193
mengatur kriteria dan aturan yang jelas mengenai negara mana yang berhak mendapatkan bantuan penanganan krisis. Hal ini untuk mengurangi terjadinya
moral hazard pada masing- masing negara. Mekanisme yang jelas juga sangat dibutuhkan untuk menghindari
moral hazard khususnya jika mengharuskan adanya
bail out pada lembaga keuangan, khususnya cross- bordered financial institutions di kawasan.
Selain itu, AMRO juga harus semakin diperkuat untuk melaksanakan fungsi survelliance terutama
dalam kemampuannya untuk mengidentifikasi secara dini dan juga memberikan rekomendasi terhadap kemungkinan terjadinya risiko sistemik yang memungkinkan adanya krisis menjalar di
kawasan ASEAN+3. AMRO juga diharapkan dapat membantu memberi masukan kebijakan dalam bentuk mekanisme resolusi krisis.
iv. Upaya Integrasi Ekonomi dan Moneter harus Didukung dengan Integrasi Fiskal
Kawasan ASEAN harus memiliki mekanisme yang jelas seperti SGP di Uni Eropa, namun dengan penerapan dan sanksi yang ketat jika memang akan menuju terbentuknya integrasi ekonomi
dan moneter. Pengelolaan kebijakan fiskal yang disiplin dan dukungan ruang kapasitas fiskal yang cukup, merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
yang
sustainable, baik bagi ekonomi negara anggota secara individu maupun ekonomi kawasan secara keseluruhan. Dengan semakin konvergennya pergerakan
yields government bonds di kawasan ASEAN, juga mempertimbangkan
sovereign debt rating yang beragam, kebijakan fiskal yang tidak disiplin di suatu negara ASEAN akan berdampak pada negara-negara lainnya di ASEAN.
Selain itu, lembaga pemeringkat internasional saat ini masih punya peran besar dalam mempengaruhi persepsi pasar terhadap risiko suatu negara, terutama jika dianggap pendanaan
anggaran pemerintahnya tidak sustainable sehingga berdampak pada penurunan rating sovereign
debt-nya.
v. Indonesia Perlu Semakin Meningkatkan Surveillance dan Daya Saing di Sektor Keuangan dan Perbankan
Dengan sudah mulai terlihatnya konvergensi perkembangan sektor keuangan diantara negara- negara ASEAN, ekonomi Indonesia semakin memerlukan mekanisme yang menjamin efektivitas
fungsi surveillance sistem keuangan. Perlu adanya mekanisme monitoring indikator mulai dari
level perusahaan, industri, perekonomian, maupun global dalam rangka mendeteksi risiko lebih dini sebelum krisis benar-benar terjadi.
Surveillance yang dilakukan terhadap sektor keuangan perlu diperluas cakupannya baik perbankan maupun sektor keuangan secara keseluruhan. Selain
itu, penguatan infrastruktur sistem pembayaran juga sangat diperlukan sebagai garda terdepan early warning system krisis keuangan. Salah satu kunci keberhasilan negara-negara Asiaterhindar
dari krisis yang dalam pada tahun 2008 adalah karena investasi infrastruktur sistem pembayaran yang bisa memantau pergerakan serta memahami perilaku dana perbankan khususnya yang
bersifat sistemik.
Peningkatan efisiensi sektor keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian. Adapun salah satu faktor yang menyebabkan sektor keuangan belum efisienadalah
masih tingginya suku bunga. Hal ini juga tidak terlepas dari inflasi yang selalu menjadi indikator utama dalam menghitung imbal hasil dari suatu investasi. Secara historis suku bunga sebagai
cost of fund di Indonesia saat ini telah lebih rendah dibandingkanpada masa orde baru dimana bunga kredit pernah berada di atas 20. Namun demikian, level suku bunga tersebut masih
termasuk tertinggi di kawasan sehingga turut mempengaruhi daya saing perekonomian. Terkait hal tersebut, sebagai salah satu upaya untuk efisiensi perbankan, dapat dilakukan pengembangan
infrastruktur perbankan termasuk sistem pembayaran yang lebih terintegrasi. Saat ini pengembangan tersebut masih dilakukan sendiri-sendiri, dan menyebabkan besarnya biaya
investasimengingat luasnya wilayah cakupan geografis Indonesia, sehingga hal ini pada akhirnya akan dibebankan kepada nasabah melalui tingginya suku bunga kredit.
194
5. Referensi
ASEAN, 2008. ASEAN Economic Community Blueprint. Jakarta: ASEAN Secretariat.
Asian Development Bank, 2009. The Global Economic Crisis: Challenges for Developing Asia and ADB’s.
Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank Asian Development Bank, 2012.
Asian Development Outlook 2012: Confronting Rising Inequality in Asia. Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.
Balassa, Â., 1967. “Trade Creation and Trade Diversion in the European Common Market”. The Economic
Journal, Vol. 77, pp. 1–21. Biswa N. Bhattacharyay, 2012. “Benefits and Challenges of Integrating South and Southeast Asia”,
CESifo Working Paper Series, No. 3819.
Cooper, Richard. N, 1986. Economic Policy in an Interdependent World. MIT Press.
De Bandt, Oliver dan Mongelli, Francesco P., 2000. “Convergence of Fiscal Policies in the Euro Area”, Working Paper Series, No.20, European Central Bank.
Economist Intelligence Unit, “State of the Union: Can the Euro Zone Survive Its Debt Crisis?”, 1 March 2011.
Fung, Laurence Kang-por, Chi-sang Tam dan Ip-wing Yu. 2008. Assesing the integration of Asia’s equity
and bond markets. BIS Papers No. 42. Garcia-Herrero, Alicia, Doo-yong Yang dan Philip Wooldridge. 2008.
Why is there so little regional financial integration in Asia. BIS Papers No. 42.
Haidar, Jamal Ibrahim, 2012. “Sovereign Credit Risk in the Eurozone,” World Economics, vol. 131, pp.
123-136. Henning, C. R. 2011.Coordinating Regional and Multilateral Financial Institutions.
PIIE Working Paper, No. 11–9. Washington, DC: Peterson Institute for International Economics.
Hill, Hal, Menon, Jayant, 2010. “ASEAN Economic Integration: Features, Fulfillments, Failures and the Future”,
Asian Development Bank Working Papers on Regional Economic Integration, No. 69. Ibrahim et al., 2010. “Dampak ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia”
, Bank Indonesia, Working Paper, WP 082010.
International Monetary Fund, 2009. “Crisis and Recovery.” World Economic Outlook, April 2009.
International Monetary Fund, 2012. World Economic Outlook April 2012: Growth Resuming, Dangers Remain. Washington DC: International Monetary Fund.
Krugman, P., dan Taylor, L., 1976, “Contractionary Effects of Devaluation,” Working Papers, No. 191, MIT.
Kurniati et al. 2009. Dampak Integrasi Ekonomi dan Keuangan ASEAN terhadap Sinkronisasi Business
Cycle Indonesia dengan Negara ASEAN Lainnya. Bank Indonesia : WP 142009. Majid, M.S.A., Meera, A.K.M., Omar, M.A., 2008. “Interdependence of ASEAN-5 Stock Markets from the
US and Japan”, Journal of Global Economic Review.
Mayer, T., 2011. “Euroland’s Hidden Balance-of-payments Crisis.” EU Monitor 88. Frankfurt am Main:
Deutsche Bank Research. 26 October. McKinnon, Ronald, 2000. “Mundell, the Euro, and Optimum Currency Areas’, Stanford University,
Working Paper, No. 09.
Mersch, Y. 2011. “Optimal Currency Area Revisited” mimeo Pierre Werner Lecture at the European Institute. Florence. 26 October
Mundell, Robert A., 1961. “A Theory of Optimum Currency Areas”, The American Economic Review, Vol.
51, No. 4, pp. 657-665. Mundell, Robert A., 1963. “Capital Mobility and Stabilization Policy under Fixed and Flexible Exchange
Rates.” Canadian Journal of Economics, Vol.29, pp. 475–485.
Nugroho, M. Noor, dan Yanfitri, 2011. “Potensi Dampak Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN terhadap Perekonomian Indonesia”, Bank Indonesia,
Occasional Paper, OP012011. Parulian, Friska, 2009. “Global Financial Crisis and Policy Responses in Southeast Asia: Towards Prudent
Macroeconomic Policies”, Policy Brief, No. 2009-04, Economic Research Institute for ASEAN and
East Asia ERIA. Peter J. Morgan and Mario Lamberte, 2012. “Strengthening Financial Infrastructure”,
ADBI Working Paper, Series 345.
Plummer, Michael G., 2006. “The ASEAN Economic Community and the European Experience”, Asian Development Bank Working Papers on Regional Economic Integration, No. 1.