Kebudayaan sebagai sistem simbol

35

a. Kebudayaan sebagai sistem kognisi

Dalam kajian antropolog terdapat aliran antropologi kognitif seperti dikenal ethnoscience, semantic ethnography. Pandangan, bahwa kebudayaan sebagai sistem pengetahuan terlihat dari pernyataan Goodenough, yang menyatakan : ―Kebudayaan suatu masyarakat terdiri dari apapun yang ia untuk dapat diketahui dan dipercaya dalam melangsungkan pekerjaan yang tertentu dengan cara yang dapat diterima para anggotanya. Kebudayaan bukanlah suatu gejala materi; ia terdiri dari benda-benda, orang perilaku atau emosi, tetapi lebih merupakan suatu organisasi. Kebudayaan merupakan bentuk hal-hal yang ada di dalam ingatan orang-orang. Contohnya: ―mereka mengamati, menghubungkan dari menginterpretasinya‖. ―Kebudayaan ... terdiri dari standar untuk memutuskan apa ... untuk memutuskan apa yang mungkin ... untuk memutuskan apa yang kita rasakan mengenai hal ini ... untuk memutuskan apa yang akan dilakukan mengenai hal ini, dan ... untuk memutuskan bagaimana akan melakukannya‖. Kebudayaan secara epistemologis berada di dalam bidang yang sama dengan bahasa, yang dalam aliran humanis holistik bahasa merupakan salah satu dari tujuh unsur budaya universal. Di dalam konseptualisasi ini, bahasa adalah suatu subsistem kebudayaan. Para peneliti antropologi kognitif berharap dan beranggapan, bahwa metode linguistik berikut model-modelnya tetap menjadi bidang kajian kebudayaan.

b. Kebudayaan sebagai sistem struktural

Pendekatan strukturalis telah dilakukan oleh para ilmuwan sosial yang terlatih dalam tradisi Anglo-Amerika, salah seorang tokohnya adalah Talcott Parsons. Kebadayaan dianggap sebagi pola-pola perilaku yang berperan sebagai struktur sosial, yang menyajikan norma-norma yang harus dilaksanakan dalam proses sosial. Proses sosial yang dilaksanakan oleh setiap individu berdasarkan kepada peran-peran dalam posisi atau status yang di embanya secara struktural. Posisi atau kedudukan berkhirarkii semakin tinggi semakin sedikit, namun semakin besar tanggung jawabnya. Sedangkan derivasinya semakin kebawah semakin banya dan semakin spesifik, karena itu sangsi dan tanggung jawabnya semakin kecil.

c. Kebudayaan sebagai sistem simbol

Dalam karyanya Levy-Strauss, memandang kebudayaan sebagai sistem simbol yang disalurkan dan merupakan ―kreasi akal kumulatif‖. Ia berusaha menemukannya dalam mitos, seni, hubungan kekeluargaan, bahasa. Lingkungan fisik manusia telah meyediakan bahan mentah untuk dikembangkan melalui penalaran dalam pola yang berbeda, namun secara formal sama. Akal menentukan tatanan yang dipola secara kultural. 36 Levy- Strauss lebih peduli terhadap ―kebudayaan‖ daripada ―suatu kebudayaan‖. Ia memandang mitologi Indian Amerika sebagai pola yang tumpang tindih dan saling berkaitan. Hal ini lebih penting dari organisasi kognitif pendukung kebudayaan, bahkan lebih penting dari batas-batas bahasa dan adat kebiasaan yang membedakan masyarakat yang satu dengan yang lain. Pendekatan ini berhubungan, tetapi berbeda dari pendekatan kognitif. Geertz 1971 memandang pandangan kognitif Goodenough dan para teoretisi ―etnografi b aru‖ bersifat reduksionistik dan formalistik. Makna tidak berada dalam ―kepala manusia‖. Simbol dan makna disalurkan diantara, bukan di dalam, mereka. Ia memandang kebudayaan sebagai ―semiotik‖. Mempelajari kebudayaan berarti mempelajari makna. Masalah ant ropologi adalah masalah ―interpretasi‖, bukan ―penguraian‖, dalam hal ini ―deskripsi ‖ yang tertanam kuat dalam kekayaan kehidupan sosial kontekstual. Geertz tidak memiliki optimisme ethnoscience. Ia tidak berniat memformalkan kebudayaan sebagai bahasa. Ia tidak sefasih Levy-Strauss dalam melakukan decoding, yaitu menginterpretasikan kebudayaan secara lambat dan sulit. Dalam hubungan ini, Geertz, menggambarkan masalah analisis kebudayaan adalah persoalan kebebasan yang ditentukan seperti antar hubungan, teluk maupun jembatan. Citra yang benar, bila kita harus memiliki citra mengenai organisasi kebudayaan, bukanlah jaring laba-laba ataupun tumpukan pasir, melainkan ia lebih cenderung sebagai ikan gurita yang alat perabanya sebagian besar diintegrasikan secara terpisah, secara syaraf kurang berhubungan yang satu dengan yang lain, dan dengan apa yang ada pada ikan gurita. Menurut Shneider, kebudayaan menggunakan sistem lambang simbol dan makna. Analisis kebudayaan sebagai sistem simbol dapat dilakukan secara bermanfaat terlepas dari ―kognisi sebenarnya‖ yang dapat dilihat sebagai peristiwa dan perilaku. Hubungan simbol dan peristiwa menurutnya sangat penting, karena dengan hubungan itu dapat menemukan bagaimana susunan kebudayaan dihasilkan, aturan yang mengatur perubahan mereka dan bagaimana mereka berhubungan secara sitematis dengan kondisi dan situasi kehidupan yang sesungguhnya. Pembedaan antara tingkat normatif dan tingkat kebudayaan yang dilakukan Schneider penting secara konseptual. Oleh karena itu, perkataanya perlu dikutip secara panjang lebar. Schneider, mengemukakan bahwa sistem normatif dipusatkan kepada ego dan sangat tepat bagi pembuatan keputusan atau model interaksi dari analisis kebudayaan. Analisis kebudayaan dipusatkan kepada sistem kebudayaan dengan mengambil posisi manusia berhadapan dengan dunianya. Analisis kebudayaan dapat menelusuri hubungan antara simbol, dasar pemikiran dan asas suatu sistem kebudayaan dengan baik, sehingga interpretasi kebudayaan berbeda dari interpretasi lembaga-lembaga lainnya. Analisis 37 kebudayaan yang murni ―tidak terkontaminasi oleh sistem sosialnya‖. Setelah tugas ini logis, maka dilakukan penelusuran antara hubungan bidang kebudayaan, sosial dan psikologi.

4.3 Transformasi budaya