Kandungan asam dalam buah bervariasi dan dipengaruhi juga oleh umur buah, asal pohon, kondisi lingkungan, kondisi saat panen dan proses
pengolahan. Proses pengolahan dengan pengeringan akan menyebabkan sebagian asam terdisosiasi. Perbedaan jumlah asam terdisosiasi pada masing-masing
sampel akan mempengaruhi pH sampel, karena nilai pH tersebut diukur berdasarkan kandungan asam-asam organik dalam bentuk terdisosiasi. Kandungan
asam yang tinggi pada asam sunti semi basah akan menimbulkan rasa asam pada sampel bubuk. Derajat keasaman akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada
produk yang dihasilkan. Pada umumnya pertumbuhan optimum mikroba terjadi pada pH 7 dan
dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5-8. Kecuali pada kelompok bakteri asam cuka yang tumbuh optimal pada pH 5.4-6.3 dan bakteri asam laktat yang
tumbuh optimal pada pH 5.5-6.0. Pada umumnya jamur dan yeast mempunyai pH minimum yang lebih rendah daripada bakteri, walaupun pH maksimumnya
hampir sama. pH yang sangat asam atau sangat alkali dapat menghambat bahkan merusak pertumbuhan sel mikroba Iryanti, 2012. Karena rendahnya nilai pH
yang dihasilkan dari bubuk asam sunti, maka diduga mikroba tidak dapat tumbuh pada produk ini.
4.2.2.4. Total Asam Bubuk Asam Sunti
Total asam merupakan jumlah keseluruhan asam yang ada didalam suatu bahan. Total asam yang tinggi sangat diharapkan pada produk bubuk asam
sunti, karena akan mempengaruhi keasaman suatu masakan yang dihasilkan. Kisaran nilai total asam yang dihasilkan pada produk bubuk asam sunti hasil
penelitian yaitu 44.89-52.98. Sedangkan total asam bubuk asam sunti lokal memiliki kisaran 49.18-72.56. Dalam bentuk grafik, kadar total asam bubuk
asam sunti dari masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 33. Perbedaan nilai total asam dari ke dua produk tersebut kuat diduga
karena kandungan total asam dari ke dua bahan baku berbeda dimana asam sunti semi basah dari Aceh mempunyai total asam yang lebih tinggi dibanding dengan
asam sunti semi basah hasil penelitian. Nilai total asam bubuk asam sunti dari asam sunti semi basah yang didatangkan langsung dari Aceh mempunyai kisaran
yang cukup besar, disebabkan oleh sifat heterogenitas bahan baku yang
digunakan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak ada kriteria standar dalam membuat asam sunti tradisional baik dari bahan baku, bahan
tambahan dan proses pengeringan. Hasil ini dapat menjadi kajian lebih lanjut bila akan membuat bubuk asam sunti berbahan baku asam sunti semi basah
tradisional. Kadar total asam dari bubuk asam sunti lebih tinggi dari asam sunti
semi basah, diduga karena ekstraksi pemerasan yang dilakukan pada proses pembuatan bubuk asam sunti. Pada proses pemerasan ini kemungkinan asam-
asam organik yang ada didalam asam sunti ikut bersama sari asam sunti yang dihasilkan, sehingga menyebabkan kadar asam bubuk lebih tinggi dari asam sunti
semi basah.
Gambar 33. Perbandingan total asam bubuk dari asam sunti hasil penelitian berdasarkan konsentrasi dekstrin dan suhu pengeringan
Hasil analisis ragam pada Lampiran 45. menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap nilai total asam bubuk yang dihasilkan dengan
penggunaan variasi dekstrin, suhu pengering dan interaksi antara kedua perlakuan tersebut. Walaupun kedua faktor tersebut tidak menunjukkan adanya pengaruh
terhadap total asam dari bubuk yang dihasilkan, tetapi pada Gambar 33. terlihat bahwa dengan penambahan dekstrin sebanyak 40 yang dikeringkan
menggunakan suhu 170°C memiliki total asam yang lebih tinggi. Sedangkan bubuk yang dibuat dengan konsentrasi dekstrin 50 pada suhu pengeringan
170°C menghasilkan total asam bubuk yang rendah. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan maka semakin
rendah nilai total asam bubuk yang dihasilkan. Rendahnya total asam yang
10 20
30 40
50 60
70 80
160 C 170 C
180 C
To tal
A sam
Suhu Pengeringan ˚C
Dekstrin 30 Dekstrin 40
Dekstrin 50
dihasilkan diduga karena total asam yang tertitrasi atau yang terbentuk hanya berasal dari sari asam sunti saja, sedangkan total asam dari bahan pengisi tidak
dapat tertitrasi karena banyak membutuhkan NaOH untuk menitrasi sampel yang diujikan. Semakin meningkatnya konsentrasi bahan pengisi akan mengakibatkan
total asam produk semakin rendah.
Gambar 34. Perbandingan total asam bubuk asam sunti lokal berdasarkan konsentrasi dekstrin dan suhu pengeringan
Pada Lampiran 46. penggunaan dekstrin untuk menghasilkan bubuk asam sunti menunjukkan adanya pengaruh yang nyata P0.05 pada nilai total
asam bubuk asam sunti lokal yang dihasilkan. Konsentrasi 40 dekstrin terlihat tidak berbeda dengan konsentrasi 30 dan 50, akan tetapi dengan penggunaan
dekstrin 30 nilai total asam bubuk yang dihasilkan akan berbeda dengan konsentrasi 50 dekstrin Lampiran 47. Sedangkan pada penggunaan berbagai
suhu pengering dan interaksi antara kedua perlakuan tersebut tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata P0.05 terhadap total asam dari
bubuk asam sunti lokal. Nilai total asam tertinggi daribubuk asam sunti lokal ada pada penggunaan konsentrasi dekstrin 30 dan suhu pengering 160°C, sedangkan
penggunaan dekstrin 50 pada suhu pengering yang sama yaitu 160°C menghasilkan bubuk dengan keasaman yang lebih rendah. Semakin tinggi
konsentrasi dekstrin maka total asam akan semakin rendah, tetapi pada Gambar 34. terlihat adanya nilai total asam yang fluktuatif pada penggunaan suhu 170°C.
Total asam dengan konsentrasi dekstrin 40 lebih tinggi dibandingkan dengan dekstrin 30. Hal ini diduga karena bahan baku yang digunakan berasal dari
berbagai umur petik yang berbeda.
10 20
30 40
50 60
70 80
160 C 170 C
180 C
To tal
A sam
Suhu Pengeringan ˚C
Dekstrin 30 Dekstrin 40
Dekstrin 50
4.2.2.5. Asam Oksalat Bubuk Asam Sunti