119
merupakan tuntutan perwujudan pemerintahan rakyat sebagai pengakuan atas konsep kedaulatan rakyat‖. Namun dalam demokratisasi yang dilaksanakan sekarang
ini jarang melibatkan ajaran Islam. Sementara Islam datang sebagai hidayah dari pencipta kehidupan untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan kepada
pencerahan, malah ditinggalkan meskipun telah terbukti kejayaannya selama tujuh abad sejak abad ke 6 sampai abad ke 13, dan telah mampu mengantarkan
kemajuan dunia terutama di Barat, dengan menjembatani pemikiran Yunani dengan pemikiran modern Barat.
10.2 Demokrasi di Indonseia
Secara etimologis demokrasi berasal dari istilah Yunani ― demos‖ yang artinya rakyat dan ―certain‖ yang artinya pemerintahan atau memerintah. Istilah demokrasi
merupakan perkembangan dari teori pemerintahan Aristoteles yang diabadikan dalam karya besarnya yang berjudul politica. Dari pengertian etimologis ini
kemudian dikembangkan pengertian yang lebih luas sepe rti dalam ―Declaration of
independence ‖, dinyatakan ―as government of the people, government by the
people, and government to the people”. Dari pengertian etimologis tampak bahwa demokrasi lebih terkait dengan
konsep ketatanegaraan atau kekuasaan dan politik, tidak pada aspek kehidupan lainnya. Di Indonesia sejak merdeka sampai sekarang telah dijalankan empat bentuk
demokrasi yaitu pada pemerintahan orde lama dua bentuk yaitu demokrasi liberal sekitar tahun 1945
– 1959 dan demokrasi terpimpin sejak 1959 – 1967, pada pemerintahan orde baru demokrasi Pancasila 1967 -1988, pada pemerintahan era
reformasi demokrasi reformasi 1998 sampai sekarang. Makna demokrasi yang dunaksud sekarang ini telah merambah terhadap berbagai bentuk kehidupan
sehingga menjadi kabur dan salah kaprah. Demokrasi belum pernah mencapai nilai- nilai yang diharapkan bahkan mendekatipun tidak, sebagaimana di Amerika sebagai
Negara yang menjadi acuan dalam upaya demokratisasi. Tetap saja yang berkuasa itu kaum elit. Demokrasi merupakan gerak perjuangan dari suatu titik kekuasaan elit
menuju ke titik kekuasaan rakyat dengan segala persyaratan dan nilai-nilainya yang selalu di kaji dibangku kuliah dan menjadi mercu suar perjuangan politik, namun
kekuasaan selalu ada dalam gerak perjuangan kaum elit, dan rakyat hanya sebagai alat yang dapat digerakan kaum elit melalui kekuasaan, uang, dan kharismatiknya,
bahkan tipudayanya yang berupa janji-janji palsu, namun rakyat tetap merasa senang.
Di bidang politik baik teoretik maupun praktik, kata demokrasi memang merupkan perbendaharaan yang sering didiskusikan banyak orang, memang banyak
orang memperjuangkan kandungan makna dari kata itu tetapi sedikit orang bahkan mungkin belum ada orang yang benar-benar mengerti isi atau muatannya secara
120
lengkap. Afan Gaffar, menyatakan bahwa demokrasi dalam ilmu politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman secara normatif dan
pemahaman secara empirik. Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan sebuah
negara, seperti misalnya ungkapan ―pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat‖. Nilai normatif ini telah ada pada pasal-pasal dalan UUD 1945, bahkan
seolah-olah memperoleh dukungan, namun mari kita lihat kembali. Hal ini penting mengingat Indonesia merupakan negara yang hampir seluruh penduduknya
beragama, apalagi mayoritas beragama Islam yang menjungjung tinggi kekuasaan Allah SWT.
Di Indonesia ungkapan normatif demokrasi tersebut ditemukan misalnya dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun penafsiran kita terhadap UUD perlu
dipertahankan. Sebabnya adalah pernyataan: ―Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat‖ Pasal 1 ayat 2.
Tidak sama dengan yang dimaksud aspek normatif demokrasi yakni pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Pertama disini kita pahami bahwa
kedaulatan tidak dilakukan oleh rakyat, tetapi oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat. Kedua pemerintahan oleh rakyat itu tidak benar dan tidak mungkin bisa berjalan
dengan tertib, aman jujur dan adil. Sementara setiap bangsa dan negara senantiasa mendambakan ketertiban, keadilan, dan kejujuran. Sebagaimana bangsa Indonesia
yang mengatur kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana dinyatakan : ―Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan Undang- Undang‖ Pasal 28.
Ketiga aturan atau undang-undang itu untuk dilaksanakan, di taati demi terciptanya keteraturan, bahkan diperlukan adanya pengendalian melalui aspek hukum bagi
warga negara yang melanggarnya. Setiap warga negara dituntut untuk mampu dan rela beradaptasi dengan atauran meskipun harus mengorbankan kepentingan pribadi
maupun golongannya, demi tercapainya tujuan negara. Keempat negara menjamin atas kemerdekaan dan keyakinan penduduknya dalam mengakui dan mengamalkan
pengakuaannya terhadap kekuasaan Tuhan yang dibuktikan dengan memeluk agamanya masing-
masing, sebagaimana dinyatakan bahwa : ―Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu‖ Pasal 29 ayat 2. Kelima makna normatif untuk istilah demokrasi di Indonesia lebih tepat jika dilengkapi
dengan ajaran Islam, memadukan ajaran Islam dengan demokrasi mencerminkan sintesa perjuangan yang bergerak kearah kesempurnaan. Beberapa prasyarat yang
diperjuangkan dalam demokratisasi diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Akuntabilitas, dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak
121
dan telah ditempuhnya. Islam meneguhkannya dengan ajarannya yang menempatkan setiap manusia adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. 2.
Rotasi kekuasaan, dalam demokrasi peluang terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Islam telah
mencontohkan kepemimpinan khulafa al-Rasyidin, yang memberikan hak kebebasan kepada rakyatnya. Yang kemudian hilang ketika beralihnya
sistem kekuasaan kepada sistem kerajaan dibawah kekuasaan Muawiyah pendiri monarki umayyah.
3. Rekruitmen politik terbuka, memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan,
diperlukan satu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Dalam politik Islam sebagaimana Mawardi menyatakatan bahwa : ―kekuasaan imamah
adalah kontrak sosial yang riil‖, dan Ibnu Hazm menambahkan : ―jika seorang penguasa tidak mau menerima teguran boleh diturunkan dari
kekuasaannya dan diganti dengan yang lain‖. 4.
Pemilihan umum, demokrasi menysaratkan, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk
memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Sedangkan dalam Islam pemilu
merupakan kesaksian rakyat dewasa, dengan sikap adil, jujur dan dilarang menjadi saksi palsu.
5. Menikmati hak-hak dasar, suatu negara yang demokratis, setiap warga
masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas. Islam dengan tegas meyatakan tidak ada suatu kekuatanpun yang dapat
membatasi kemerdekaan setiap orang, kecuali Allah. Maka apapun yang diciptakan Allah, dimuka bumi adalah untuk manusia semuanya. Huwaidi,
menyatakan bahwa Islam adalah negara keadilan dan persamaan didepan hukum.
12.3 Keterpaduan Demokrasi Dengan Ajaran Islam