15
F. Fokus pada Instrumen Peningkatan Productivitas Yield
Dalam rangka untuk meningkatkan produktifitas pertanian yieldmaka pemerintah dapat memfokuskan
pada instrumen kebijakan peningkatan produktifitas. Instrumen pertama peningkatan produktifitas adalah lahan dan infrastruktur pertanian. Instrumen kebijakan lainnya adalah pengembangan dan
penggunaan bibit unggul, dimana multiplier effect-nya adalah 1 gabah dapat menghasilkan 250 gabah
baru. Selain itu, pemerintah perlu memfokuskan pada kebijakan pemberian pupuk yang berimbang. Konversi
yang diharapkan adalah dari pupuk urea ke non-urea misalnya NPK dan ZA, serta konversi dari pupuk kimia ke pupuk organik
bio fertilizer. Dengan pemberian pupuk berimbang diharapkan dapat meningkatkan produktifitas hasil pertanian. Penggunaan teknologi pertanian juga diyakini dapat
meningkatkan produktifitas hasil pertanian. Beberapa bentuk teknologi pertanian antara lain penentuan kalender tanam, mekanisasi pengolahan tanah pertanian, jajar legowo, teknik pemupukan yang tepat
dan teknologi pertanian lainnya. Tingkat produktifitas dapat menurun apabila pemerintah gagal menangani maupun mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan OPT. Untuk itu pemerintah
perlu menggalakkan penggunaan varietas tahan terhadap pengganggu organisme, penggunaan pestisida secara terpadu, sanitasi dan teknik budidaya yang tepat.
Produktifitas hasil pertanian akan menjadi kurang optimal apabila penangangan pasca panen belum sempurna. Penangangan pasca panen juga perlu mendapat perhatian khusus karena rata-rata losses
masih mencapai 10-15. Untuk meminimalisasi kerugian tersebut maka diperlukan mekanisasi pengelolaan hasil panen. Aspek lain untuk meningkatkan produktifitas adalah aspek managemen di
lapangan dan aspek kelembagaan pertanian. Aspek ini sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang terkait dengan sektor pertanian.
G. Peningkatan Kualitas Produk dan Daya Saing
Untuk dapat bersaing pada pasar bebas, Indonesia dapat mengandalkan sektor agribisnis dan agro- industri hilirisasi. Disamping itu diperlukan kemitraan
partnership yang baik antara pemerintah, swasta dan petani. Melalui praktek pertanian yang baik seperti Good Agriculture Practices GAP,
Good Handling Practices GHP, Good Manufacturing Practices GMP dan sikap disiplin yang tinggi, pertanian Indonesia dapat meningkatkan produktifitasnya. Di samping itu praktek pertanian yang
baik tersebut dapat menciptakan produk berkualitas, ramah lingkungan dan memiliki daya saing tinggi pada pasar global Gambar 1.
H. Harapan pada Daerah
Dalam rangka meningkatkan daya saing pertanian pada AEC 2015, beberapa harapan masih bertumpu pada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah diharapkan tetap fokus pada produk pertanian yang
secara historis dan kearifan lokal pernah atau masih menjadi unggulan daerah. Dari sisi jumlah, jenis produknya tidak perlu banyak tetapi sedikit namun fokus pengembangannya. Daya saing pertanian
akan tinggi apabila setiap Pemerintah Daerah bisa meningkatkan dan menguatkan mata rantai pasokan
supply chain dan agribisnis petani misalnya pada aspek pengembangan pasar, sistem gudang pendingin, stabilitas harga dan jaminan kualitas.
Gambar 1 Skema Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Pertanian
16
Akses petani terhadap sumber-sumber pembiayaan pertanian, asuransi dan capacity building UU
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani harus selalu diupayakan oleh Pemerintah Daerah bersama- sama dengan Pemerintah Pusat. Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan,
Pemerintah Daerah perlu untuk mempertahankan lahan pertanian yang potensial untuk kelangsungan pertanian dan secara aktif selalu mencegah konversi lahan dari lahan pertanian ke lahan non pertanian.
Daya saing pertanian akan lebih kuat lagi apabila setiap Pemerintah Daerah menjadikan pertanian sebagai pengarus-utamaan
mainstream pembangunan daerah dalam bingkai kebijakan politik pertanian.