Inderaja Visible Ocean Color

Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT, KR Baruna Jaya VIII Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI dan KR Bawal Putih 1 Balai Penelitian Perikanan Laut BRPL dan data buoy dari Geophysical Fluid Dynamic Laboratory GFDL National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA. Data klimatologi berupa curah hujan hari dan volume hujan dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika di lokasi penelitian dan data Global Precipitation Climatological Project GPCP dari National Aeronautics and Space Administration NASA untuk pelengkap data yang tidak tersedia di lapangan. Pengolahan data menggunakan Personal Computer PC dilengkapi perangkat lunak ER Mapper, Ocean Data View ODV versi PM, Matlab versi 7; ArcView GIS ver 3.3, Surfer versi 10.0, dan Microsoft Office 2007 MS Word, Exel, Power Point, dan Adobe Photoshop.

3.3. Metode Pengumpulan Data

1. Data Klimatologi curah hujan diperoleh dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika di Padang, Painan dan Bengkulu serta data GPCP hasil pengukuran curah hujan bulanan monthly accumulated rainfall untuk wilayah Aceh, Sibolga dan Air Bangis. Data GPCC berupa image dan data binary dengan resolusi spasial 2.5 x 2.5 yang di-download dari situs: http:disc2.nascom.nasa.govGiovannitovasground. 2. Citra SPL dari sensor thermal AVHRR format Global Area Coverage GAC rata-rata mingguan diperoleh dari basis data Pathfinder NASAJPL dengan resolusi spasial 1,1 km x 1,1 km. Citra dan ASCII di-download dari situs: http:podaac.jpl.nasa.govDATA_PRODUCTSST. 3. Citra klorofil-a sensor visible SeaWiFS merupakan data Ocean Color Time Series Online Visualization and Analysis System pada GES DISC Interactive Online Visualization Analysis Infrastructur Giovanni yang dikembangkan oleh GES DISC DAAC-NASA Goddard Space Fligh Center. Format data berupa rata-rata mingguan dengan resolusi spasial 9 km x 9 km. Citra dan ASCII di-download dari situs http:www.reason.gsfc.nasa.gov Giovanni. 4. Data hasil tangkapan ikan pelagis yang dianalisa mencakup jumlah dan jenis ikan hasil tangkapan, jumlah dan jenis alat tangkap, jumlah dan jenis kapal, ukuran kapal gross tonageGT, serta daerah penangkapan dan lama operasi penangkapan. Data diperoleh dari lapangan TPI, PPN, PPS, Dinas Kelautan dan Perikanan dan data hasil penelitian dari Balai Penelitian Perikanan Laut BPPL Jakarta. 5. Data oseanografi in-situ digunakan untuk melihat profil vertikal temperatur dan salinitas pada stasiun pengukuran CTD seperti tertera pada Gambar 19 dan posisi Lampiran 2. Selain itu juga digunakan data in-situ pengukuran buoys dari Geophysical Fluid Dynamic Laboratory GFDL National Oceanic and Atmospheric Administration NOAA, merupakan hasil asimilasi program Global Tropical Moored Buoy Array kerjasama NOAA dengan berbagai negara, di-download dari situs www.gfdl.noaa.gov. Gambar 19. Posisi stasiun pengukuran CTD cruise KR Baruna Jaya IV dan VIII atas dan Bawal Putih 1 bawah Li n ta n g Bujur 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 21 16 1718 22 19 20 23 24 25 26 27 28 29 31 32 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 13 14 15 16 17 Juni 2003: BJ VIII - LIPI Agustus-September 2000: Pre-JIGSE BPPT BJ IV 94.5 °E 95.5 °E 96.5 °E 97.5 °E 98.5 °E 1.5 °N 2.5 °N 3.5 °N 4.5 °N 5.5 °N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Sigli M A L A C A S T R A I T N Banda Aceh Weh Breuweh Meulaboh S U M A T R A Sime leue I N D I A N O C E A N Lhokseumawe Juli-Agustus 2005: BP 1 Sta. A Sta. B ACEH Agustus-September 2006: BP 1

3.4. Pengolahan Data

3.4.1. Sebaran SPL dan Klorofil-a

Citra satelit citra SPL dan SSC di-ekstrak nilai ASCII-nya kemudian diolah ulang re-ploting dengan Surfer 10. Re-ploting bertujuan menginterpolasi pixel-pixel yang rusak dengan metode kriging, agar dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai kondisi sebaran SPL dan klorofil-a. Citra hasil pengolahan ulang ini ditampilkan dalam format jpeg. Dari gambar sebaran SPL dan klorofil-a, dilakukan analisa deskriptif untuk melihat pola sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a secara spasial maupun temporal berdasarkan fase-fase IODM. Dari citra SPL dapat diidentifikasi massa air upwelling, yaitu massa air yang memiliki nilai sebaran SPL ≤ 26 C. Dari citra sebaran klorofil-a, massa air upwelling merupakan massa air pengkayaan klorofil-a memiliki nilai sebaran klorofil-a lebih tinggi daripada normalnya yaitu ≥ 0,2 mgm 3 .

3.4.2. Penghitungan Luas Massa Air

Luasan massa air upwelling berbeda antara masing-masing fase IODM, terkait dengan intensitas IODM dan asosiasinya dengan ENSO. Untuk mengetahui luasan massa air upwelling SPL dan luas area sebaran massa air pengkayaan klorofil-a dilakukan dengan teknik penghitungan area menggunakan software Archview 5.2. Dalam penghitungan luasan massa air upwelling, lokasi penelitian dipisahkan antara kelompok massa air di perairan barat Sumatera A dan selatan Jawa Barat B, dengan deliniasi menarik garis lurus dari ujung terluar paling selatan pantai Lampung ke arah koordinat 100 BT. Garis lurus ini diasumsikan sebagai batas pemisah massa air dengan karakteristik nilai sebaran parameter berbeda Gambar 20. Luas total massa air di lokasi penelitian adalah 5.215.534,01 km 2 terdiri dari 4.535.966,34 km 2 area di barat Sumatera dan 679.567,67 km 2 area di selatan Jawa Barat. Gambar 20. Pemisahan massa di barat Sumatera A:warna hijau dan selatan Jawa Barat B:warna biru. Kotak putih: lokasi crooping penghitungan nilai sebaran SPLklorofil-a mewakili lokasi penangkapan ikan nelayan Aceh, Sibolga, Sumatera Barat dan Bengkulu Garis besar proses penghitungan luasan massa air upwelling dan luas area sebaran klorofil-a pengkayaan dari peristiwa upwelling melalui tahapan sebagai berikut Gambar 21: 1. Eksporting data, dari format Surfer srf ke format Archview shp. 2. Penyesuaian project management data dengan input projection: projected mercator WGS 1984, area 48. 3. Analisa splitting mencakup: input shp projected dan splitting region projected menghasilkan output data shp aoi projected. 4. Calculated area, penghitungan luasan massa air berdasarkan nilai parameter export feature atribute dan calculate areas, diperoleh nilai luasan massa air. 5. Exporting data ke format ascii, menghasilkan data tabulasi besaran luasan massa air dengan nilai parameter SSTSSC. 6. Data final: luasan massa air dalam satuan km 2 dan . Gambar 21. Diagram alir proses penghitungan luasan massa air Perairan Barat Sumatera ACEH SIBOLGA SUMBAR BENGKULU Perairan Selatan Jawa Barat JABAR A B DATA AWAL Format Surfer srf DATA EKSPOR Format Archview shp SPLITTING ANALYSIS PROJECTED MERCATOR HITUNG LUAS AREA HASIL AKHIR Citra Interpolasi SPL SSC shp aol_shp Format UTM Format UTM Format UTM WGS 1984 Zona: 48 Area Perimeter Luas km 2 Luas

3.4.3. Data Oseanografi dan Klimatologi

Pengolahan data oseanografi in-situ dari buoy dilakukan perkolom menggunakan titik kedalaman 5, 25, 45, 95, 125, 145, 195, 250, 298 m kemudian dilakukan griding menggunakan MATLAB 7. Data in-situ dari CTD cruise kapal riset temperatur dan salinitas diolah dengan software Surfer 10 untuk mendapatkan pola sebaran mendatar, melintang, dan menegak. Data klimatologi curah hujan diolah menggunakan software Microsoft Office Excel 2007 untuk mendapatkan pola dan intensitas curah hujan bulanan dalam bentuk grafik.

3.4.4. Data Hasil Tangkapan Ikan Pelagis

Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan pelagis dianalisis menggunakan analisis catch per unit effort CPUE=hasil tangkapan per upaya penangkapan, dihitung dengan persamaan: CPUE = CtEt ............................................................................10 dimana : Ct = hasil tangkapan pada tahun ke-t Et = upaya penangkapan pada tahun ke-t Untuk mengkaji dinamika musiman digunakan indeks musim penangkapan IMP diolah dari data CPUE. Dasar untuk menyusun IMP adalah menggunakan metode rata-rata bergerak Dajan, 1983. Musim penangkapan diketahui dengan mencari rata-rata data bulanan produksi dan laju tangkap selama tahun pengamatan selanjutnya dibuat grafik. Titik-titik tertinggi dijadikan dugaan musim penangkapan sedangkan titik-titik terendah bukan musim penangkapan. Bila titik-titik bulan musim tidak jelas, maka ditentukan melalui indeks musim, dengan menghitung kembali rata-rata jumlah total dan rata-rata bulanannya, sehingga terlihat dengan jelas bahwa titik-titik di atas rata-rata umum adalah bulan musim, sedangkan titik di bawah rata-rata umum bukan bulan musim penangkapan. Titik yang paling tinggi adalah puncak musim, sedangkan yang paling rendah adalah saat paceklik bukan musim penangkapan. Untuk menghitung IMP, disusun nilai rata-rata dalam suatu matriks berkuran i x j untuk setiap bulan dalam setahun selama tahun pengamatan, perhitungannya adalah sebagai berikut: