Tingkat keasaman yang tinggi memberikan nilai pH yang rendah dapat ditunjukkan oleh kadar asam total dari ketiga tingkat kematangan belimbing
wuluh yang digunakan yaitu 21.87-26.74 untuk belimbing wuluh yang belum matang, 21.55-26.48 untuk belimbing wuluh setengah matang dan 21.26-25.07
untuk belimbing wuluh matang. Zulkarnain 2010 menyatakan bahwa selama proses pematangan, kadar asam organik cenderung menurun akibat dikonversi
menjadi gula. Tingkat keasaman atau pH berkaitan erat dengan konsentrasi ion
hidrogen yang terkandung pada suatu larutan atau produk pangan yang diukur. Konsentrasi ion hidrogen dalam makanan merupakan faktor pengontrol beberapa
reaksi kimia dan mikrobiologi. Konsentrasi ion hidrogen dipengaruhi oleh sifat dan jenis asam, suhu serta adanya zat-zat lain yang mungkin terlarut didalamnya.
Semakin tinggi tingkat keasaman suatu bahan pada larutan maka semakin besar kecenderungan untuk melepaskan proton ion H
+
sehingga pH menjadi turun. Derajat keasaman pH suatu bahan sangat mempengaruhi daya
simpannya, karena mikroba dapat tumbuh baik pada batas pH tertentu. Bakteri paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam
atau basa. Kapang tumbuh pada pH 2-8.5, biasanya lebih suka pada suasana asam. Sedangkan khamir tumbuh pada pH 4-4.5 dan tidak tumbuh pada suasana basa
Susiwi, 2009. Hayati 2002 menyatakan bahwa tidak ditemukan total bakteri, bakteri asam laktat, kapang dan khamir dalam asam sunti hasil pengeringan
menggunakan cabinet dryer yang dilakukan dengan penambahan garam sebelum dilakukan pengeringan, karena pH yang dihasilkan rendah yaitu 1.73-1.77.
4.2.1.4. Total Asam
Total asam merupakan nilai keseluruhan asam yang terdapat dalam suatu produk. Dari hasil pengamatan diperoleh nilai total asam dari produk asam
sunti berkisar antara 32.31-47. Nilai total asam produk asam sunti hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan nilai total asam produk asam sunti kontrol
yaitu 47.33. Meningkatnya nilai total asam setelah menjadi produk asam sunti diduga karena adanya pengaruh perendaman garam pada buah belimbing wuluh
segar. Dalam proses penggaraman, bahan akan mengalami perubahan-perubahan antara lain perubahan kadar air, berat akhir bahan, perubahan pH, perubahan
tekstur dan perubahan warna. Penggunaan garam dalam pengolahan bahan pangan selain berfungsi untuk mencegah pembusukan juga berfungsi untuk membentuk
cita rasa. Garam memiliki cita rasa yang khas sehingga penambahan garam pada suatu bahan akan meningkatkan cita rasa dari bahan tersebut.
Nilai total asam tertinggi produk asam sunti terdapat pada perlakuan buah belimbing wuluh yang belum matang dengan suhu pengeringan 80°C selama
5 jam dan total asam terendah terdapat pada perlakuan buah belimbing wuluh matang dengan suhu pengeringan 65°C selama 5 jam Gambar 10.
Dari hasil analisis sidik ragam Lampiran 8, terlihat bahwa perlakuan tingkat kematangan buah belimbing wuluh, suhu pengeringan serta interaksi
antara keduanya tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata P0.05 terhadap total asam dari produk asam sunti yang dihasilkan, sehingga tidak
dilanjutkan dengan uji Duncan.
Gambar 10. Perbandingan total asam berdasarkan tingkat kematangan buah dan suhu pengeringan
Grafik di atas menunjukkan bahwa total asam tertinggi terdapat pada produk asam sunti yang terbuat dari buah belimbing wuluh yang belum matang
dengan suhu pengeringan 80°C dan total asam terendah terdapat pada produk asam sunti dengan suhu pengeringan65°C. Tingginya suhu pengeringan akan
menyebabkan terjadinya case hardening yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan permukaan sudah kering sedangkan di bagian dalamnya masih basah. Hal
ini disebabkan suhu yang tinggi di awal pengeringan akan menguapkan air yang ada dipermukaan bahan secara cepat sehingga permukaan bahan menjadi kering
dan keras serta akan menghambat penguapan selanjutnya dari air yang terdapat di
10 20
30 40
50
50 C 65 C
80 C
To tal
A sam
Suhu Pengeringan C
Belum Matang Setengah Matang
Matang
bagian dalam bahan tersebut, sehingga asam organik terperangkap didalamnya Rachmawan, 2001.
Pada buah yang belum matang kandungan asamnya lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang telah matang karena pada buah matang selama
proses pematangannya kandungan asam yang ada didalam buah menjadi berkurang akibat dikonversi menjadi gula. Kenaikan keasaman ini kemungkinan
juga disebabkan oleh biosintesa asam oksalat yang berlebihan pada waktu buah masih hijau dan biosintesa asam malat yang dominan pada tingkat-tingkat
kemasakan berikutnya Wyman dan Palmer dalam Pantastico, 1997. Buah belimbing wuluh memiliki tingkat keasaman tinggi yang terdiri
dari beberapa senyawa kimia yang bersifat asam seperti: asam oksalat, asam sitrat, asam tartarat dan asam suksinat, asam format, glukosit, flavonoid, kalium oksalat,
minyak menguap, fenol dan pektin Nugrahawati et al. 2000. Asam-asam organik banyak terdapat pada buah-buahan yang merupakan hasil proses metabolisme
terutama oleh siklus Kerbs Winarno dan Fardiaz, 1982. Menurut Subhadrabandhu 2001, asam yang dominan di dalam belimbing wuluh adalah
asam sitrat dan asam oksalat. Asam sitrat merupakan asam organik yang secara alami terdapat pada
buah-buahan. Keberadaan asam sitrat dalam produk pangan bukan merupakan masalah karena asam tersebut selain berfungsi sebagai penambah citarasa juga
sebagai pengawet. Asam sitrat dapat merangsang sel-sel darah putih untuk berkembang sehingga membentuk antibodi yang dapat menghalangi beberapa
bibit penyakit yang ada dalam tubuh. Sebaliknya, kandungan asam oksalat tinggi di dalam produk pangan harus dihindari. Asam oksalat bersama-sama dengan
kalsium dalam tubuh manusia akan membentuk senyawa yang tidak larut dan tidak dapat diserap oleh tubuh. Oleh karena itu penggunaan kalsium yang juga
terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat perlu dihindari. Asam oksalat dan garamnya yang larut air juga dapat membahayakan, karena senyawa
tersebut bersifat toksis. Karena pengaruh distropik oleh oksalat tergantung pada ratio molar
antara asam oksalat dan kalsium, hal ini dapat dicegah dengan cara membatasi konsumsi bahan makanan yang banyak mengandung oksalat yang larut, yaitu
dengan menghindari makan dalam jumlah besar atau juga menghindari makan dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang, mengkombinasikan beberapa makanan
yang banyak mengandung oksalat. Perebusan juga dapat mengurangi kandungan oksalat dalam makanan dengan membuang air perebusan, sehingga memperkecil
proporsi asam oksalat dalam bahan pangan Noonan dan Savage, 1999. Orang- orang yang mengalami peningkatan batu kalsium oksalat harus mengindari
makanan dengan kandungan oksalat tinggi Oscarsson dan Savage, 2007.
4.2.1.5. Asam Oksalat Asam Sunti