Perbandingan Analisis Input-Output Tahun 2000 dan Tahun 2010

251 Sektor kelapa sawit dilihat dari indikator keterkaitan ke belakang dan ke depan mengalami peningkatan.Sementara indikator multiplier mengalami penurunan walaupun tidak secara signifikan.Multiplier output tipe I kelapa sawit pada tahun 2010 memiliki nilai 1,5516, artinya jika terjadi peningkatan output di sektor kelapa sawit sebesar Rp 1 juta maka akan mengakibatkan peningkatan jumlah output pada semua sektor sebesar Rp 1,5516 juta. Multiplier output tipe II nilainya selalu lebih besar dari tipe I, karena dalam multiplier tipe II efek konsumsi rumah tangga ikut diperhitungkan. Multiplier output tipe II kelapa sawit pada tahun 2010 memiliki nilai 1,6187, artinya jika terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga di sektor kelapa sawit sebesar Rp 1 juta maka output disemua sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,6187 juta. Begitu pula halnya dengan sektor kelapa sawit, keterkaitan dan multiplier sektor industri CPO pada tahun 2000 dan tahun 2010 secara keseluruhan dilihat dari indikator keterkaitan ke belakang dan ke depan mengalami peningkatan. Sementara indikator multiplier mengalami penurunan walaupun tidak secara signifikan. Tabel 12. Perbandingan Indikator Keterkaitan dan Multiplier Sektor Kelapa Sawit Tahun 2000 dan Tahun 2010 Sumber :Diolah dari Tabel I-O Provinsi Jambi Tahun 2000 dan Tahun 2010 Tabel 13. Perbandingan Indikator Keterkaitan dan Multiplier Sektor Industri CPO Tahun 2000 dan Tahun 2010 Indikator Tahun 2000 2010 DLKB 0,335925 0,342284 DLKD 0,190685 0,213546 KLTB 1,421993 1,430125 KLTD 1,246312 1,274685 Multiplier Output – Tipe I 1,4220 1,4301 – Tipe II 1,6080 1,6153 Multiplier Pendapatan Indikator Tahun 2000 2010 DLKB DLKD KLTB KLTD Multiplier Output – Tipe I – Tipe II Multiplier Pendapatan – Tipe I – Tipe II Multiplier Tenaga Kerja – Tipe I – Tipe II 0,381715 0,237924 1,567508 1,333482 1,4649 1,5065 3,0116 3,3571 4,0980 4,7648 0,379214 0,217101 1,551559 1,298097 1,5516 1,6187 2,9141 3,2499 3,6977 4,3149 Sumber : Diolah dari Tabel I-O Provinsi Jambi Tahun 2000 dan Tahun 2010 Analisis tabel Input-Output transaksi domestik atas dasar harga produsen dan indikator keterkaitan dan multiplier Provinsi Jambi tahun 2000 dan tahun 2010 menunjukkan hasil bahwa peranan sektor industri CPO terhadap perekonomian daerah Provinsi Jambi lebih tinggi dari sektor kelapa sawit. Analisis keterkaitan sektor industri CPO menunjukkan bahwa industri CPO mempunyai kemampuan menarik yang lebih besar terhadap pertumbuhan output sektor hulunya yaitu sektor kelapa sawit jika dibandingkan dengan kemampuanya untuk mendorong pertumbuhan output sektor hilir. 252

3.4. Implikasi Kebijakan

Dari hasil analisis deskriptif, dapat diketahui bahwa pengembangan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan daerah Provinsi Jambi.Walaupun secara output kelapa sawit mempunyai kontribusi yang cukup tinggi terhadap perekonomian daerah Provinsi Jambi, kelapa sawit belum mampu memacu pertumbuhan sektor lain. Hal ini tergambar dari keterkaitan kebelakang dan kedepan yang rendah. Namun keterkaitan komoditi kelapa sawit dengan sektor lain dibandingkan dengan dirinya sendiri sangat besar, hal inimempunyai dampak yang besar terhadap angka pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja di sektor kelapa sawit sendiri. Kondisiini disebabkan oleh adanya industri CPO di dalam wilayah Provinsi Jambi yang merupakan pengolahan lanjutan dari kelapa sawit tandan buah segar. Sejalan dengan itu, kebocoran wilayah sektor perkebunan yang dialami oleh komoditi kelapa sawit masih cukup besar. Hal ini disebabkan karena kepemilikan perkebunan dan pabrik pengolahan hasil kelapa sawit umumnya berasal dari luar daerah sehingga akan berpengaruh kepada penggunaan tenaga kerja dan penggunaan aset atau modal.Selain itu, masih rendahnya diversifikasi produk atau industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk turunan dari kelapa sawit sejalan dengan yang dikemukakan Basiron dan Weng2004, sekitar 80 dari hasil produksi kelapa sawit digunakan untuk konsumsi minyak goreng dan 20 untuk diolah lebih lanjut menjadi oleokimia. Penerapan kebijakan komoditi kelapa sawit di Provinsi Jambi seyogyanya dilaksanakan secara komprehensif.Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan sebagai strategi dalam percepatan daya saing saing ekonomi untuk komoditi kelapa sawit di Provinsi Jambi antara lain: 1 Menciptakan kawasan dan sistem agroindustri kelapa sawit yang terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir, serta diversifikasi hasil olahan kelapa sawit guna meningkatkan nilai tambah yang dapat diterima oleh petani dan pemerintah daerah. 2 Meningkatkan peranan pemerintah daerah Provinsi Jambi sebagai salah saetu daerah dalam Koridor Ekonomi Sumatera dalam memfasilitasi sarana dan prasarana agar petani kelapa sawit dapat menghadapi isu-isu global seperti sustainable palm oil sehingga dapat berdaya saing ekonomi. 3 Penguatan kelembagaan petani dan pasar komoditi kelapa sawit, agar petani dapat berdaya saing dan turut merasakan proses penciptaan nilai tambah dari produk kelapa sawit. 4 Menciptakan iklim investasi kelapa sawit yang kondusif dengan mengedepankan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah di Provinsi Jambi dalam pengambilan kebijakan agar tidak terjadi konflik sosial seperti sengketa lahan kawasan perkebunan kelapa sawit. 5 Peningkatan produksi kelapa sawit di Provinsi Jambi dapat menyumbangkan devisa yang besar bagi perekonomian nasional, sehingga penerapan kebijakan tarif ekspor harus benar- benar dikaji lebih lanjut. Penerapan tarif ekspor kelapa sawit dapat berdampak negatif terhadap daya saing internasional Larson, 2004. Hal tersebut sejalan dengan Riffin 2010, penetapan tarif ekspor kelapa sawit harus memperhatikan harga internasional, jika tetap dipaksakan akan menurunkan daya saing CPO Indonesia. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: 1 Secara agregat pembentukan struktur output di Provinsi Jambi tahun 2000 dan tahun 2010 menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian berada pada urutan kedua setelah sektor industri pengolahan yang menjadi sektor dengan kontribusi terbesar. 2 Peranan sektor kelapa sawit terhadap perekonomian daerah Provinsi Jambi pada periode tahun 2000 dan tahun 2010 walaupun belum menjadi sektor andalan namun terus mengalami peningkatan. Sedangkan industri CPO pada periode tahun 2000 dan tahun 2010 memberikan peranan yang sangat signifikan dan dapat direkomendasikan menjadi sektor andalan perekonomian di masa yang akan datang. 3 Dilihat dari keterkaitan antara sektor kelapa sawit memiliki kaitan yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang antar kedua sektor tersebut. Sehingga diperlukan koordinasi yang dapat mensinergikan 253 arah kebijakan untuk sektor tersebut, karena kebijakan terhadap sektor kelapa sawit akan berdampak kepada sektor industri CPO, begitu pula sebaliknya. 4 Kebijakan pemerintah untuk pengembangan industri olahan atau sektor hilir diperlukan agar dapat meningkatkan multiplier perekonomian daerah Provinsi Jambi tanpa mengenyampingkan aspek sosial dan lingkungan dengan menarik minat para investor di sektor kelapa sawit yang berwawasan lingkungan sejalan dengan program Indonesian Sustainable Palm Oil ISPO. 5 Disarankan perlu adanya penelitian lanjutan tentang pengembangan agroindustri kelapa sawit yang terintegrasi dan berwawasan berkelanjutan terutama dampaknya terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat sekitar kawasan perkebunan kelapa sawit. DAFTAR PUSTAKA [BPS Jambi] Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi.2011. Jambi Dalam Angka 2010.Jambi. Basiron, Y., Weng, C. K., 2004.The oil palm and its sustainability. Journal of Oil Palm Research, 16:1, 1- 10. Febriyezi.2004. Strategi pengembangan perkebunan untuk penguatan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jambi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Larson, D. F., 1996.Indonesia’s palm oil subsector. Policy Research Working Paper, 1654. Washington, D.C: World Bank. Miller, R.E., and Blair, P.D.,2009. Input-output analysis: foundations and extensions2 nd ed.. Cambridge: Cambridge University Press. Othman, J. 2003. Linking agricultural trade, land demand and environmental externalities: Case of Oil Palm in South East Asia. ASEAN Economic Bulletin, 20:3, 244-55. Othman, J., Alias, M. H., Jusoh, M. 2004.Sustainability of growth in the Malaysian oil palm farm subsector. Journal of International Food Agribusiness Marketing, 16:2, 85-101. Riffin, A. 2010. The effect of tax on Indonesia’s crude palm oil CPO export competitiveness. ASEAN Economic Bulletin, 27:2, 173–84. Sardi, I. 2010. Konflik sosial dalam pemanfaatan sumberdaya hutan studi kasus di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Susila W. R. 2004.Contribution of oil palm industry to economic growth and poverty alleviation in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 23, 107-114. http:pustaka.litbang.deptan.go.idpublikasi p3233045.pdf Stolle, F., Chomitz, K.M., Lambin, E.F., Tomich, T.P. 2003. Land use and vegetation fires in Jambi Province, Sumatra, Indonesia. Forest Ecology and Management, 179, 277–292. Wicke, B., Sikkema, R., Dornburg, V., Faaij, A. 2011. Exploring land use changes and the role of palm oil production in Indonesia and Malaysia. Land Use Policy, 28, 193–206