Kehancuran Peradaban Sistem Sosial Budaya Indonesia
87
beragama mempengaruhi kehidupan masyarakat demikian kuat, sehingga untuk menutupi kekeliruan visinya mereka mengkemas kemajuan dengan pengakuan
terhadap ajaran agama, sebagaimana Weber dengan protestan etiknya telah mempengaruhi kapitalisme. Jika kaum agamawan itu berani dan mampu
menunjukan kekuatan spiritual agama dalam berbagai kehidupan, tentunya ia akan merasa bahwa protestan etik yang di kemukakan Weber telah menyempitkan
pengaruh agama bagi kehidupan manusia. Ini artinya ajaran agama telah tereleminasi menjadi sepuluh butir yang dipublikasikan sebagai protestan etik.
Mereka meninggalkan agama dan beralih kepada ilmu pengetahuan yang seolah- olah telah menjadi ―agama baru‖. Dengan mendewakan ilmu pengetahuan mereka
telah menumbuh kembangkan kesombongan kedua yakni menganggap ilmu pengetahuan mampu mengatasi segala persoalan hidup dan dapat membahagiakan
umat manusia hanya dengan prisip-prinsip objektif, rational, empirik, dan analitik. Terlalu banyak bukti ketidak adilan di dunia ini yang tidak dapat diselesaikan
persoalannya. Orang yang tidak bersalah mendapat hukuman berat, sementara yang jahat di sanjung, dilindungi, bahkan mendapat penghargaan.
Keberhasil ilmu pengetahuan memang talah membuktikan hasil yang menggembirakan dengan ditandai oleh kemajuan peralatan hidup teknologi,
dengan teknologi telah melipatgandakan kemajuan material, berupa barang-barang industri, kemakmuran ekonomi dapat ditumbuhkan dengan cepat, bahkan sampai
mengalami over produksi. Persoalan tidak selesai dengan melimpahnya hasil produksi, tetapi dengan keberhasilan itu telah menumbuhkan persoalan baru yaitu
kekurangan bahan baku dan kurangnya tempat pemasyaran. Apabila kebutuhan itu telah terpenuhi maka kebutuhan lainnya akan tumbuh lebih banyak dan lebih kuat
lagi sehingga tidak terasa telah membentuk jiwa keserakahan yang dikemas dengan kemajuan dan ingin lebih maju artinya lebih serakah. Inilah sifat manusiawi
merupakan sifat kesombongan ketiga. Kesombongan ini adalah merasa diri lebih besar, kuat sedang yang lain kecil dan harus tunduk dalam kebesaran dan
kekuasaannya. Dengan kebesaran dan kekuasaannya itu menumbuhkan kehausan untuk disanjung, dipuji, dibesarkan dan di agungkan.