Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

2.2. El Niño Southern Oscillation ENSO

ENSO merupakan anomali iklim akibat gangguan kesetimbangan interaksi laut-atmosfer di Samudera Pasifik dan pengaruhnya selain di Indonesia bagian timur, juga terasa sampai Samudera Hindia. Bjerknes 1969 adalah orang yang pertama mengemukakan mekanisme kerja El Niño dan kaitannya dengan Southern Oscillation yang dikemukakan oleh Walker. Oleh karena itu, fenomena tersebut lebih dikenal dengan sebutan El Niño Southern Oscillation ENSO. ENSO merupakan sirkulasi zonal sejajar lintang arah timur-barat yang terjadi di Pasifik Timur menuju Pasifik Barat dekat kepulauan Indonesia dinamakan sirkulasi Walker, sesuai nama penemunya. Pemicu El Niño berasal dari faktor luar yaitu gangguan angin baratan yang memperkuat dan menekan downwelling rambatan Gelombang Kelvin ke arah timur di sepanjang ekuatorial Samudera Pasifik. Angin baratan ini merupakan hasil dari interaksi laut-atmosfer yang secara detail belum diketahui penyebab kemunculannya.Gangguan yang terjadi pada sirkulasi Walker inilah yang kemudian dikenal sebagai ENSO. Kondisi SPL di Pasifik Ekuator sangat berpengaruh pada sirkulasi angin zonal yang terjadi di kawasan mulai dari Indonesia hingga Amerika Selatan. Pada saat SPL Pasifik Ekuator Tengah dan Timur terjadi lebih tinggi dari rata-ratanya, kondisi tersebut dinamakan sebagai El Niño. Sebaliknya, bila SPL Pasifik Ekuator Tengah dan Timur terjadi lebih rendah daripada rata-ratanya, kondisi tersebut dinamakan sebagai La Niña sehingga kemudian dikenal dengan nama ENSO, berasal dari El Niño fenomena laut dan Southern Oscillation fenomena atmosfer. Gejala ENSO yang membawa implikasi laut Indonesia lebih dingin pada kejadian El Niño dan lebih hangat pada kejadian La Niña. Mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah hujan pada tahun La Niña dan penurunannya pada tahun El Niño. Indikator memantau kejadian ENSO, digunakan data pengukuran SPL. Analisis Dupe dan Tjasyono 1998 dalam Purwandani 2012 menyatakan secara visual menunjukkan daerah Nino 3.4 170 BB - 120 BB, 5 LS - 5 LU Gambar 5 memperlihatkan distribusi yang lebih berpola, sehingga dapat dikategorikan sebagai daerah yang lebih representatif untuk mendefinisikan El Niño. Kenaikan anomali SPL Nino 3.4 diikuti dengan melemahnya angin pasat trade winds yang mengakibatkan pergeseran daerah konveksi pembentukan awan-awan hujan. Pada kondisi normal, daerah konveksi berada di daerah barat Samudera Pasifik. Namun, pada kondisi El Niño, zona konveksi bergeser ke tengah-tengah Samudera Pasifik. Kondisi ini biasanya terjadi menjelang akhir tahun, akibatnya musim penghujan di Indonesia yang biasanya terjadi pada akhir tahun akan diganti dengan kemarau karena pengaruh El Niño Gambar 6. Gambar 5. Posisi daerah pengukuran anomali SPL Nino 3.4 di Samudera Pasifik Sumber:www. noaa. gov Gambar 6. Pola anomali SPL pada event El Niño dan La Niña Sumber: http:www.whoi.eduoceanus Indikator ENSO lainnya menggunakan SOI Southern Oscillation Index atau Indeks Osilasi Selatan yang mengacu pada perbedaan tekanan atmosfer antara Tahiti di Timur pasifik bagian ekuator dan Darwin di pantai utara Australia. Nilai SOI semakin negatif berarti semakin kuat kejadian panas El Niño, sebaliknya nilai SOI semakin positif kejadian dingin La Niña semakin kuat. Pada kondisi normal, rata-rata tekanan di permukaan laut relatif tinggi di Pasifik Tengah bagian selatan menggunakan stasiun rujukan di Tahiti dan relatif rendah di Pasifik Barat atau Australia Utara stasiun rujukan di Darwin. Sehingga pemindahan neto udara di lintang rendah adalah dari Timur ke Barat – disebut