Indian Ocean Dipole Mode IODM

IODM without El Nino 1994 IODM with El Nino 1997 Longitude L a ti tu d e L a ti tu d e Gambar 7. Perbedaan SPL akibat upwelling fase IODM positif 1994 tanpa El Niño dan 1997 in-phase El Niño Sumber: JAMSTEC, 1999 1982 1997 La-Nina event 1950-2011 Sumber: NOAA, 2011 Gambar 8. Tahun-tahun kejadian El NiñoLa Niña berdasarkan indeks SOI atas dan khusus La Niña bawah Sumber: http:ossfounda-tion.us Sumber: Masumoto, 2008 Gambar 9. Indeks DMI 1994-2009 atas dan kelompok IODM berdasarkan intensitasnya hasil standardisasi indeks DMI rata-rata 3 bulan Saji dan Yamagata 2003 mentabulasikan tahun-tahun kejadian independen dan kejadian bersamaan IODM dengan ENSO dari tahun 1958-1997 Tabel 1. Hal yang hampir sama tetapi dalam rentang tahun yang lebih panjang 1930-1998 dilakukan oleh Meyers et al. 2007 Tabel 2. Tabel 3 klasifikasi El NiñoLa Niña menurut intensitasnya berdasarkan indeks ONI Oseanic Nino Index 1951-2010. Tabel 1. Kejadian independen dan bersamaan IODM dan ENSO 1958-1997 Sumber: Saji dan Yamagata 2003 Tabel 2. Kelompok tahun kejadian independen dan bersamaan ENSO dengan IODM FASE IOD negatif IOD Normal IOD positif El Niño 1930 1877 1888 1899 1911 1914 1918 1925 1940 1941 1965 1986 1987 1896 1902 1905 1923 1957 1963 1972 1982 1991 1994 1997 Normal 1880 1958 1968 1974 1980 1985 1989 1992 1881 1882 1883 1884 1895 1898 1901 1904 1907 1908 1912 1915 1920 1921 1927 1929 1931 1932 1934 1936 1937 1939 1943 1947 1948 1951 1952 1953 1956 1959 1960 1962 1966 1969 1976 1979 1990 1993 1885 1887 1891 1894 1900 1913 1919 1926 1935 1944 1945 1946 1961 1967 1977 1983 La Niña 1906 1909 1910 1916 1917 1928 1933 1942 1950 1975 1981 1878 1879 1886 1889 1890 1892 1893 1897 1903 1922 1924 1938 1949 1954 1955 1964 1970 1971 1973 1978 1984 1988 1995 1996 1998 Sumber: Meyers et al. 2007 Tabel 3. Klasifikasi El NiñoLa Niña menurut intensitasnya berdasarkan indeks ONI Oseanic Nino Index 1951-2010 Lemah Sedang Kuat Lemah Sedang Kuat 1951 1986 1957 1950 1954 1955 1963 1987 1965 1956 1964 1973 1968 1994 1972 1962 1970 1975 1969 1982 1967 1998 1988 1976 1991 1971 1999 1977 1997 1974 2007 2002 1984 2010 2004 1995 2006 2000 2009 El Niño La Niña Intensitas ENSO Berdasarkan Indeks ONI Sumber: Kousky and Higgins, 2007 dan, BMKG, 2010 dan Anonim, 2011

2.4. Kondisi Klimatologi Barat Sumatera

Curah hujan merupakan unsur iklim klimat yang memiliki variabilitas tinggi. Hujan berasal dari air yang terdapat di atmosfer dan sebagai hasil akhir dari proses yang berlangsung di atmosfer tersebut. Menurut BMKG Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika suatu hari dikatakan hujan apabila menerima curah hujan 0,5 mm atau lebih. Pola hujan bervariasi menurut skala ruang dan waktu sehingga curah hujan mempunyai karakteristik tertentu pada suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Intensitas, frekuensi, distribusi dan wilayah hujan dipengaruhi oleh faktor iklim lainnya seperti angin, suhu, kelembaban udara dan tekanan atmosfer. Letak Indonesia di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, secara geografis berada di equator dengan ribuan kepulauan bisa dikatakan berada di posisi yang unik secara alamiah. Dua samudera tersebut dapat dikatakan sebagai pengendali iklim dunia sehingga menjadikan wilayah Indonesia sangat kuat dipengaruhi karakteristik monsun Ramage 1971; Murakami and Matsumoto 1994; Wu and Kirtman 2007 berupa dinamika atmosfer seperti sirkulasi angin dan perubahan suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia. Indonesia dipengaruhi angin monsun berupa angin yang bertiup sepanjang tahun dan berganti arah dua kali dalam setahun disebabkan perbedaan sifat thermal antara benua dan perairan. Pada Oktober – April, saat matahari berada di belahan Selatan dari Equator, benua Australia lebih banyak memperoleh pemanasan dibandingkan dengan benua Asia sehingga di Australia terdapat pusat tekanan udara rendah depresi sedangkan di Asia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi kompresi. Keadaan ini menyebabkan arus angin dari benua Asia ke benua Australia. Di Indonesia angin ini merupakan angin musim Timur Laut di belahan bumi Utara dan angin musim Barat di belahan bumi Selatan. Oleh karena angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudra Hindia maka banyak membawa uap air, sehingga pada umumnya di Indonesia terjadi musim penghujan. Sebaliknya Pada April – Oktober, matahari berada di belahan bumi Utara, sehingga benua Asia lebih panas dari benua Australia. Akibatnya, di Asia terdapat pusat-pusat tekanan udara rendah, sedangkan di Australia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi yang menyebabkan terjadinya angin dari Australia menuju Asia. Di Indonesia, terjadi angin musim Timur di belahan bumi Selatan dan angin musim Barat Daya di belahan bumi Utara. Oleh karena tidak melewati lautan yang luas maka angin tidak banyak mengandung uap air oleh karena itu pada umumnya terjadi musim kemarau. Berdasarkan faktor-faktor pengendali cuaca dan iklim, Indonesia dibagi menjadi 153 daerah pola hujan yang selanjutnya dikelompokkan menjadi tiga daerah utama Aldrian and Susanto 2003, yaitu Gambar 10: Gambar 10. Sebaran pola curah hujan di Indonesia Aldrian dan Susanto, 2003 1. Daerah A merupakan pola yang dominan di Indonesia karena meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia. Daerah tersebut memiliki satu puncak pada bulan November-Maret dipengaruhi oleh monsun Barat Laut dan satu palung pada bulan Mei-September dipengaruhi oleh monsun Tenggara yang kering, sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Selain itu daerah A berkorelasi kuat terhadap perubahan suhu permukaan laut. 2. Daerah B mempunyai dua puncak pada bulan Oktober-November dan pada bulan Maret - Mei. Pola ini dipengaruhi oleh pergeseran ke Utara dan Selatan dari Inter Tropical Convergence ZoneITCZ daerah pertemuan angin antar tropis. 3. Daerah C mempunyai satu puncak pada bulan Juni-Juli JJ dan satu palung pada bulan November-Februari. Pola ini merupakan kebalikan dari pola A. Berdasarkan koefisien kemiripan curah hujannya, Liong et al, 2003 mengelompokkan wilayah Indonesia menjadi 3, yaitu SEAM South East Asia Monsoon yang pola hujannya dipengaruhi secara kuat oleh tekanan di atas benua Asia, NAIM North Australia Indonesia Monsoon yang pola hujannya dipengaruhi secara kuat oleh tekanan di atas benua Australia dan MC Maritime Continent yang mempunyai pola hujan ekuator. Dari besar koefisien kemiripannya, menurut Liong et al, 2003 tidak ada daerah kepulauan Indonesia yang mempunyai koefisien kemiripan untuk dapat dinyatakan terkelompok sebagai SEAM. Variabilitas curah hujan Indonesia terkait erat dengan kejadian IODM, ENSO dan sistem monsun Indonesia. Fenomena IODM, ENSO dan monsun dalam mempengaruhi curah hujan di Indonesia tidak terjadi secara bersamaan. Pada suatu saat salah satu fenomena menjadi dominan dibandingkan fenomena yang lain. Namun pada waktu lain, ketiga fenomena tersebut terjadi dengan pengaruh yang sama kuat. Indonesia bagian barat dipengaruhi besar oleh fenomena IODM, sedangkan bagian timur dipengaruhi oleh ENSO. Dalam studi global, Yamagata et al., 2003 menyimpulkan secara garis besar pengaruh IODM di wilayah Indonesia menurun ke arah timur, sementara pengaruh ENSO menurun