Kondisi Klimatologi Barat Sumatera

Khatulistiwa telah meningkat dengan cukup besar dan memperluas lebar aliran dari 3 o LU – 5 o LS. Arus Sakal tersebut berputar ke barat di sekitar 7 o LS dan kemudian bergabung dengan Arus Khatulistiwa Selatan South Equatorial Current. Sebagian massa air Arus Sakal ini terus bergerak ke tenggara sepanjang pantai barat Sumatera dan kemudian menjadi Arus Pantai Jawa Wyrtki, 1961. Pada bulan Juni sampai Oktober, muson baratdaya bertiup dengan kekuatan penuh ke arah India dan menyebabkan perkembangan arus hanyutan drift current utara khatulistiwa yang kuat dan aliran-aliran lebih lemah di Teluk Benggala. Selanjutnya aliran-aliran ini bergerak sepanjang sisi bagian timur Teluk Bengal. Sebagian dari massa air ini mengalir melewati Laut Andaman dan selanjutnya di sekitar pojok barat bagian ujung atas sebelah barat Sumatera mengalir ke arah selatan. Arus Muson yang mengalir melalui selatan Srilangka ke timur sebagian melewati bagian atas Pulau Andaman dan sebagian lagi dibelokkan ke selatan ketika mendekati pojok barat Sumatera. Arus Sakal Khatulistiwa mengalir ke arah timur, kemudian membelok ke arah selatan dan selanjutnya bergabung dengan massa air Arus Khatulistiwa Selatan. Sebagian dari massa air Arus Sakal ini mengalir ke tenggara sepanjang pantai barat Sumatera. Dari bulan Juli-Oktober, ketika muson tenggara berada di atas pantai selatan Jawa dengan kekuatan penuh dan Arus Khatulistiwa Selatan didorong jauh ke utara, cabang Arus Sakal ini membelok ke dalam Arus Khatulistiwa Selatan di lepas pantai Selat Sunda tetapi dari bulan November, Arus Khatulistiwa Selatan menyimpang ke arah pantai dan arus kecil terbentuk ke arah timur di selatan Jawa yang merupakan kelanjutan dari arus pantai Sumatera. Arus Pantai Jawa APJ ini mencapai perkembangan terkuat bulan Februari, saat APJ tersebut diperkuat oleh angin barat Soeriaatmadja, 1957. Arus Pantai Jawa tetap terbentuk sampai bulan Juni, setelah permulaan muson tenggara. Adanya APJ pada bulan Juni ini memberikan suatu kesimpulan bahwa arus ini disebabkan oleh kondisi dinamis daripada oleh angin. Secara temporal juga ditemukan upwelling lemah muncul di sepanjang batas antara APJ dan Arus Khatulistiwa SelatanAKS Wyrtki, 1961. Muson tenggara pada bulan Oktober sudah sangat lemah. Arus muson mengalir sebagai hanyutan lemah dan arus hanyutan tersebut di dalam Teluk Bengal membentuk beberapa eddies sirkulasi umumnya siklonik. Pada tempat yang lain, Arus Sakal Khatulistiwa menjadi lebih kuat. Dari bulan Juni sampai Oktober, massa air Arus Sakal Khatulistiwa setelah bergabung dengan massa air Arus Muson di wilayah barat Sumatera membelok ke selatan dan selanjutnya bergabung dengan AKS melalui sisi atas massa air AKS tersebut. Selanjutnya Wyrtki 1961 menyatakan AKS ini terbentuk dengan intensitas kuat sepanjang tahun dan batas di bagian utara arus ini bervariasi antara 7 o - 10 o LS. Pada bulan Desember, sirkulasi di bagian utara Samudera Hindia telah berubah. Dalam Teluk Bengal, arus hanyutan terbentuk dan selanjutnya arus ini bergerak ke baratdaya bergabung dengan Arus Khatulistiwa Utara AKU. Arus hanyutan ini disuplai sebagian oleh air yang keluar dari Selat Malaka, tetapi dominan oleh massa air dari Arus Sakal Khatulistiwa yang memutar ke arah utara di lepas pantai barat Sumatera. Sumbu Arus Sakal ini berada dekat atau sekitar khatulistiwa dengan batas utara-selatan mencapai sekitar 2 o LU dan 6 o LS. Pada sekitar 2 o LS terbentuk sebuah divergence yang membagi massa air sebagian membelok ke arah utara dan sebagian lagi membelok ke arah selatan Gambar 14. Divergence ini menghilang pada bulan Pebruari, kemudian divergence tersebut digantikan oleh sebuah convergence saat Arus Sakal Khatulistiwa mengalir lebih kuat dan memberikan lebih banyak air jauh ke selatan. Fenomena lain yang terjadi adalah adanya upwelling di sepanjang pantai barat Myanmar dan Thailand dari bulan Desember –Pebruari selama muson timurlaut. Menurut Wyrtki 1961, Arus Sakal Khatulistiwa terjadi sepanjang tahun dan berada di sekitar khatulistiwa kecuali dari bulan Januari sampai Maret, posisi Arus Sakal ini bergeser ke selatan. Lebih lanjut Wyrtki 1961 juga menyatakan sirkulasi di wilayah utara dari Arus Sakal Khatulistiwa dipengaruhi oleh muson. Dari bulan Desember sampai April, AKU mengalir ke barat di bawah pengaruh muson timurlaut, sedangkan dari bulan Juni –Oktober terbentuk arus muson yang bergerak ke arah timur pada bulan Oktober arus muson sudah sangat lemah.

2.5.3. Pengaruh Gelombang Kelvin

Pada perairan Samudera Hindia, penjalaran gelombang Kelvin yang dikenal dengan Equatorial Trapped Kelvin Waves ETKW, pada waktu-waktu tertentu berpengaruh terhadap tinggi muka laut di barat Sumatera dan selatan Jawa. Fenomena ini dipicu oleh apa yang disebut gaya penggerak jarak jauh remote forcing dan jejaknya dapat dipantau melalui data pasang surut, efeknya menaikkan muka laut rata-rata dibanding waktu biasanya . Selama periode transisi monsun musim pancaroba yaitu sekitar April- Mei dan Oktober-Nopember, berhembus angin daratan yang sangat kuat di ekuator Samudera Hindia sebelah barat yang kemudian membangkitkan arus deras ke timur yang disebut dengan Wyrtki Jet. Arus ini sangat kuat, hasil pengamatan langsung terhadap arus deras ini mempunyai kecepatan 0,7-2.1 mdetik Wyrtki 1973, Molinari et al., 1990, Michida dan Yoritaka 1996 dalam Susanto et al., 2001. Arus deras yang terbatas hanya di permukaan perairan ekuator ini terbentuk setelah kira-kira satu minggu setelah angin baratan mulai bertiup. Massa air di bawahnya kemudian menyesuaikan gaya angin tersebut sebagai apa yang disebut dengan downwelling Kelvin Wave. Gelombang ini selanjutnya bergerak ke timur sepanjang ekuator barat Samudera Hindia dan kemudian membentur pantai barat Sumatera di garis ekuator Indonesia dan direfleksikan kembali ke Samudera Hindia dalam bentuk gelombang Rossby. Gelombang balik ini terbagi dua yang kemudian bergerak ke utara dan ke selatan Susanto et al., 2001. Gelombang ini dikenal dengan nama Coastally Trapped Kelvin Waves CTKWs. Gelombang Kelvin yang bergerak ke selatan bergerak dari ekuator Samudera Hindia ke arah tenggara sejajar pantai Sumatera dan sepanjang pantai selatan Jawa hingga Lombok. Sedangkan yang ke arah utara bergerak menuju pantai barat Aceh. Fenomena penjalaran gelombang ini pernah ditelaah oleh Wyrtki 1961 dan Pariwono 1989 melalui rekaman data pasang surut yang ditandai dengan kenaikan tinggi muka laut sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa. Memasuki Musim Timur, gelombang Kelvin dari ekuator Samudera Hindia menjalar sepanjang pantai selatan Pulau Sumatera dan Jawa dan mendorong sebagian massa air hangat dari perairan internal Selat Sunda.

2.6. Produktivitas Primer

Perairan oseanis di daerah tropis dicirikan oleh rendahnya tingkat produktivitas primer. Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi matahari. Fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer di suatu perairan. Produktivitas primer sering diestimasi sebagai jumlah karbon yang terdapat di dalam material hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari g Cm 2 hari atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam meter kubik kolom air per hari g Cm 3 hari Levinton, 1982. Selain jumlah karbon yang dihasilkan, tinggi rendahnya produktivitas primer dapat diketahui dengan melakukan pengukuran biomasa fitoplankton dan konsenterasi klorofil-a, kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan Valiela, 1984. Produktivitas primer perairan sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi produktivitas primer di laut adalah cahaya, nutrien dan suhu Valiela, 1984; Parson et al, 1984; Cloern et al., 1995; Tomascik et al., 1997. Selain ketiga faktor tersebut, tingginya laju grazing dan shinking Lehman, 1991 dan jenis fitoplankton Heyman and Lundren, 1988 juga berperan dalam mendukung produktivitas primer perairan. Menurut Heyman and Ludgren 1988, laju pertumbuhan maksimum fitoplankton mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi keterbatasan cahaya yang sangat rendah. Cahaya dibutuhkan fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu glukosa yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri dengan menggunakan zat hara, karbondioksida, dan air. Dalam prosesnya dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari. Parson et al., 1984 memperlihatkan adanya hubungan antara cahaya dan laju fotosintesis fitoplankton Gambar 15.