Upaya Menumbuhkan Kesadaran Hukum Tentang Riba

142 da‘wah ajaran agama khususnya tentang riba oleh pemuka-pemuka agama setempat, atau tidak adanya kontrol sosial dari pemerintah Desa setempat. Keterkaitan antara perilaku riba masyarakat buruh tani dengan pola perilaku agama yang dianutnya menunjukkan bersifat bertolak belakang, dimana agama mempolakan untuk tidak melakukan riba Das Sollen, sementara buruh tani dapat di kategorikan lebih tertaik kepada melakukan riba Das Sein. Temuan Solihin 1998 memberikan informasi bahwa umat Islam masih belum mampu melaksanakan norma-norma hukum ajaran Islam khusunya tentang riba. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa masyarakat Islam kurang pengetahuan dan pemahaman ajaran agama yang di anutnya. Karena kurangnya da‘wah ajaran agama khususnya tentang riba oleh pemuka-pemuka agama setempat, atau tidak adanya kontrol sosial dari pemerintah Desa setempat. Keadaan ini menunjukan kurangnya kesadaran hukum dalam hidup beragama.

14.9 Upaya Menumbuhkan Kesadaran Hukum Tentang Riba

1. Melalui Saluran Pengajian Upaya untuk menumbuhkan kesadaran hukum tentang riba, diawali dengan memperbanyak informasi tentang larangan riba, melalui pengajian-pengajian rutin, ceramah hari besar keagamaan dan dalam berbagai kegiatan ekonomi. Sosialisasi tersebut akan membentuk pengetahuan, pengetahuan yang disertai dengan alasan logis akan memeberikan pemahaman yang memperkuat keyakinan. Diantara alasan pelarangan riba yang perlu disampaikan adalah bahwariba tidak hanya dilarang di dalam Al- Qur‘an, tetapi terdapat pula di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Karena itu, para pendeta Nasrani pada awal abad I-XII menyerukan dihapusnya praktik riba. Mereka meminta agar bunga dikembalikan kepada pemiliknya. Bunga dalam pandangan mereka adalah bentuk tambahan yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan di awal. Termasuk harga barang yang tinggi untuk penjualan kredit, termasuk bunga terselubung. Bunga yang dilarang dalam Al- Qur‘an surat al-Baqarah ayat 278, dimana Allah memerintahkan kepada orang yang beriman supaya bertakwa dan meninggalkan sisa-sisa riba yang masih tertingal jika memang beriman. adalah bunga yang dilaksanakan pada zaman jahiliah yaitu bunga yang di ambil ketika peminjam tidak dapat melunasi utangnya pada waktu yang disepakati. Untuk menangguhkan pembayaran peminjam diminta untuk memberikan tambahan dari pokok utang. Sedangkan sekarang bunga diminta dari sejak meminjam, sudah ditetapkan bunga sebagaimana dengan bunga bank konvensional sekarang ini. Keadaan seperti ini perlu diketahui masyarakat banyak melalui pengajian. yang justru bunga pinjaman yang dilakukan perbankan ataupun rentenir menetapkan 143 bunga di depan dalam kurun waktu tertentu. Apabila tidak mengembalikan sesuai ketentuan waktu pengembalian dikenakan denda keterlambatan, maka terjadi pengambilan imbalan ganda yaitu bunga yang telah di tetapkan dan denda. Selain itu riba juga merupakan pelanggaran pidana, seperti apa yang dinyatakan Otje Salman, dalam sebuah wawancara pada tanggal 30 Desember 2005, bunga semacam itu tidak hanya haram menurut hukum Islam, namun mengandung pelanggaran hukum pidana, yakni apabila bunga itu diambil dalam bentuk uang maka terkandung unsur penipuan, namun apabila bunga itu berbentuk barang maka terkandung unsur penggelapan. Dikatakan pelanggaran hukum pidana terkait dengan persoalan keuntungan dari hasil usaha. Misalnya seseorang menyertakan modal usaha dalam bentuk deposito untuk satu bulan, menurut perhitungan bagi hasil keuntungan cara syari‘ah yang diperoleh masing-masing 5, namun karena bank telah menetapkan 6 pertahun, maka 4,5 menjadi keuntungan tambahan pihak bank dan kerugian bagi penyerta modal, karena hanya menerima 0,5. Apabila diperbandingkan maka pihak bank memperoleh 9,5 keuntungan neto, pemilik modal memperoleh 0,5. Maka 4,5 Inilah penipuan terselubung oleh kesepakatan. Dikatakan penipuan karena tidak terdapat transparansi keuntungan. Cara unutk mengambil keuntungan sepihak dengan merugikan orang lain dapat dikenai delik pidana pasal 382. 2 Melalui Fatwa MUI MUI merupakan lembaga yang sesuai untuk memberikan fatwa terhadap masyarakat sampai ketingkat pedesaan, karena MUI mempunyai jaringan dari tingkat pusat sampai ketingkat desa. MUI dapat memberikan instruksi menghutbahkan larangan riba ketika melaksanakan shalat jum‘at di Mesjid. Dengan materi yang disusun MUI sebagai master teks khutbah yang dapat dipahami oleh setiap lapisan masyarakat. Hal ini penting karena tidak setiap khotib di pedesaan maupun di kota memahami tentang seluk beluk riba. Sementara riba sangat mengganggu pertumbuhan ekonomi masyarakat, dosa untuk dilakukan dan berakibat tidak akan dapat berdiri tegak kecuali berdirinya orang yang kemasukkan syaithan. dalam membangun ketamakan dan kegelisahan. Akibat dari bunga yang tidak mampu dibayar dapat mendorong seseorang melakukan tindakan kriminal, menipu, mencuri, dan menjual diri menjadi PSK pekerja sek komersial. Hal tersebut dialami oleh seorang janda berusia 34 tahun, beranak satu bernama Nuroh bukan nama sebenarnya. Pada mulanya Nuroh seorang pedagang makanan, kemudian karena keinginannya untuk mengembangkan usahanya, ia meminjam uang kepada sesorang ibu yang suka melakukan riba dengan alasan untuk menambah modal usahanya, karena tidak sanggup membayar akhirnya nuroh terjun kedalam berbagai perilaku menyimpang. Ia menjadi PSK., penipu, penjudi, bahkan demi melayani laki-laki yang tidak menggairahkan nurah 144 merangsang dirinya dengan meminum minuman keras. Nurah adalah korban bunga riba yang dipungut dari orang miskin 6 . hasil wawancara dengan pelaku 23 Desember 2004. Selain Nurah juga terjadi pada Yad bukan nama sebenarnya, Yad, seorang bapak beranak tiga berusia 29 tahun, bekerja sebagai sales dari suatu produk. Istri yad bekerja sebagai buruh pabrik. Keluarga Yad, berasal dari Desa yang mengadu nasib di kota. Ketika Yad, kesulitan untuk membayar kontrakan dia memberanikan meminjam riba kepada seseorang yang suka meminjamkan uang. Pada mulanya keluarga Yad, dapat mengangsur cicilan dengan lancar, namun ketika anaknya jatuh sakit, yad dengan terpaksa meminjam kembali riba dan karena menunggu anak yang sakit ia di jarang masuk kerja dan berakhir di PHK putus hubungan kerja. Akibatnya cicilan dan bunganya tidak mampu dibayarnya. Ketika anaknya sembuh yang berusaha menjadi tukan ojeg, dengan meminjam motor sewaan pada orang yang membungakan uang tersebut. Akhirnya ia nekad menggadaikan motor pinjamannya tersebut untuk keperluan menutup pinjaman uangnya. Akibat dari perbuatannya itu Yad dipukuli temannya sendiri yang menjadi kepercayaan orang yang meminjamkan uang 7 wawancara dengan pelaku pada tanggal 5 November 2004. Dua kasus tersebut merupakan dua diantara kasus lainnya, yang seyogianya mendapat perhatian MUI untuk mensosialisakan norma-norma agama kesetiap lapisan masyarakat. Riba juga telah berkembang pada masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani sebagaiman kasus yang terdapat di Desa Pakubeureum dan desa- desa lainnya, dengan bunga yang mencapai lebih dari 30 per empat puluh hari. Dengan pola pinjaman sebagai berikut. Apabila seseorang meminjam uang Rp. 100.000,00 seratus ribu rupiah untuk dibayar selama empat puluh hari, dengan cara mencicilnya setiap hari. Dari pinjaman seratus ribu itu diterima sembilan puluh ribu rupiah dengan potongan administrasi dan tabungan, sementara mereka yang meminjam diharuskan membayar sebesar Rp. 120.000,00 selama empat puluh hari. Hal ini sangat merugikan masyarakat dan menghambat kemajuan perekonomiannya 8 . Ketiga kasus tersebut membuktikan perlunya perhatian MUI untuk menyampaikan fatwanya. Sebabnya di masyarakat berkembang anggapan bahwa pinjam meminjam dengan memberikan bunga pinjaman merupakan hal biasa.

14.10 Melalui Kurikulum Pendidikan Sekolah