tidak wajar dan telah melampaui batas sehingga akan mengakibatkan kekerasan hati qaswah al-qalb yang dapat menjauhkan diri dari
Allah swt.
108
Tim Penyusun, Kamus Besar bahasa Indonesia, h. 1150
109
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis, Jakarta: Paramadina, 1996, h. 81-82
100 Berikut ini akan disebutkan beberapa macam tertawa positif, yaitu yang
dianggap baik menurut kriteria agama dan baik pula untuk aktualisasi insani. Macam-macamnya adalah:
1. Tertawa yang menunjukkan keriangan dan kegembiraan karena mendapatkan nikmat yang tak terhitung dari Allah. Perhatikanlah firman Allah:
ةﺮ ﺬ ﻮ ﻮ و ةﺮ
ﺔﻜ ﺎ
“Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria.”QS’Abasa80:38-39
Tertawa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah tertawa yang dialami oleh para penghuni surga pada hari kiamat kelak. Syaikh Ali as-Sabuni
menjelaskan, bahwa wajah-wajah penghuni surga ketika itu bersinar terang karena senang dan gembira. Mereka juga tertawa gembira dan bahagia dengan
kemuliaan Allah dan keridhaan-Nya, serta dengan kenikmatan abadi yang mereka lihat dan mereka rasakan di surga itu.
110
2. Tertawa sebagai tanda syukur karena mendapatkan anugerah yang mengagumkan. Dengan tertawa, ia berharap agar anugerah itu tidak dicabut,
namun akan tetap diberikan selama-lamanya. Hal ini berbeda, jika anugerah Allah itu disikapi dengan wajah cemberut sehingga Pemberinya tidak akan
memberinya lagi dan ia tergolong sebagi orang yang tidak bersyukur. Perhatikanlah ayat berikut ini:
ا ﻚ ﺮﻜ أ نأ زوأ بر لﺎ و ﺎﻬ ﻮ ﺎﻜ ﺎ
دأو ﺎ ﺮ ﺎ ﺎ أ نأو يﺪ او ﻰ و
أ ﺎ ا كدﺎ ﻚ ﺮ
Maka dia tersenyum dengan tertawa karena mendengar perkataan semut itu. Dan dia berdoa: Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
110
‘Ali al-Sâbûnî, Safwah al-Tafâsîr, Jilid 3, h. 522
101 nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang saleh. QS.al-Naml27:19
Tertawa Sulaiman as. di atas, oleh psikologi kontemporer dikategorikan sebagai tertawa gila, sebab tertawa itu tanpa disertai bukti
empiris yang menyebabkan seseorang menjadi tertawa. Namun psikologi Islam menilainya lain. Apa yang dilakukan oleh Sulaiman as.adalah di antara
wujud syukur atas mukjizat yang telah diberikan kepadanya, yaitu kemampuannya untuk mampu mendengarkan dan memahami komunikasi
yang dilakukan oleh sekelompok semut. Bahkan, kisah Qurani ini menjustifikasi kebenaran, bahwa ada di antara umat Nabi Muhammad saw.
yang memiliki kemampuan untuk menangkap dan memahami bahasa binatang tertentu. Orang yang tidak mengerti, boleh jadi akan menduganya sebagai
orang gila. Namun, sesungguhnya ia tertawa dan tersenyum karena ada sebab- sebab metafisik al-ghaibiyah. Inilah karunia atau karamah yang Allah
berikan kepadanya.
111
3. Tertawa yang dapat dijadikan terapi pengobatan diri, sehingga hidupnya penuh gairah, optimis, dan riang gembira. Allport menyatakan: “Orang yang
sakit jiwa neurotis yang belajar menertawakan dirinya sendiri dapat menjadi suatu cara untuk membina diri atau barangkali untuk pengobatan.”
112
Dalam suatu kisah disebutkan, bahwa ‘Umar bin Khattâb terkadang tertawa sendiri ketika ia merenungi masa lalunya yang unik. Betapa tidak
menggelikan, ia pernah membuat sebuah patung yang terbuat dari bahan roti untuk kemudian disembah. Namun, ketika perutnya terasa lapar, iapun
111
Abdul Mujib, Apa Arti Tangisan Anda, h. 64
112
Hanna Djumhana Bastaman, Meraih hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis, h. 87
102 memakannya. Ia telah mencipatkan tuhan dengan tangannya sendiri, dan ia
pula yang merusaknya. Di samping tertawa positif sebagaimana yang disebutkan di atas, ada pula
tertawa negatif. Macam-macamnya adalah: 1. Tertawa yang melalaikan dari ingat dzikr kepada Allah. Allah menyatakan:
ﻬ آو يﺮآذ آﻮ أ ﻰ ﺎًﺮ هﻮ ﺬ ﺎ
نﻮﻜ
Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kesibukan kamu mengejek mereka menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu
selalu menertawakan mereka.QS.al-Mu’minûn23:110 Dalam sebuah Hadis dinyatakan:
لﻮ أ لﺎ ﺎ اﺪ ﻚ إ ﷲا لﻮ ر ﺎ اﻮ ﺎ لﺎ ةﺮ ﺮه أ ﺎً إ
113
Dari Abû Hurairah ia berkata: Mereka sahabat berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau telah bersenda gurau dengan kami. Rasulullah
menjawab: “Sesungguhnya aku tidak mengatakan kecuali yang benar.”HR al- Tirmidzî dan Ahmad
2. Tertawa yang mengejek atas peringatan Rasulullah. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh surat al-Najm ayat 59-60 berikut ini:
نﻮ ﺪ ا اﺬه أ
و نﻮﻜ و
نﻮﻜ
Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? QS.al-Najm53:59-60
Ayat yang berbentuk kalimat tanya istifhâm ini merupakan bentuk celaan taubîkh terhadap sikap orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik itu,
ketika disampaikan kepada mereka ayat-ayat al-Qur’an yang
113
al- Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Birr wa al-Silah, h. 241; Ahmad, al- Musnad, Juz 2, h. 340
103 menginformasikan tentang akan terjadinya hari kiamat dan hal-hal lainnya,
mereka tertawa sebagai ejekan dan olokan, dan tidak menangis sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang yakin sebagaimana tercantum dalam
ayat: Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.QS.17:109
Lihat pula ayat berikut ini;
نﻮﻜ ﺎﻬ ه اذإ ﺎ ﺎ هءﺎ ﺎ
Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya. QS.al-
Zukhrûf43:47 3. Tertawa terbahak-bahak dan terpingkal-pingkal yang dapat mengeraskan hati.
Rasulullah saw. bersabda:
ﷲا لﻮ ر لﺎ لﺎ ةﺮ ﺮه أ ρ
نﺈ ﻚ ااوﺮ ﻜ
ا ﻚ
ا ةﺮ آ
114
Dari Abû Hurairah ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Janganlah kalian memperbanyak tertawa, karena memperbanyak tertawa itu dapat
mengeraskan hati.”HR al-Tirmidzî, Ibn Mûjah, dan Ahmad
ﺔ ﺔﻜ ﻚ
لﺎ ا
115
Barangsiapa yang tertawa dengan satu tertawaan yang keras, maka sebagian ilmunya dicabut dengan sekali cabutan.HR al-Dûrimî dari ‘Ali bin
Husein
114
Sanad Hadis ini sahih karena para rawinya tsiqât. Lihat: Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2, Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4193 h. 1403; al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî.,
Juz 3, Abwâb al-Zuhd, no. hadis 2407, h. 377-378; Ahmad, al-Musnad, Juz 2, h. 340; Isnad Hadis ini sahih dan para rawinya tsiqat.
115
al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Juz 1, Kitâb al-Muqaddimah Bâb al-Rihlah fî Talab al-‘Ilm, no. hadis 583, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2000, Cet. I, , h. 136
104 4. Tertawa kedustaan yang dapat menyakitkan hati orang lain. Ia sengaja
mendustakan membuat-buat cerita agar orang lain menertawakannya. Rasulullah saw. bersabda:
ﷲا لﻮ ر لﺎ ﺪ أ ﻜ ﺰﻬ
ρ و و ﻬﻜ
بﺬﻜ مﻮ ا ثﺪ يﺬ و لﻮ
116
Dari Bahz bin Hakim dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “Celakalah orang yang menceritakan suatu
kaum, kemudian ia mendustakan ceritanya agar orang lain menertawakannya. Celakalah baginya, celakalah baginya.” HR. al-Tirmidzî, Abû Dâwûd, dan
Ahmad
Berdasarkan uraian di atas, maka seorang muslim dituntut harus benar- benar pandai menempatkan kapan ia menangis dan kapan ia tertawa. Sebab,
dalam pandangan al-Qur’an, tidak ada sesuatupun yang lahir dari diri manusia, melainkan ada konsekuensi yang akan diterimanya. Jika baik dan sesuai dengan
tuntunan agama, maka ia akan menerima ganjaran pahala. Namun, jika buruk dan tidak sesuai dengan petunjuk agama, ia akan menerima dosa. Dan kesemuanya itu
akan sangat berpengaruh kepada suasana kehidupan yang akan ia rasakan, bahagia ataupun sengsara, di dunia ataupun di akhirat. Tentang menangis dan tertawa ini,
Rasulullah mengingatkan kita melalui sabdanya:
ﷲا لﻮ ر نأ ﺎﻬ ﷲا ر ﺔ ﺎ
ρ ﷲاو ﺪ ﺔ أ ﺎ لﺎ
ه أ ﻜ و اﺮ آ ﻜ أ ﺎ نﻮ ﻮ
117
Dari ‘Aisyah r.a. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Wahai umat Muhammad Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui,
niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan.HR.al-Bukhârî dan Muslim
116
al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî, Juz 3, Abwâb al-Zuhd Bâb Mâ Jâ Man Takallama, no. hadis 2417, h. 382; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 4, Kitâb al-Âdâb Bâb fî al-Kadzib, no. hadis
4990, h. 298; al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, Jilid 2, Kitâb al-Isti’dzân Bâb fî al-lazdî yakdzibu, no. hadis 2702, h. 176; Ahmad, al-Musnad, Juz 5, h. 5; Abdullâh bin al-Mubârak, al-Zuhd wa al-Raqâ’iq, h.
393
117
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî., Juz 6, Kitâb al-Nikâh Bâb al-Ghairah, h. 156; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb Salâh al-Istisqâ Bâb Salâh al-Kusûf., h. 357-358
105
BAB III
MENANGIS DALAM
KONSEP HADIS
A. Beragam Tangisan Rasulullah SAW.
1. Tangisan Rasulullah saw. Saat Mendengar Ayat al-Qur’an
Dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Bukhârî w.256 H., Imam Muslim w.261 H., Imam Abû Dâwûd w.275 H., Imam al-Tirmidzî w.279 H., dan
Imam Ahmad w.241 H. disebutkan:
ا لﺎ لﺎ هاﺮ إ
ρ
أﺮ ا لﺎ أﺮ إ دﻮ
ﷲا ﺪ أﺮ لﺎ يﺮ
ا نا ا إ لﺎ ؟لﺰ ا ﻚ و ﻚ ﻮ ﻰ إ ءﺎ ا ةرﻮ لوا
ﻜ ا
ذ ا
ﺎ آ
ا ﺔ
ﻬ ﺪ
و ﺎ
ﻚ ﺆه ﻰ
ء ﻬ
ﺪا ﻰﻜ
1 1 8
Dari Ibrahim dia berkata: “Nabi saw. pernah berkata kepada Abdullah bin Mas’ud r.a.: ‘Bacakanlah untukku al-Qur’an’ Ibnu Mas’ud berkata: ’Apakah aku
akan membacakannya untukmu, sedangkan ia diturunkan kepadamu?‘ Beliau menjawab: ‘Sesungguhnya aku suka mendengarnya dari orang lain.‘ lalu Ibnu
Mas’ud membacakannya dari awal surat An-nisa sehingga ketika sampai pada ayat “Maka bagaimanakah {halnya orang-orang kafir nanti}, apabila kami mendatangkan
seorang saksi {Rasul} dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu
{Muhammad} sebagai saksi atas mereka itu {sebagai umatmu}” – QS. al-Nisâ:41 Maka beliau pun menangis.”
Allah memang menganjurkan kepada umat Islam untuk mentadabburi ayat-ayat al-Qur’an. Dan tetesan air mata Rasul di atas adalah wujud dari
perenungan tadabbur beliau terhadap ayat al-Qur’an.
118
al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Juz 5, Kitâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb Fakaif Idzâ Ji’nâ min Kull Ummah, Beirût: Dâr al-Fikr, 1986, h.180 Juz 6 kitâb fadâ’il al-Qur’ân Bâb Qaul al-Muqri
li al-Qâri Hasbuk, h. 113-114; Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Masâjid wa Mawâdi’ al- Salâh Bâb Fadl Istimâ’ al-Qur’ân wa Talab al-Qirâ’ah min Hâfizihli al-Istimâ’ wa al-Bukâ ‘inda
al-Qirâ’ah, Indonesia: Dâr Ihyâ al-Kutub al-‘Arabiyyah, tth, h. 320; al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, Jilid 4, Abwâb Tafsîr al-Qur’ân Bâb wa min Sûrah al-Nisâ, no. Hadis 3213, Indonesia:
Maktabah Dahlân, t.t., h. 304; Abû Dâwûd, Sunan Abî Dâwûd, Juz 3, Kitâb al-‘Ilm Bâb fî al- Qisas, no. Hadis 3668, Jakarta: Dâr al-Hikmah, tth.h. 324; Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah, Juz 2,
Kitâb al-Zuhd Bâb al-Huzn wa al-Bukâ, no. Hadis 4194, Indonesia: Maktabah Dahlân, t.t., h. 1403
106
ا ﺪ
ﺮ و
ن ا
ﺮ نا
ا م
ﻰ ﻮ
ب ا
ﺎ ﻬﺎ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” QS. Muhammad47:24
Itulah sebabnya, Imam al-Qurtubî w.567 H. mengatakan: ”Para ulama mengatakan: ’Diwajibkan bagi pembaca al-Qur’an untuk menghadirkan hatinya
serta bertafakkur merenungkan saat membacanya, karena dia sedang membaca khitâb firman Allah yang ditujukan kepada hamba-hambanya.” Oleh karena itu,
barangsiapa yang membaca al-Qur’an dengan tidak bertafakkur padanya, sedang dia termasuk orang yang mempunyai kemampuan untuk memahami dan
mentafakkurinya, maka dia sama seperti orang yang tidak membacanya dan tidak sampai pada tujuan dari bacaannya itu.”
119
Rasulullah saw. setiap kali mendengarkan atau membaca Kitabullah senantiasa menyaksikannya dengan hati dan pemahaman, tidak lengah dan tidak lalai. Kondisi inilah
yang memberikan pengaruh kuat kepada beliau sehingga tatkala al-Qur’an dibacakan, maka beliau akan diliputi rasa takut dan akhirnya meneteskan air mata. Tetesan air mata
yang keluar saat beliau mendengar firman Allah di atas, menurut para ulama sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Qurtubî w.567 H. terjadi karena keagungan
kandungan ayat tersebut, yaitu pemandangan yang menyeramkan dan keadaan yang mencekam di hari kiamat. Saat itu para nabi akan dihadirkan sebagai saksi bagi umat
mereka untuk membenarkan dan mendustakan. Sedang Nabi saw. akan dihadirkan sebagai saksi bagi umatnya dan umat yang lain.
120
Ketika menjelaskan hadis di atas, Ibn Hajar al-‘Asqalânî w.852 H. mengutip pandangan Imam al-Ghazâlî w.505 H. yang menyatakan: “Disunahkan menangis saat
119
Khumais As-Sa’id, Menangislah Sebagaimana Rasulullah saw. dan Para Sahabat Menangis, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 14262005, h. 51
120
Ibid, h. 78
107 membaca al-Qur’an. Dan cara menghadirkan tangis saat membaca al-Qur’an adalah
dengan menghadirkan kepada kalbunya rasa sedih dan rasa takut, dengan merenungi segala ancaman yang keras dan janji-janji di dalamnya. Kemudian mengingatkan segala
pelanggaran yang dia lakukan dalam hal tersebut. Jika dia tidak bisa menghadirkan kesedihan, maka hendaklah dia menangis atas hilangnya kemampuan untuk itu dan
menilai hal itu sebagai musibah yang paling parah.”
121
Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah menangis saat merenungi surat Ibrâhîm ayat 36 dan surat al-Mâidah ayat 118
berikut ini:
ﷲا ﺪ ا نأ صﺎ ا وﺮ
ρ ﷲا لﻮ
ﺰ بر هاﺮ إ و
سﺎ ا اﺮ آ أ ﻬ إ
ا ﺈ
ا ﻰ لﺎ و ﺔ
كدﺎ ﻬ ﺈ ﻬ ﺬ نإ م ا لﺎ و ﺪ ﺮ ﻜ ا ﺰ ﺰ ا أ ﻚ ﺈ ﻬ ﺮ نإو
أ ﻬ ﷲا لﺎ ﻰﻜ و أ
ﻚ رو ﺪ ﻰ إ هذا ﺮ ﺎ و ﺰ
ا ﺮ ﺎ ﺄ ﻚ ﻜ ﺎ
أ لﻮ ر ﺮ ﺄ ﺄ م
ﷲا ρ
لﺎ أ ﻮهو لﺎ ﺎ ﷲا
ﺪ ﻰ إ هذا ﺮ ﺎ
و ﻚ أ ﻚ ﺮ ﺎ إ كءﻮ
Dari ‘Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘As r.a. bahwa Nabi saw. membaca firman Allah dalam surat Ibrâhîm Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan manusia. Maka, barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku…QS.Ibrâhîm:36. Dan Isa a.s
berkata Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya
Engkau-lah Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. – QS.al-Mâidah:118- Lalu beliau mengangkat kedua tangannya seraya berucap sambil menangis: “Ya Allah,
umatku, umatku” lalu Allah berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada datangilah Muhammad, dan Tuhanmu lebih mengetahui, lalu tanyakan
kepadanya, apa yang menyebabkanmu menangis” Kemudian Jibril mendatangi beliau dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah saw. memberitahu kepada Jibril
a.s. mengenai apa yang dikatakan, dan Dia lebih mengetahui.Lalu Allah
121
Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî Syarh Sahîh al-Bukhârî, Beirût: Dâr al-Fikr, 14141993, Juz 10, h. 121
108 berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada datangilah Muhammad dan
katakanlah, ‘Sesungguhnya Kami akan meridhaimu terhadap umatmu dan tidak akan berbuat buruk kepadamu.’”
H.R. Muslim
122
Menurut Imam al-Nawawî w.675 H., Hadis di atas mengandung beberapa hal, yaitu:
Pertama: Besarnya rasa kasih sayang yang sempurna serta perhatian Rasul terhadap kemaslahatan segala urusan umat beliau. Hal ini ditunjukkan dengan
disebutnya umat beliau sambil menangis agar diselamatkan dari siksa Allah. Kedua: Disunnahkan untuk mengangkat tangan ketika berdoa.
Ketiga: Kabar gembira untuk umat Nabi Muhammad saw. bahwa Allah akan memperlakukannya dengan sebaik-baiknya.
Keempat: Keagungan kedudukan Nabi saw. di sisi Allah serta besarnya kasih sayang Allah kepada beliau.
123
Imam Ibn Mâjah w.273 H. juga meriwayatkan Hadis yang menganjurkan menangis saat membaca al-Qur’an:
ﺪ و صﺎ و أ ﺪ ﺎ مﺪ لﺎ ﺎ ا ﺮ ا ﺪ
ﺮ آ أ ﺎ ﺎ ﺮ لﺎ ﺮ ﺄ أ لﺎ
ﷲا لﻮ ر ن ﺮ ﺎ تﻮ ا
ﻚ أ ρ
اﺬه نإ لﻮ و اﻮآﺎ اﻮﻜ نﺈ اﻮﻜ ﺎ ﻮ أﺮ اذﺈ نﺰ لﺰ ن ﺮ ا
اﻮ ﺎ
.
124
Dari Abdurrahmân bin al-Sâ’ib ia berkata: “Sa’ad bin Abî Waqqâs datang kepada kami, dan ketika itu penglihatannya sudah terganggu. Aku mengucapkan
salam kepadanya, lalu ia bertanya: ’Siapa anda? ‘Akupun memberitahu tentang
122
Muslim, Sahîh Muslim, Juz 1, Kitâb al-Îmân Bâb Du’â al-Nabî saw.li Ummatih wa Bukâ’ih Syafaqah ‘alaihim, h.107
123
al-Nawawî, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, Kairo: Dâr al-Hadîts, 14151994, Jilid 2, h. 80
124
Ibn Mâjah, Sunan Ibn Mâjah,Juz 1, Kitâb Iqâmah al-Salâh wa al-Sunnah fîhâ Bâb fî Husn al-Saut bi al-Qur’ân, no. Hadis 1337 h. 424; Dalam sanad ini terdapat Abû Râfi’ Ismâ’îl ibn
Râfi’. Dia adalah rawi daif dan matruk.
109 diriku. Iapun berkata: ’Selamat datang wahai anak saudaraku Telah sampai berita
kepadaku bahwa engkau memiliki suara yang indah saat membaca al-Qur’an. Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya al-Qur’an turun
dengan kesedihan. Jika kalian membacanya, maka menangislah. Jika tidak menangis, maka hendaklah pura-pura menangis. Merdukanlah bacaan al-Qur’an .
Barangsiapa yang tidak memerdukan al-Qur’an dengan suaranya, maka ia tidak termasuk golongan kami.” H.R. Ibn Mâjah
Dan menurut Imam al-Nawawî w.675 H., menangis saat membaca al- Qur’an adalah sifat para arifin dan syi’ar para salihin.
125
2. Tangisan Rasulullah