IODM Negatif Distribusi Vertikal Suhu dan Salinitas In-situ

Tabel 12. Nilai sebaran rata-rata tahunan dan standar deviasi klorofil-a di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Barat 1997-2009 berdasarkan fase IODM berikut asosiasinya dengan ENSO Re rata Sta. De v Re rata Sta. De v Re rata Sta. De v Re rata Sta. De v Re rata Sta. De v El-Nino kuat 1997 0,312 0,075 0,499 0,235 0,532 0,178 0,758 0,357 0,383 0,150 El-Nino lemah 2006 0,293 0,109 0,243 0,075 0,249 0,076 0,250 0,116 0,195 0,093 El-Nino lemah 2002 0,285 0,081 0,267 0,075 0,233 0,075 0,187 0,058 0,133 0,037 Normal 2003 0,300 0,119 0,279 0,073 0,262 0,082 0,190 0,069 0,143 0,059 La-Nina lemah 2007 0,297 0,077 0,266 0,110 0,267 0,118 0,208 0,099 0,159 0,075 Normal 2008 0,278 0,082 0,247 0,088 0,245 0,100 0,188 0,082 0,154 0,060 La-Nina sedang 1998 0,317 0,080 0,295 0,087 0,259 0,074 0,197 0,063 0,135 0,024 Normal 2005 0,283 0,086 0,307 0,110 0,260 0,066 0,193 0,047 0,128 0,035 La-Nina sedang 1999 0,300 0,062 0,255 0,061 0,241 0,076 0,192 0,064 0,159 0,063 La-Nina lemah 2000 0,287 0,068 0,256 0,076 0,222 0,104 0,175 0,070 0,136 0,042 Normal 2001 0,274 0,071 0,265 0,077 0,231 0,063 0,168 0,047 0,129 0,034 El-Nino lemah 2004 0,294 0,104 0,286 0,127 0,253 0,099 0,193 0,083 0,133 0,046 El-Nino lemah 2009 0,401 0,110 0,202 0,087 0,173 0,080 0,166 0,065 0,079 0,006 SELATAN JAWA BARAT C FASE INTENSITAS ACEH SIBOLGA IODM asosiasi de ngan ENSO TAHUN BARAT SUMATERA mgm 3 NORMAL - in-phase SUMBAR BENGKULU POSITIF Kuat in-phase Lemah in-phase NEGATIF Sedang in-phase 107 Nilai standar deviasi klorofil-a fase IODM positif kuat 1997 berkisar antara 0,150-0,357 mgm 3 kecuali perairan Aceh, jauh lebih rendah: 0,075 mgm 3 . Fase IODM positif kuat 2006 nilai standar deviasi berkisar 0,075-0,116 mgm 3 . Nilai standar deviasi klorofil-a fase IODM positif lemah memiliki pola yang sama dengan fase IODM normal, sementara fase IODM negatif nilai standar deviasinya lebih rendah dibandingkan fase IODM positif maupun normal. Secara umum, perairan selatan Jawa Barat memiliki nilai sebaran klorofil- a rerata tahunan lebih rendah dibandingkan dengan perairan lainnya seperti terlihat pada grafik Gambar 72, nilai sebarannya 0,2 mgm 3 . Perairan Bengkulu memiliki kisaran nilai sebaran klorofil rerata tahunan sekitar 0,2 mgm 3 sedikit lebih tinggi dibandingkan perairan selatan Jawa Barat. Perairan Sumatera Barat, Sibolga dan barat Aceh, memiliki nilai sebaran klorofil-a rerata tahunan yang lebih tinggi berkisar antara 0,2 – 0,3 mgm 3 . Pada fase IODM positif, peningkatan nilai sebaran klorofil-a yang direfresentasikan nilai simpangan baku klorofil-a tinggi, dipicu oleh pengkayaan nutrien akibat proses upwelling, dibuktikan dengan pola sebarannya berasosiasi dengan lokasi terjadinya upwelling massa air SPL rendah. Pada fase IODM negatif, nilai simpangan baku klorofil-a sangat rendah 2005. Pada fase IODM normal nilai simpangan baku klorofil-a relatif tinggi dan variatif antar tahun. Pada fase IODM normal, La-Nina 1995, 1999, dan 2000 berperan meningkatkan klorofil-a di perairan pantai akibat pengkayaan nutrien dari aliran massa air hujan melalui muara-muara sungai run-off. Dari citra standar deviasi, terlihat pengkayaan klorofil-a di perairan barat Sumatera tidak hanya berasal dari proses oseanografi upwelling yang terjadi di perairan ini, tetapi juga berasal dari aliran massa air dari lokasi lain. Pada bagian utarabarat daya perairan barat Sumatera terlihat adanya aliran massa air kaya klorofil-a dari Teluk Benggala dari arah Barat Laut perairan Aceh. Massa air kaya klorofil-a tersebut diduga akibat pengkayaan nutrien dari aliran massa air dari daratan river discharge, dibuktikan dari citra SPL memiliki nilai sebaran SPL tinggi bukan dari proses upwelling. Gambar 72. Sebaran klorofil-a rerata tahunan kiri dan standar deviasinya di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Barat berdasarkan fase IODM 1997-2009

5.2. Distribusi Spasial

Nilai sebaran klorofil-a yang umum ditemukan sepanjang waktu di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Barat didominansi oleh massa air dengan nilai sebaran klorofil-a rendah yaitu 0,2 mgm 3 , sebagaimana karakteristik umum perairan samudera. Pada citra SSC massa air klorofil-a rendah direpresentasikan sebagai massa air berwarna biru biru muda-biru tua. Pada saat-saat tertentu, di perairan ini terjadi pengkayaan nilai sebaran klorofil-a, ditandai dengan munculnya massa air dengan nilai sebaran klorofil-a ≥ 0,2 mgm 3 . Pada citra SSC massa air pengkayaan klorofil-a ini ditampilkan sebagai massa air berwarna hijau-kuning-merah semakin merah nilai sebaran klorofil-a semakin tinggi. Keberadaan massa air pengkayaan klorofil-a umumnya terkonsentrasi di perairan pantai di lokasi mana terjadinya upwelling. Jika intensitas pengkayaannya tinggi, sebaran massa air pengkayaan klorofil-a meluas sampai ke arah tengah perairan samudera. Massa air dengan sebaran klorofil-a rendah umumnya ditemukan pada awal tahun yaitu akhir musim barat Januari-Februari dan yang terendah terjadi pada musim peralihan I Maret-April-Mei. Pengkayaan klorofil-a umumnya terjadi pada musim timur Juni-Juli-Agustus dimana terjadi upwelling dan berlanjut pada musim peralihan II September-Oktober sebagai puncaknya. Pada akhir musim peralihan II November, seiring melemahnya upwelling, terjadi penurunan nilai sebaran klorofil-a dan kemudian menurun drastis ketika upwelling menghilang saat memasuki musim barat Desember. Pengkayaan klorofil-a yang terjadi pada musim timur saat berlangsungnya proses upwelling, merupakan respon dari pengkayaan nutrien yang terbawa oleh transpor massa air dari lapisan dalam ke permukaan. Intensitas pengkayaan klorofil-a meningkat tajam saat berlangsungnya event IODM akibat meningkatnya intensitas upwelling ditandai meluasannya massa air upwelling dengan nilai sebaran SPL rendah. Berdasarkan nilai sebaran SPL, upwelling dengan intensitas tinggi terjadi pada fase IODM positif kuat 1994, 1997 dan 2006. Disusul kemudian fase IODM positif lemah 2002, 2003, 2007 dan 2008, serta fase IODM normal 1995, 1999, 2000, 2004 dan 2009 Fase IODM normal berasosiasi dengan ENSO normal