4.2. Curah Hujan
Berdasarkan nilai rata-rata bulanan, curah hujan di barat Sumatera mempunyai dua puncak yaitu bulan Oktober-November dan Maret-Mei Gambar
26. Menurut Aldrian dan Susanto 2003, pola yang demikian termasuk curah hujan tipe region B, dipengaruhi oleh pergeseran ke Utara dan Selatan dari Inter
Tropical Convergence ZoneITCZ daerah pertemuan angin antar tropis. Perairan Air Bangis dan Sibolga memiliki curah hujan yang lebih tinggi, sementara curah
hujan terendah terjadi di Bengkulu. Dari polanya terlihat curah hujan di Bengkulu memiliki sedikit perbedaan, yaitu pada akhir tahun cenderung meningkat
sementara pada awal tahun polanya mirip dengan pola hujan region B. Jika mengacu kepada pengelompokkan curah hujan seperti dinyatakan Aldrian dan
Susanto 2003, daerah Bengkulu termasuk wilayah dengan curah hujan tipe region A tetapi masih mendapat pengaruh dari pola hujan tipe region B. Puncak
curah hujan pada November-Maret dipengaruhi monsun Barat Laut dan satu palung pada Mei-September dipengaruhi monsun Tenggara yang kering, sehingga
dapat dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan di region A ini berkorelasi kuat terhadap perubahan suhu permukaan laut.
Dari nilai rata-rata tahunan, curah hujan pada fase IODM positif kuat di lokasi penelitian barat Sumatera jauh lebih rendah dibandingkan dengan fase
IODM positif lemah, negatif maupun normal Gambar 27. Dari fluktuasi curah hujan bulanan sepanjang tahun pengamatan 1994-2009 Gambar 28,
menunjukkan fase IODM positif kuat 1994 dan 1997 memiliki curah hujan yang sangat rendah. Fase IODM negatif 1998 dan 2005 memiliki curah hujannya sangat
tinggi, berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, mulai dari pertengahan tahun sampai bulan Desember.
Dari nilai rata-rata bulanan berdasarkan fase IODM, di perairan Aceh tidak terlihat perbedaan yang nyata antara curah hujan pada fase IODM positif lemah,
negatif dan normal. Sementara di perairan Sibolga, Air Bangis, Padang, Painan dan Bengkulu, terlihat perbedaan nyata curah hujan antar fase IODM Gambar
29.
50 100
150 200
250 300
350 400
450
J F
M A
M J
J A
S O
N D
Curah hujan rata-rata bulanan mm 1994-2009
Aceh Sibolga
Air Bangis Padang
Painan Bengkulu
mm
Cat: Aceh 1997-2009
Gambar 26. Curah hujan rata-rata bulanan di lokasi penelitian 1994-2007
50 100
150 200
250 300
350 400
Aceh Sibolga
Air Bangis Padang
Painan Bengkulu
Curah hujan rata-rata tahunan berdasarkan fase IODM 1994-2009
Positif kuat Positif lemah
Negatif Normal
mm
Cat: Aceh 1997-2009
Gambar 27. Curah hujan rata-rata tahunan berdasarkan fase IODM Pada fase IODM positif kuat, curah hujan di wilayah Bengkulu jauh lebih
rendah, sementara fase IODM negatif lebih tinggi dan fase IODM positif lemah relatif sama dengan fase IODM normal. Perairan Bengkulu mendapat pengaruh
yang besar dari perubahan SPL pada setiap fase IODM karena berada di kotak “SETIO”. Semakin ke utara pengaruh fenomena IODM terhadap intensitas curah
hujan terlihat semakin kecil bahkan perairan Aceh tidak menunjukkan penurunan curah hujan pada fase IODM positif kuat, terlihat dari nilai rata-rata curah hujan
tahunannya justru lebih tinggi dibandingkan fase IODM negatif maupun normal. Dengan demikian, fenomena IODM positif kuat yang identik dengan kemarau
panjang di lokasi penelitian memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan curah hujan di wilayah selatan dan semakin ke utara intensitasnya
semakin berkurang, dan perairan Aceh tidak mendapat pengaruh sama sekali.