201
dengan penerapan peraturan baru mengenai ekspor bahan baku industri rotan Kabupaten Cirebon mulai bangkit lagi jika dilihat dari peningkatan jumlah unit usaha dalam 8 tahun
terakhir.
Gambar 3 Unit Usaha Industri Rotan di Kabupaten Cirebon
1.2 Potensi Industri Batik
Potensi batik di Kabupaten Cirebon dalam meningkatkan kesiapan menghadapi MEA 2015 cukup menjanjikan jika di lihat dari keberadaan unit usaha dan penyerapan tenaga kerja
dalam kurun 8 tahun terakhir seperti ditunjukan Gambar 4.
Gambar 4Unit Usahadan Penyerapan Tenaga kerja Industri Batik di Kabupaten Cirebon 2006-2012
Sumber: Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Cirebon 2013 serta Koperasi Batik Budi Tresna Kabupaten Cirebon
Perkembangan industri batik di Kabupaten Cirebon khususnya di sentra batik trusmi mengalami peningkatan yang signifikan dengan adanya pengakuan UNESCO pada Oktober
2009. Faktor lain yang mendorong perkembangan industri batik adalah keberadaan peraturan, kebijakan dan himbauan dari pemerintah terkait pemakaian batik bagi pegawai pemerintahan,
para siswa sekolah dan karyawan swasta. Keberadaan faktor-faktor tersebut mendorong peningkatan permintaan terhadap batik di Indonesia termasuk di Kabupaten Cirebon.
Peningkatan permintaan pasar tersebut mendorong peningkatan jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja pada industri batik di Kabupaten Cirebon.
Potensi lainnya dari industri batik yang perlu dicermati dalam meningkatkan kemampuan Kabupaten Cirebon menghadapi MEA adalah, keberadaan corak batik sebetulnya mencapai
202
412 corak telah diakui berasal dari Cirebon. Pengembangan keragaman corak batik didasarkan kepada upaya meningkatkan segmentasi pasar konsumen batik. Keragaman corak tersebut
pada dasarnya dapat dibagi ke dalam 2 kelompok ragam yaitu padaleman keraton dan pesisiran. Dari keberadaan ragam batik tersebut hanya beberapa saja yang sampai saat ini
diproduksiuntuk pasar di dalam maupun luar negeri seperti ditunjukan Tabel 4.
Tabel 4 Contoh Ragam Batik Cirebon
Ragam Klasik Ragam Modern
Ayam Alas Banjar Balong
Banji Banyak Angrum
Burung Gelatik Dara Tarung
Dlorong Gunung Giwur
Kembang danas Kembang kates
Kembang Kantil Kembang Terompet
Kliwed Kumpeni
Kraton Laseman
Naga Saba Paksi naga liman
Pangkon Patran Kangkung
Patran keris Pekalis
Penari Cina Perabonan
Semarangan Sembagi
Soko Cina Simbar anggur
Simbar Kendo Simbar Menjangan
Singa Barong Singa payung
Kombinasi Reformasi
Babaran Sogan
Bang Biru Babar Mas
Sumber: Wawancara dengan Masnendi Masina
2 Pengembangan Dan Daya Saing Industri Rotan
2.1 Aspek Kebijakan dan Peraturan Industri Rotan.
Walaupun pemerintah sempat membuat peraturan yang membuat para pengusaha rotan mengalami kesulitan dengan dibukanya ekspor rotan mentah, namun saat ini dibuat peraturan
yang dapat mendukung dan memfasilitasi pengembangan serta daya saing rotan, seperti berikut ini:
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 35M-DAGPER112011. Tentang ketentuan rotan dan produk rotan, melarang rotan mentah, rotan asalan, rotan
WS dan rotan setengah jadi untuk di ekspor kecuali oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan Ekportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan ETPIK.
Dukungan pemerintah daerah penghasil rotan mendukung kebijakan penghentian ekspor rotan oleh pemerintah serta program sentra industri rotan dimulai Februari 2012
Komitmen Menteri Dalam Negeri untuk menghimbau penggunaan produk rotan untuk peralatan kantor oleh instansi-instansi pemerintah pusat dan daerah. Selain itu pengumpul
rotan dapat meletakkan rotan mentah yang tidak terserap pasar ke gudang pemerintah senilai 70 dari harga jual.
Permendag No.35 dan 36 akan menjadi dasar untuk pengawasan pencegahan penyelundupan rotan. Permendag No.37 akan mengatur sistem tunda jual bahan baku
rotan, yang mulai berlaku 1 Januari 2012 guna mendukung program hilirisasi industri rotan di Indonesia
2.2 Aspek Operasional Industri Rotan.
Sebagai sentra industri rotan di Indonesia, Cirebon dapat dijadikan barometer industri rotan. Mengacu pada indikator yang telah ditetapkan terdapat intisari hasil wawancara dan diskusi
seperti berikut ini:
Penetapan standarisasi untuk produk rotan dengan menggunakan SNI dan standar kualitas produk yang telah ditetapkan oleh pemesan dari luar negeri.
Penerapan modularitas belum bisa diterapkan khususnya untuk perusahaan kecil dan menengah karena sistem pesanan.
Bahan baku yang didapatkan dari daerah lain.
Tidak memanfaatkan komputer dalam kegiatan produksi.
Penyederhanaan dan analisis hasil harus seizin pemesan.
Reliabilitas terkait kualitas atau daya tahan produk sesuai yang dijanjikan.
Teknologi yang dimiliki masih kalah dengan Negara lain.